Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Pemerhati Isu-isu Pangan Lokal, mantan Peneliti Litbang Kompas

Senang menulis isu-isu pangan, lingkungan, politik dan sosbud kontemporer.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Korupsi Pertamina, Persekongkolan Sistemik dalam Mengelola Negara

2 Maret 2025   06:29 Diperbarui: 2 Maret 2025   16:44 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan tersangka korupsi Pertamina (Sumber: Antara Foto via KOMPAS.com)

Baru-baru ini kita dikejutkan dengan berita korupsi di beberapa anak perusahaan PT Pertamina, yakni: PT Pertamina Patra Niaga, PT Kilang Pertamina Internasional, dan PT Pertamina Internasional Shipping, yang konon berpotensi merugikan negara nyaris Rp1000 triliun. Sebelum berita ini santer, beberapa pekan sebelumnya terungkap pemasangan pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang yang panjangnya mencapai 30 kilometer. Beberapa bulan sebelumnya terungkap juga korupsi PT Timah Indonesia yang merugikan negara sebesar Rp300 triliun.

Contoh-contoh kasus tersebut mencerminkan suatu kondisi yang telah lama menyelimuti sistem politik banyak negara, termasuk Indonesia. Sebuah kondisi di mana kekuasaan dan banditisme politik berkolaborasi dalam sebuah simbiosis yang merugikan rakyat dan negara secara keseluruhan.

Praktik ini tidak hanya melibatkan individu atau kelompok tertentu, melainkan sudah menjadi bagian dari sistem yang lebih besar dan terorganisir. Sistem ini tercipta oleh ketergantungan antara struktur kekuasaan negara dengan individu atau kelompok yang mengedepankan kepentingan pribadi mereka, tanpa mengindahkan prinsip-prinsip keadilan, moralitas, dan kesejahteraan publik.

Inilah yang saya sebut dengan persekongkolan sistemik antara kekuasaan dengan bandit politik, di mana terjadi hubungan yang erat antara struktur kekuasaan yang sah dengan praktik-praktik kriminal yang merusak. Kekuasaan yang seharusnya bekerja demi kepentingan publik sering kali dipergunakan untuk menangguk keuntungan pribadi atau kelompok melalui praktik-praktik yang inkonstitusional.

Ketika kekuasaan yang sah, baik itu dalam tatanan eksekutif, legislatif, atau yudikatif, berkolaborasi dengan bandit politik, maka di situlah terjadi sebuah konspirasi yang sistemik di dalam tatanan pemerintahan.

Penggunaan kata bandit untuk menggambarkan aktor-aktor yang terlibat dalam praktik ini bukanlah tanpa alasan. Dalam perspektif filosofi moral, bandit adalah orang yang melanggar aturan untuk keuntungan pribadi. Ia tidak terikat pada prinsip-prinsip moral yang mengedepankan keadilan, tetapi justru bertindak di luar batas norma sosial yang berlaku demi memenuhi nafsu kekuasaan dan kekayaan.

Bandit politik beroperasi dengan menggunakan instrumen-instrumen negara untuk mengeksploitasi sumber daya publik dan mengorbankan rakyat. Ketika mereka berkolaborasi dengan kekuasaan yang sah, persekongkolan ini menjadi semakin sulit dibongkar, karena keduanya saling bergantung satu sama lain untuk mempertahankan status quo.

Dalam konteks ini, istilah bandit politik merujuk pada individu yang melakukan tindak pidana sekaligus mencakup kelompok atau institusi yang mendukung dan melindungi praktik-praktik tersebut. Mereka adalah aktor-aktor yang memanfaatkan kekuasaan untuk memperkaya diri mereka sendiri atau untuk mempertahankan kontrol atas sumber daya negara dengan cara yang licik dan merugikan rakyat. Hal ini bukanlah hal yang baru dalam sejarah politik dunia, karena sepanjang sejarah, kita dapat melihat banyak contoh bagaimana kekuasaan telah disalahgunakan demi kepentingan pribadi segelintir orang, yang kemudian mengorbankan kepentingan rakyat banyak.

Menurut Michael Foucault, kekuasaan itu bersifat represif sekaligus produktif yang bukan hanya menjadi milik institusi atau individu tertentu, melainkan tersebar di dalam struktur sosial dan sistem-sistem yang ada dalam masyarakat. Kekuasaan tidak hanya mengatur dan menekan, tetapi juga membentuk dan mendefinisikan norma, perilaku, dan kepentingan masyarakat.

Dalam konteks persekongkolan antara kekuasaan dan bandit politik, kekuasaan ini berperan dalam membentuk dan mengukuhkan sistem yang menguntungkan elit politik dan merugikan masyarakat luas. Ini adalah suatu kekuasaan yang beroperasi dalam bayang-bayang, tersembunyi di balik legitimasi yang diberikan oleh institusi negara untuk melanggengkan ketidakadilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun