Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Pemerhati Isu-isu Pangan Lokal, mantan Peneliti Litbang Kompas

Senang menulis isu-isu pangan, lingkungan, politik dan sosbud kontemporer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menagih Janji Kesetaraan Difabel di Momen 80 Tahun Indonesia Merdeka

8 Agustus 2025   23:59 Diperbarui: 10 Agustus 2025   21:20 946
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penyandang disabilitas memanfaatkan fasilitas tangga umum (Sumber: MRAD via BBC.com)

Baca juga:

Jalan Sunyi Pejuang tanpa Atribut Pahlawan

Gerakan ini mengambil banyak bentuk. Ada yang fokus pada pelatihan keterampilan kerja agar difabel dapat mandiri secara ekonomi, ada pula yang mengampanyekan perbaikan infrastruktur kota agar lebih ramah bagi semua. Dalam banyak kasus, komunitas difabel bekerja sama dengan LSM, perguruan tinggi, dan bahkan pemerintah daerah untuk menjalankan program inklusif. Namun, tantangan terbesar tetaplah mengubah pola pikir masyarakat yang masih menganggap difabel sebagai "penerima bantuan" alih-alih warga negara yang berhak berkontribusi.

Aktivis difabel juga memanfaatkan media sosial untuk membangun kesadaran. Kampanye digital, video edukasi, dan testimoni pribadi menjadi alat yang efektif untuk memecah stereotip. Kisah-kisah perjuangan mereka menginspirasi banyak orang sekaligus memberi tekanan pada pihak berwenang agar lebih serius memperhatikan kebutuhan difabel. Media sosial membuat suara mereka tidak lagi  diabaikan begitu saja.

Selain advokasi, komunitas ini juga saling menguatkan secara emosional. Pertemuan rutin, pelatihan bersama, dan forum online menjadi ruang aman bagi para difabel untuk berbagi pengalaman, strategi bertahan, dan peluang. Solidaritas ini menjadi modal penting dalam menghadapi hambatan struktural yang seringkali melelahkan secara fisik maupun mental.

Kekuatan gerakan difabel membuktikan bahwa kemerdekaan tidak diberikan begitu saja, tetapi diperjuangkan. Mereka mengajarkan bahwa aksesibilitas bukan belas kasihan, melainkan keadilan. Tanpa tekanan dari kelompok ini, agenda kesetaraan mungkin akan terus terpinggirkan dalam daftar prioritas negara.

Kritik terhadap Desain Kota, Sekolah, dan Layanan Publik

Ilustrasi penyandang disabilitas yang tidak disediakan fasilitas ruang tunggu khusus di terminal (Sumber: MRAD via BBC.com)
Ilustrasi penyandang disabilitas yang tidak disediakan fasilitas ruang tunggu khusus di terminal (Sumber: MRAD via BBC.com)

Desain kota di Indonesia masih jauh dari konsep universal design yang mengakomodasi kebutuhan semua orang, termasuk difabel. Banyak trotoar dipenuhi pedagang kaki lima, jalur kursi roda terhalang tiang listrik, dan lift di gedung publik tidak selalu berfungsi. Ini bukan sekadar masalah estetika, melainkan pelanggaran hak bergerak yang menghalangi difabel berpartisipasi aktif dalam kehidupan kota.

Baca juga:

Jejak Perempuan dalam Kemerdekaan Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun