Mohon tunggu...
Sukmasih
Sukmasih Mohon Tunggu... Lainnya - Akun Resmi

Menulis berbagai hal dari sudut pandang kajian ilmu komunikasi. Belajar di Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Pemetaan Konflik UU Omnibus Law Cipta Kerja

21 Oktober 2020   21:25 Diperbarui: 23 Oktober 2020   06:24 3066
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mahasiswa yang tergabung dalam BEM Seluruh Indonesia (SI) melakukan aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda Jakarta Pusat, Jumat (16/10/2020). Mereka menolak pengesahan omnibus law Undang-undang Cipta Kerja. (KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

Tercetusnya Omnibus Law  Cipta Kerja memang pada dasarnya untuk menyesuaikan regulasi dengan keadaan dunia yang semakin bergantung pada kapitalisme yang menjelma dalam diri pengusaha-pengusaha.

Keberadaan kapitalisme yang menjelma dalam diri pengusaha-pengusaha ini makin mempertegas garis perbedaan kelas layaknya konsep Marxis. Pemerintah mengejar untung besar dengan cara instan, alhasil pintu penanaman modal asing diusahakan untuk terbuka selebar-lebarnya. Namun, tentu ada persyaratan yang diajukan para pemilik modal kepada pemerintah.

Sederhananya, pemerintah memiliki kebutuhan untuk menambah devisa negara, untuk itu pemerintah menggunakan posisinya sebagai pengendali kekuasaan dan pemangku kebijakan untuk membuat regulasi yang dapat membuka seluas-luasnya pintu masuk perusahaan modal asing.

Apa yang menjadi kepentingan pemerintah dengan membuka pintu masuk bagi perusahaan modal asing?

Pemerintah berdalih bahwa dengan adanya perusahaan modal asing yang masuk ke Indonesia akan menyejahterakan rakyat karena memperluas terbukanya lapangan pekerjaan sehingga dapat mengurangi angka pengangguran dan angka kemiskinan.

Sederhananya, pemerintah memiliki kepentingan untuk menyelenggarakan kehidupan masyarakat yang sejahtera dengan cara instan.

Namun, hal ini mungkin akan sedikit bertentangan dengan konteks pemikiran para kapitalis yang menjelma dalam wujud para pemodal asing. Mereka memiliki prinsip untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya. Itu adalah prinsip mereka, dan kepentingan mereka.

Kebutuhan para pemodal asing ini ternyata bertentangan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia. Pemodal asing cenderung membutuhkan negara yang memiliki upah minimum rendah dan memiliki regulasi yang sederhana sehingga perusahaan mereka dapat mengeksplorasi SDA dan SDM dengan mudah.

Posisi para pemodal asing cukup strategis, mengingat bahwa di masa ekonomi hari ini negara-negara bergantung pada industrialisasi dan penanaman modal asing. Maka pemerintahan suatu negara akan berusaha sedemikian rupa untuk berlomba-lomba menarik investor asing agar tertarik menanamkan modal di negaranya.

Hal yang bersifat kontradiktif justru terlihat dari posisi, kepentingan, dan kebutuhan rakyat. Rakyat memiliki posisi sebagai bagian masyarakat yang menerima dampak dari setiap regulasi yang ditetapkan pemerintah. Tidak terlepas apakah itu dampak positif atau dampak negatif, rakyat menempati posisi yang terkena dampak.

Ini adalah realitas yang harus diterima, meskipun sistem pemerintahan yang diterapkan adalah demokrasi tetapi sering kali itu hanya menjadi teori. Kedaulatan rakyat seolah hanya terletak pada saat di bilik suara. Nilai demokrasi itu pun bisa saja hilang sebelum di bilik suara, yaitu saat serangan fajar terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun