Senada dengan Ahmadi, Siska Wulan menyatakan bahwa produk bolu tiwul bebas gulaten telah dihasilkan dari beragam rasa dan kreasi. Selain didistribusikan di Yogyakarta, bolu tiwul bebas gulaten tersebut ternyata menarik minat pecinta kuliner luar pulau. Tidak mengherankan, bolu tiwul bebas gulaten telah menyebar ke Sumatera dan Bali.
Di antara berjejer entrepreneur pegiat UKM sektor kuliner di Jogja Halal Food 2019, terdapat beberapa UKM yang sudah meniti tangga kemapanan. Misalnya, UKM yang dikelola Ibu Retno (50 tahun). Di stand-nya, Bu Retno memperkenalkan produk berupa pie susu, kremes, dan sambel abang. Selain memiliki keunggulan dari cita rasa, produk-produk tersebut memiliki tekstur dan kemasan yang cantik. Tidak mengherankan, banyak pengunjung yang tertarik.
Dalam Jogja Halal Food 2019 terdapat pula UKM yang beru berdiri. Misalnya, Gendhis Jawa yang menghasilkan aneka kuliner Eropa yang populer di Indonesia. Berbeda dengan UKM yang dikelola Ibu Retno, UKM ini masih merangkak dari nol. Entrepreneur muda, Ian (23 tahun) yang menjaga stand, menyatakan bahwa Gendhis Jawa baru berusia satu bulan. Tidak mengherankan, UKM Gendhis Jawa belum mengoptimalkan teknologi digital, belum berencana menembus pasar digital, dan belum memiliki sertifikat halal. Implikasinya, jangkauan distribusi produk masih terbatas dan angka penjualan belum maksimal.  Â
Surga Kuliner
             Â
Para entrepreneur merupakan aset SDM Yogyakarta yang sangat berharga. Di tangan-tangan kreatif mereka berada masa depan ekonomi mandiri Yogyakarta. Usaha mereka layak untuk mendapat apresiasi dan dukungan. Agar mereka bisa mereka bisa memaksimalkan potensi masing-masing, bisa meniti tangga kesuksesan, dan berhasil pula mendirikan perusahaan masing-masing. Dengan demikian, mereka bisa membuka lapangan pekerjaan baru dan berkontribusi dalam mengatasi problem pengangguran di Yogyakarta. Â