Lelaki-lelaki itu rata-rata berwajah tampan dan kekar berotot. Lelaki yang menarik hati bagi wanita-wanita galau dan kesepian seperti aku. Untuk menemani minum minuman beralkohol dan ngobrol saja, atau bahkan untuk melampiaskan hasrat. Tidak! Aku masih berpedoman.
Musik orchestra di pub itu memainkan lagu sendu. Kuteguk Tequila Sunrise dengan Lemon Drop di mejaku. Dan kubiarkan kesenduan dan kegalauanku terbawa musik.
Tiba-tiba seseorang mendekatiku. Yah lelaki itu. Lelaki yang selama ini sudah kubuang dari ingatanku. Handoko!
"Kebetulan aku pulang ke Indonesia. Dan aku mampir di pub ini,"katanya.
"Dan aku sejak tadi memperhatikanmu sendirian. Mana Herman?"tanyanya.
Aku menghela napas.
"Panjang ceritanya," jawabku.
Lalu aku meminta Jack Daniel kepada bartender.
"Jangan banyak banyak nanti kau mabuk," Handoko memperingatkan.
Kemudian seperti meluapnya bendungan yang jebol kuceritakan semua kisahku.
"Aku kira engkau sangat bahagia bersama Herman. Ia seorang direktur perusahaan besar yang sangat sukses. Rumahmu yang dibangunnya sangat besar. Kukira Herman dapat memberikan mahligai terindah buatmu."