Mohon tunggu...
Sulistiyo Hadi
Sulistiyo Hadi Mohon Tunggu... Guru seni -

Minat pada dunia pendidikan, kesenian dan sosial keagamaan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Wabah Korupsi

29 September 2011   16:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:30 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Belum lama ini ada pemilihan  perangkat desa se-kabupaten. Peminatnya pun cukup banyak. Ada yang ingin  betul-betul mengubah nasib, ada pula yang hanya coba-coba. Punya modal berapa ? Lho, pertanyaannya kok begitu ! Bukankah pemilihan itu melalui tes tertulis. Logikanya yang pintar dan jawabannya banyak yang benar itulah yang jadi. Akh, itu hanya formalitas. Buktinya saat ada salah satu calon peserta meninvestigasi sampai kabupaten biaya yang dibutuhkan kalau jadi bisa sampai 200-an juta rupiah. Itu juga agak dibenarkan oleh pak Dukuh saya.  Belum lagi pak Lurah katanya punya hak 60 % untuk menentukan bakal jadi. Dia pasti juga butuh duit. Jadi untuk apa tes tertulis itu ? Uang sebanyak itu untuk apa pula ? Ya, untuk bagi-bagilah bagi para pejabat.

Istri saya pada akhir bulan kemarin mengajukan proposal ke Propinsi lewat perantara seseorang. Kalau lewat perantara orang itu katanya mudah cairnya. Dan betul juga, tidak seberapa lama istriku pun diberi tahu untuk mengambil dananya. Tetapi harus melaksanakan kesepakatan awal, jika dana cair itu harus dipotong 20% untuk diberikan kepada si perantara, yang katanya seorang anggota DPRD. Anehnya peminatnya cukup banyak. Tiap hari ada 5-10 orang yang memerlukan jasanya. Ya, katanya tanpa seorang perantara dana itu akan sulit keluar. Seorang mahasiswa harus gigit jari setelah menunggu sebulan  ternyata dana itu tidak ada, maaf dana terbatas, maaf proposal bulan lalu saja menumpuk dll.

Pada pertengahan bulan lalu masjid di kampungku mendapatkan dana dari Depag sejumlah 6 juta. Tetapi yang sampai ke bawah hanya 3 juta. Lho, yang separuh dimana ? Katanya yang 250 ribu diberikan untuk organisasi sosial keagamaan. Yang lainnya katanya untuk pak lurah. Akh, ada-ada saja !

Diakhir  tahun lalu kampungku mendapat dana hibah PNPM mandiri beberapa ratus juta. Dana itu diturunkan dalam beberapa tahap.Tetapi pada tahap terakhir yang menyisakan dana sekitar 200-an juta, dana itu tidak turun. Lalu ke mana ? Ya, masih di kas desa. Untuk apa ya ? Ya, tidak tahu ?!

Di sekolah-sekolah  bila mendapat bantuan dana dari kabupaten, propinsi maupun pusat pun tidak lepas dari potongan dan bagi-bagi dana. Untuk pengawas, camat, penilik dan dinas kabupaten dll. LPJ-nya ya untuk dana monitoring atau disisipkan pada anggaran lain. Maka nota-nota kosong sangat membantu guna menyusun LPJnya. Di sekolah-sekolah banyak nota-nota kosong, para pegawai banyak menggunakan nota kosong, apalagi di proyek-proyek pembangunan nota-nota kosong itu diperlukan sekali. Nota kosong itu berfungsi untuk mark up harga maupun jumlah pembelian.

Tetanggaku yang seorang pemborong pernah bilang, bila ia mendapat proyek 200 jutaan atau lebih maka keuntungan 20-75 juta pun mudah didapat.  Lalu kualitas proyeknya gimana ? Kakakku memiliki pengalaman di kantornya, pintu dan mebel yang baru diganti dengan dana 75 juta baru sebulan kok sudah kropos. Apalagi proyek seagame Palembang yang pengerjaannya tergesa-gesa dan terseret-seret indikasi korup oleh bang Nazarudi itu, gimana ya kualitas pembangunannya ? Semoga tidak membahayakan bagi yang memakainya dan awet bangunannya. Kita tunggu saja.

Kelompok tetangga desa yang mengerjakan proyek PNPM pernah dipanggil BPK, karena keliru dalam penggunaan anggaran. Mereka harus segera mengembalikan uang 12 jutaan. BPK kok bisa sampai detil begitu ya ? Ya mudah saja, wong anggarannya cuma beberapa ratus juta, maka mudah memantaunya. Kalau anggaran bertriliun-triliun untuk pembuatan lapangan terbang misalnya, maka uang 250 juta dimasukkan pada saku pimpinan proyek pun tidak akan kentara. Jika terlihat maka tim pengawas pun diam jika diberi uang tutup mulut.

Wajar pula adanya sinyaleman ketidak beresan Banggar DPR. Banyaknya mark up anggaran dari pusat sampai daerah. Uang terimakasih atau fee  pada DPR yang telah menggolkan proyek daerah. Uang terimakasih dari pimpinan proyek pada bupati atau gubernur dst. Adanya potongan anggaran, uang jalan basah, uang dengar, uang tutup mulut, uang loby dll

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun