Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Pemerhati Isu-isu Pangan Lokal, mantan Peneliti Litbang Kompas

Senang menulis isu-isu pangan, lingkungan, politik dan sosbud kontemporer.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Dari Medan Tempur ke Medan Digital: Evolusi Nasionalisme Anak Muda Indonesia

7 Agustus 2025   15:04 Diperbarui: 7 Agustus 2025   15:04 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gerakan digital ini mencerminkan cara baru menyuarakan nasionalisme. Tidak sedikit kreator konten yang menyelipkan pesan kebangsaan dalam bentuk yang ringan dan relatable. Mereka mengemas isu-isu serius seperti korupsi, ketimpangan sosial, atau kekerasan negara dalam video singkat yang emosional dan edukatif. Bagi banyak anak muda, satu klik "like", "share", atau "repost" adalah bentuk dukungan yang tidak bisa dianggap remeh. Digitalisasi telah memudahkan siapa pun untuk menjadi bagian dari gerakan sosial tanpa harus selalu berada di lapangan.

Namun, tidak semua bentuk aktivisme digital berarti substansial. Istilah "slacktivism" mengingatkan kita pada sisi pasif dari partisipasi online, di mana solidaritas berhenti pada simbol dan tidak berlanjut pada tindakan nyata. Ada risiko bahwa aktivisme hanya menjadi tren sesaat, viral tapi hampa. Di sinilah pentingnya literasi digital dan politik agar generasi muda bisa memilah antara aktivisme sejati dan gerakan palsu yang hanya mengejar impresi.

Di sisi lain, ruang digital juga mempermudah konektivitas antarwilayah dan antarkomunitas. Anak muda dari berbagai penjuru Indonesia dapat bertukar gagasan, saling mendukung gerakan lokal, dan menciptakan jaringan solidaritas yang luas. Bahkan gerakan lokal yang kecil bisa mendapat perhatian nasional atau global karena kekuatan media sosial. Nasionalisme pun menjadi semakin horizontal: bukan hanya milik elite atau pusat, tetapi milik semua yang terhubung.

Aktivisme digital adalah bukti bahwa nasionalisme bisa hadir di ruang yang tampak asing: dunia maya. Tapi dunia maya bukan dunia semu. Di dalamnya, suara-suara yang tak pernah terdengar kini mendapat panggung, dan perjuangan lama menemukan bahasa barunya.

Karya sebagai Perjuangan: Nasionalisme melalui Kreativitas

Ilustrasi generasi muda kreatif dengan karya digital (Sumber: Indonesia baik.co)
Ilustrasi generasi muda kreatif dengan karya digital (Sumber: Indonesia baik.co)

Bentuk paling halus namun mendalam dari nasionalisme generasi muda saat ini hadir lewat karya. Musik, film, ilustrasi, puisi, desain grafis, bahkan meme, menjadi cara mereka merespons kenyataan sosial dan merumuskan identitas kebangsaan yang mereka yakini. Karya bukan lagi pelengkap, melainkan pernyataan sikap. Mereka memilih mencintai Indonesia dengan menciptakan.

Musik indie dan alternatif seringkali menjadi wadah ekspresi paling politis dalam bentuk yang tetap estetik. Lagu-lagu dari Efek Rumah Kaca, Barasuara, hingga Hindia bukan hanya enak didengar, tetapi juga menyimpan kritik sosial dan refleksi kebangsaan. Lirik-lirik mereka berbicara tentang kesenjangan, kehilangan arah, atau harapan akan perubahan. Musik menjadi ruang renungan kolektif bagi anak muda yang merasa tidak diwakili oleh politik formal.

Di sisi visual, banyak ilustrator, komikus, dan filmmaker muda menggunakan karyanya untuk menyuarakan isu-isu perempuan, minoritas, lingkungan, dan sejarah alternatif. Kanal YouTube yang mengangkat sejarah lokal atau dokumenter tentang perjuangan masyarakat adat kini memiliki jutaan penonton. Estetika tidak menghilangkan pesan; justru memperkuatnya. Nasionalisme menjadi pengalaman yang indrawi dan emosional, bukan sekadar konsep abstrak.

Fenomena brand lokal dan fashion bertema budaya juga menambah lapisan baru pada cara generasi muda memaknai nasionalisme. Kaos dengan kutipan dari tokoh bangsa, motif batik yang dimodifikasi, hingga kampanye produk yang menyoroti isu sosial---semuanya merupakan bentuk ekspresi cinta tanah air dalam bahasa generasi hari ini. Konsumsi menjadi politis, dan gaya menjadi pernyataan.

Melalui karya, anak muda membuktikan bahwa nasionalisme tak harus membakar bendera musuh atau berseru di podium. Cukup dengan mencipta sesuatu yang berakar pada keprihatinan dan harapan terhadap tanah air, mereka telah berkontribusi membentuk wajah Indonesia yang baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun