Klasifikasi generasi yang populer adalah model yang dibuat oleh Lancester & Stillman (2002) yang membagi masa hidup manusia ke dalam empat generasi dari rentang waktu kelahiran paling tua, tahun 1900 hingga paling muda, tahun 1999. Kelompok generasi per-tama dinamakan Tradisionalist yang lahir dalam rentang waktu antara tahun 1900-1945. Kelompok kedua adalah Baby Boomers yang lahir dalam rentang waktu antara tahun 1946-1964. Kelompok ketiga adalah Generation Xers atau Generasi X yang lahir antara tahun 1965-1980. Kelompok terakhir adalah Generation Y atau Generasi Milenial yang lahir antara tahun 1981-1999. Manusia yang lahir setelah tahun 1999 sudah dikategorikan sebagai generasi termuda yang dikenal dengan nama Generasi Z.Â
Baca juga:
Proklamasi 4.0: Merdeka Digital bagi "Digital Native"-Gen Z
Generasi Pra-KemerdekaanÂ
Generasi ini lahir di tengah penindasan kolonial Belanda dan kemudian Jepang. Kondisi sosial yang penuh keterbatasan justru melahirkan kesadaran nasionalisme yang mendalam. Pendidikan menjadi barang langka, tetapi justru di sanalah benih perlawanan tumbuh. Mereka yang beruntung mendapat pendidikan formal di sekolah-sekolah Belanda atau sekolah rakyat kemudian menjadi pionir gerakan intelektual yang membentuk pondasi perjuangan bangsa.
Para pemuda yang tumbuh pada masa ini membawa nama generasi Tradisionalist atau dengan sebutan lain seperti Pre Boomer atau Silent Generation karena eksistensinya sudah tidak terdengar lagi. Secara global, Silent Generation ini mengalami peristiwa sejarah yang signifikan, termasuk Perang Dunia II. Inilah yang membentuk karakter utama mereka yang sangat menghargai stabilitas dan keamanan.
Kondisi perekonomian global maupun domestik dalam situasi sulit akibat perang membentuk jiwa yang tangguh sehingga semangat juang mereka sangat tinggi. Dua karakter lain yang membuat semangat perjuangan mereka meninggalkan warisan yang abadi hingga sekarang adalah menghormati otoritas dan loyalitas kepada atasan. Kelak semangat juang mereka sangat erat kaitannya dengan perlawanan fisik dan politik.
Para pemuda Silent Generation sangat bersemangat membentuk organisasi pergerakan seperti Budi Utomo (1908), Sarekat Islam (1912), dan Perhimpunan Indonesia (1925). Organisasi-organisasi ini menjadi wadah untuk menyuarakan aspirasi kemerdekaan, menggalang solidaritas lintas suku dan agama, serta memperkuat identitas sebagai bangsa. Strategi yang digunakan bervariasi, mulai dari diplomasi di forum internasional hingga perjuangan bersenjata.
Tokoh-tokoh seperti Soekarno, Mohammad Hatta, dan Sutan Sjahrir menunjukkan bahwa perjuangan anak muda bukan hanya soal kekuatan fisik, tetapi juga kecerdasan dalam berpolitik dan berargumentasi. Sementara itu, Ki Hajar Dewantara menggunakan pendidikan sebagai senjata melawan kolonialisme dengan mendirikan Taman Siswa pada 1922. Generasi ini juga membentuk kesadaran kolektif melalui media cetak, sastra, dan pidato dengan memanfaatkan surat kabar, pamflet, dan mimbar-mimbar publik untuk membangkitkan semangat rakyat.
Kekuatan retorika menjadi alat penting untuk mempersatukan rakyat dan membangun kesadaran nasional, bahkan kepada kalangan yang tidak terlibat langsung dalam politik atau militer. Generasi ini hidup di bawah tekanan besar, tetapi mereka berhasil menanamkan benih kemerdekaan yang kemudian dipetik oleh bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945.