Di tengah ancaman krisis iklim dan gejolak pangan global, Indonesia dihadapkan pada kenyataan pahit: ketergantungan berlebihan pada beras sebagai sumber pangan utama. Curah hujan yang tak menentu, degradasi lahan pertanian, hingga alih fungsi tanah menambah tekanan pada produksi padi nasional. Sementara itu, lonjakan impor gandum untuk industri pangan kian memperbesar ketergantungan terhadap pasokan luar negeri. Dalam situasi seperti ini, muncul pertanyaan mendasar: adakah sumber pangan lokal yang bisa diandalkan untuk masa depan?
Jawabannya bisa jadi terletak pada biji kecil yang sering dilupakan: sorgum. Sorgum (Sorghum bicolor) hanyalah satu jenis dari biodiversitas pangan lokal Indonesia yang mencakup ratusan jenis tanaman pangan seperti serealia, umbi-umbian, kacang-kacangan, sayur, buah, hingga rempah-rempah. Tanaman ini tidak sefamiliar padi atau jagung di meja makan kita, namun daya tahannya di lahan kering dan nilai gizinya yang tinggi mulai menarik perhatian para petani, peneliti, hingga pembuat kebijakan. Dalam konteks ini, sumber karbohidrat lokal seperti sorgum menjadi salah satu potensi strategis yang perlu terus diangkat dan didorong pemanfaatannya.
Baca juga:
Keragaman Pangan Nusantara: Landasan Kekuatan Gizi Nasional
Di beberapa daerah Indonesia, sorgum bahkan bukan hal baru. Ia telah hidup dan tumbuh bersama masyarakat selama puluhan tahun, meski dalam skala kecil dan nyaris terpinggirkan oleh arus modernisasi pangan. Sorgum memiliki keunggulan agronomis yang sangat cocok untuk kondisi geografis Indonesia Timur, seperti tahan terhadap kekeringan, membutuhkan air lebih sedikit dibanding padi, serta dapat ditanam di lahan marginal. Dengan kandungan gizi yang tinggi, sorgum juga layak diposisikan sebagai sumber pangan pokok alternatif yang sehat dan berkelanjutan bagi masyarakat Indonesia, terutama di luar Pulau Jawa.
Kini, ketika tantangan pangan menjadi persoalan nasional, sorgum kembali mencuri perhatian. Sebagai tanaman yang hemat air dan dapat tumbuh di lahan marginal, sorgum menawarkan harapan di tengah ketidakpastian. Lebih dari sekadar alternatif, ia hadir sebagai simbol adaptasi dan ketahanan. Pemerintah pun mulai mendorong diversifikasi pangan lokal, menjadikan sorgum sebagai salah satu komoditas strategis dalam peta jalan ketahanan pangan nasional.
Baca juga:
Promosi Pangan Nusantara Melalui Intervensi Gizi dan Edukasi Konsumen
Namun, mengenalkan kembali sorgum ke tengah masyarakat tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Selera konsumsi yang terbentuk selama puluhan tahun, keterbatasan teknologi pengolahan, hingga minimnya edukasi menjadi tantangan tersendiri. Jejak sorgum sebagai tanaman tangguh dari lahan kering Indonesia yang menyimpan keunggulan potensi gizi dan peluang ekonomi yang prospektif, membuat sorgum layak untuk diperjuangkan sebagai sumber pangan alternatif.
Sorgum bukan lagi sekadar narasi tentang tantangan, melainkan keberanian menghadirkan kembali warisan pangan lokal yang nyaris terlupakan. Sorgum adalah upaya untuk membuktikan bahwa diversifikasi pangan bukan hanya wacana, melainkan langkah nyata menuju kemandirian pangan yang berkeadilan dan berkelanjutan.