Mohon tunggu...
Sukir Santoso
Sukir Santoso Mohon Tunggu... pensiunan guru yang suka menulis

Peduli pada bidang psikologi, sosiologi, pendidikan, seni, dan budaya. Saya merasa tertarik untuk memahami manusia, bagaimana mereka belajar, serta bagaimana pengalaman budaya dan seni dapat memengaruhi mereka. Saya sangat peduli dengan kesejahteraan sosial dan keadilan, dan mencari cara untuk menerapkan pemahaman tentang psikologi, sosiologi, pendidikan, seni, dan budaya untuk membuat perubahan positif dalam dunia ini.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Ratu Malang

14 Oktober 2025   06:04 Diperbarui: 14 Oktober 2025   06:04 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac


Antaka Pura -- Istana Kematian di Gunung Kelir

Angin malam berhembus lembut di alun-alun Mataram. Gamelan berbunyi lirih, mengiringi pertunjukan wayang gedog yang dipimpin oleh seorang dalang bernama Ki Panjang Mas. Di sampingnya duduk seorang perempuan jelita, Retno Gumilang, yang dikenal masyarakat sebagai Ratu Malang karena kecantikannya yang anggun namun berwajah sendu, seolah menyimpan duka yang tak bertepi.

Malam itu, Raja Amangkurat I hadir di antara para tamu. Tatapan matanya tajam dan berwibawa, namun ketika melihat sosok Retno Gumilang di panggung, pandangannya luluh.
Rembulan di langit seperti berhenti bernafas; seakan ikut menyaksikan pandangan pertama yang akan mengubah segalanya.

 "Siapa perempuan itu?" bisik sang raja kepada patihnya.
"Hamba, Paduka. Ia istri dalang itu---Retno Gumilang namanya," jawab sang patih pelan.
"Retno Gumilang..." gumam raja. "Namanya seindah wajahnya."

Pertunjukan berakhir dengan tepuk tangan panjang. Ki Panjang Mas dan istrinya bersujud di hadapan raja. Namun dari sinar mata sang penguasa, Retno Gumilang menangkap sesuatu---bukan sekadar kekaguman, tapi keinginan yang berbahaya.

 "Dalang Panjang Mas," ucap Amangkurat I lembut tapi tegas, "pertunjukanmu indah. Namun yang lebih memesona adalah sang istri. Serahkan dia pada beta. Ia pantas menjadi penghuni istana Mataram."

Ki Panjang Mas mendongak, wajahnya pucat.

> "Ampun, Gusti... Retno Gumilang adalah istri hamba. Hamba mohon, jangan ambil yang menjadi nyawa hamba sendiri."

Keheningan menegang. Tatapan raja mengeras, menjadi dingin seperti baja.

"Kau menolak perintah raja?"

 "Hamba hanya manusia, Gusti. Tapi cinta hamba kepada Retno Gumilang lebih tinggi dari singgasana mana pun," jawab Ki Panjang Mas dengan suara bergetar namun teguh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun