Mohon tunggu...
Sulistiana
Sulistiana Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Hubungan Pendidikan-Kesehatan dengan Kemiskinan-S1 PWK UNEJ

22 Oktober 2019   11:10 Diperbarui: 22 Oktober 2019   11:28 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setiap negara pasti memiliki angka kemiskinannya masing-masing. Mereka juga memiliki cara yang berbeda-beda untuk mengatasinya tergantung dari karakteristik masyarakatnya. Indonesia merupakan negara dengan penduduk terbesar nomor 4 di dunia. Saat ini negara kita juga mengalami bonus demografi yaitu masa dimana manusia-manusia usia produktif melimpah ruah. Hal ini bagai pisau bermata dua, bisa menjadi baik untuk kita pun juga bisa menjadi bumerang bagi bangsa ini. Menjadi baik ketika kita dan negara mampu memanfaatkan bonus demografi dengan meningkatan kualitas sumber daya manusia secara optimal. Karena kedepan manusia-manusia usia produktif ini yang akan memimpin dan menjadikan bangsa Indonesia semakin maju dan unggul atau malah sebaliknya.

Bicara soal pendidikan, pendidikan menjadi salah satu aspek penting dalam sebuah bangsa untuk melawan kemiskinan. Melalui pendidikan wawasan menjadi luas dan dapat berpikiran terbuka. Kita diajarkan ketika di bangku sekolah dasar untuk hidup berperilaku sehat saat memilih makanan dan minuman maupun mengelola kebiasaan sehat kita sehari-hari. Seperti mandi yang baik harus 2 kali sehari, sikat gigi 2 kali sehari, menjauhi makanan dan minuman junk food, dan lain sebagainya. Semua itu merupakan dasar kesehatan yang harusnya tetap menjadi kebiasaan masyarakat kita. Nah, melalui pendidikan kita bisa mengenal apa itu kesehatan. Kondisi kesehatan kita juga mempengerahui kecerdasan kita. Anak yang kekurangan Omega 3 dalam tubuhnya akan kesulitan berpikir cepat dan kritis saat dewasa nanti, maka dari itu pemerintah melalui Menteri Kelautan Susi membuat jargon "Ayo makan ikan". Setelah tubuh kita mendapatkan asupan gizi yang baik tentunya kita akan lebih mudah dalam belajar, berpikir, maupun bekerja.

Melalui pendidikan kita belajar berpikir kritis. Berpikir kritis diperlukan dalam segala kegiatan kehidupan. Ayah yang miskin akan berpikir dan bilang, "Ayah tidak mampu untuk membeli itu" ketika sang anak meminta sesuatu dari Ayahnya. Tetapi Ayah yang kaya akan mengatakan, "Bagaimana Ayah bisa mendapatkan itu?". Nah, sebenarnya kaya dan miskin bukan hanya dilihat dari seberapa besar modal (uang) yang kamu punya tetapi dilihat dari pola pikir individunya. Pola pikir kaya akan merealisasikan kekayaan karena kita dituntut berpikir kritis untuk mendapatkan sesuatu yang "sebenarnya" kita anggap tidak mungkin.

Begitu pula dengan pola pikir miskin juga akan merealisasikan kemiskinan, karena pola pikir miskin akan membuat kita malas dan pasrah akan kondisi kehidupan yang kita punya. Ketika kita pasrah dengan kemiskinan yang dihadapi tanpa harus tahu akar permasalahan yang harus diselesaikan, maka kemiskinan akan tetap menghantui tiap jengkal kehidupan kita. Bangkit dan pecahkan zona nyaman bisa membuat gertakan awal menghadapi kemiskinan. Karena usaha keras tanpa usaha cerdas juga akan sia-sia. Usaha keras kita bangun dari niat yang keras namun usaha cerdas dibangun dari berapa lama proses belajar yang telah kita lalui.

Ada hal yang mungkin belum disinggung sama sekali untuk memberantas kemiskinan ialah variasi pekerjaan di Indonesia yang mainstream. Banyak dari masyarakat kita menganggap bekerja ialah duduk di kursi menghadap komputer. Mindset karyawan yang masih banyak diturunkan oleh keluarga membuat pekerjaan di Indonesia kurang bervariasi. Apalagi stigma bahwa orang yang bekerja tanpa "seragam" masih dianggap belum sukses dan hal karier pekerjaan.

Padahal jika kita amati dengan seksama, orang-orang sukses yang kreatif berwirausaha memiliki pendapatan yang bisa jauh melebihi dari pendapatan orang-orang kantor. Jika stigma itu bisa kita ubah, maka tidak mungkin jika anak-anak usia produktif lebih matang dan tahu mengenai potensi yang ada dalam dirinya yang kemudian bisa mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri di masa depan. Berwirausaha juga dapat menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan. Secara tidak langsung orang-orang yang berwirausaha memiliki andil dalam memberantas kemiskinan. Jika kebanyakan masyarakat Indonesia berpikiran berwirausaha merupakan pekerjaan yang menjanjikan, bayangkan berapa banyak lapangan pekerjaan yang dapat membantu masyarakat yang belum bisa memenuhi kebutuhan dasarnya.

Keluarga juga menjadi faktor utama muncul tidaknya kemiskinan. Kenapa? Sebenarnya ada berbagai macam alasan. Pernah dengar bahwa kemiskinan merupakan gen yang diturunkan orangtua kepada anaknya? Ya, alasan itu menurut saya sangat logis karena pola pikir miskin -- pasrah akan keadaan -- juga akan mendarah daging jika tetap diajarkan dalam keluarga. Orangtua saat ini juga harus banyak belajar bagaimana cara memberikan pendidikan yang baik kepada anak. Kata-kata positif juga memengaruhi perkembangan anak saat dewasa kelak.

Membiasakan anak dengan kata-kata positif juga akan menggugah keingintahuannya serta menjadikan anak mempunyai pemikiran "aku pasti bisa". Memutus rantai kemiskinan penting dilakukan di lingkungan keluarga. Keluarga merupakan poros utama dalam membentuk karakteristik anak. Karakteristik yang tangguh dan pantang menyerah akan membuat anak "tahan banting" saat menghadapi kondisi kehidupan yang akan dia hadapi nantinya.

Dua aspek ini -- aspek pendidikan dan aspek kesehatan -- menjadi aspek fundamental sebuah bangsa nantinya untuk mengentaskan kemiskinan. Jika pemerintah berhasil meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan dan kesehatan maka kesejahteraan masyarakat Indonesia tidak menjadi tidak mungkin akan terwujud. Pendidikan bukan hanya apa saja yang diajarkan di sekolah konvensional, pendidikan juga bisa diperoleh dari keluarga, teman, dan lingkungan.

Pendidikan juga bukan bicara soal kemampuan akademik tetapi kita harus tahu tentang kemampuan non-akademik. Hal ini penting karena tiap individu harus mengekspresikan karyanya sesuai dengan kemampuannya. Ketika hal itu terwujud, banyak lapangan pekerjaan yang haus akan karya-karya mereka. Semua lapisan masyarakat dapat bekerja sesuai kemampuan yang mereka punya dan akhirnya mereka dapat mencukupi kebutuhan mereka sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun