Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Pemerhati Isu-isu Pangan Lokal, mantan Peneliti Litbang Kompas

Senang menulis isu-isu pangan, lingkungan, politik dan sosbud kontemporer.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Merdeka Tapi Masih Dijajah Sampah

12 Agustus 2025   18:39 Diperbarui: 12 Agustus 2025   18:39 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi TPA Cipayung  yang selalu menghantui warga Kota Depok dengan aroma sampah yang tidak sedap (Sumber: Antara via Mediaindonesia.com)

Di tengah kelamnya krisis ini, ada secercah harapan yang lahir dari komunitas lokal. Di Desa Bangun, Jawa Timur, warga memulai gerakan memilah sampah dan mengolah plastik menjadi paving block. Di pesisir Makassar, sekelompok nelayan membentuk "Pasukan Laut Bersih" yang setiap minggu mengumpulkan plastik dari laut. Mereka sadar, menunggu kebijakan pemerintah sering kali berarti menunggu terlalu lama.

Namun, perjuangan ini tidak akan cukup jika hanya dilakukan segelintir orang. Krisis ini terlalu besar untuk dihadapi tanpa dukungan kebijakan yang tegas dan partisipasi massal. Gerakan lokal harus diangkat menjadi gerakan nasional, sama seperti perlawanan rakyat di masa kolonial yang akhirnya bersatu menjadi revolusi. Kalau dulu pahlawan memanggul senjata, kini senjata kita adalah kesadaran, gotong royong, dan inovasi pengelolaan sampah.

Sayangnya, di tingkat kebijakan, perlawanan terhadap krisis sampah masih terasa setengah hati. Regulasi Extended Producer Responsibility (EPR) yang seharusnya memaksa produsen bertanggung jawab atas kemasan mereka belum berjalan optimal. Larangan kantong plastik sekali pakai di beberapa daerah pun sering kali hanya seremonial, tanpa pengawasan yang ketat.

Padahal, negara memiliki peran krusial sebagai pengarah dan penggerak utama. Jika pemerintah serius, mereka bisa menutup keran impor sampah, memberi insentif pada industri ramah lingkungan, dan membangun sistem pengelolaan sampah terpadu di seluruh wilayah. Namun, yang terjadi justru kebijakan yang inkonsisten, kadang bahkan bertolak belakang dengan komitmen lingkungan.

Kondisi ini mengingatkan pada masa pra-kemerdekaan, ketika pemerintah kolonial mengatur kebijakan demi kepentingan penjajah, bukan rakyat. Bedanya, kini yang diuntungkan adalah korporasi global dan elite bisnis yang bermain di industri plastik dan daur ulang. Tanpa keberanian politik, kita akan terus menjadi "TPA dunia" dan lautan kita akan semakin menjadi kuburan plastik. Sementara itu, rakyat kecil di pesisir, di dekat TPA, dan di bantaran sungai akan terus menjadi korban pertama.

Redefinisi Nasionalisme

Kemerdekaan yang sejati bukan hanya tentang bebas dari penjajah bersenjata, tapi juga bebas dari jeratan sistem yang merusak tanah air. Nasionalisme hari ini harus dimaknai sebagai tanggung jawab ekologis, yaitu kesadaran bahwa mencintai negeri berarti menjaga tanah, air, dan udara dari perusakan, termasuk oleh sampah yang kita hasilkan.

Kita tidak bisa lagi memisahkan peringatan 17 Agustus dari refleksi krisis lingkungan. Sama seperti para pahlawan dulu bersatu melawan penjajah, kita pun harus bersatu melawan krisis sampah ini. Bedanya, medan tempur kita adalah TPA, sungai, dan laut.
Jika kita gagal, maka merdeka hanya akan menjadi kata hampa yang kita teriakkan setiap tahun, sementara tanah air kita perlahan mati di bawah timbunan plastik.

Depok, 12/8/2025

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun