Kapal ternak merupakan bagian dari Tol Laut yang digagas Presiden Jokowi-JK pada masa kampanye Pilpres 2014 silam. Setahun setelah dilantik kapal Tol Laut diluncurkan pada 4 November 2015. Pemerintah saat itu menugaskan PT PELNI (Persero) menjadi operator. Lima hari kemudian, tepatnya pada 10 November 2015, Presiden Jokowi meresmikan pengoperasian kapal ternak perdana dari Madura ke Tanjung Priok, Jakarta.
Bermodalkan 1 kapal ternak sebagai sarana pilot projec, kapal ternak berhasil mendistribusikan ternak sapi dengan baik. Sebelum ada kapal ternak untuk mendistribusikan sapi antar pulau menggunakan kapal kargo dengan menyekat bagian palka dengan bambu. Sedangkan untuk memuatnya, sapi dimasukkan ke jaring dan atau langsung diangkat berkelompok.
Pemuatan dengan kapal kargo membuat sapi stres  dan bobot berkurang antara 20 hingga 30 %. Sementara dengan kapal khusus ternak bobot sapi hanya turun sekitar 5 % saja. Karena keberhasilan kapal ternak mendistribusikan dengan lancar dan aman, kapal yang dalam operasinya dilengkapi dokter hewan dan kledeng (pengurus ternak di atas kapal) ditambah menjadi 5 kapal, sehingga sejak Juni 2018 kapal ternak sudah menjadi 6 unit.
Pemerintah terus mendorong swasembada pangan khususnya daging sapi nasional agar kebutuhan akan daging sapi di pasar domestik dapat terpenuhi. Berdasarkan kajian Badan Pusat Statistik (BPS), kebutuhan daging sapi nasional 2019 sebesar 2,56 kilogram per kapita per tahun yang artinya total kebutuhan daging sapi adalah 686.270 ton di 2019.
Enam kapal ternak tersebut merupakan bagian dari program penyelenggaraan tol laut yang dioperatori oleh PT. PELNI, PT. ASDP Indonesia ferry dan perusahaan swasta.
Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Kementerian Perhubungan, Capt. Wisnu Handoko menegaskan bahwa sebagai upaya peningkatan distribusi ternak melalui angkutan laut dan pemenuhan kebutuhan daging di wilayah konsumen, Kemenhub menyiapkan 6 (enam) trayek kapal ternak dengan 6 (enam) unit kapal ternak.
Kapal khusus angkutan ternak yang dibangun Kementerian Perhubungan merupakan implementasi Tol Laut, mendukung program pemenuhan ternak dari daerah sentra produksi ternak ke wilayah konsumen.
"Ini tentunya harus dapat dimanfaatkan oleh pengusaha atau pedagang sapi mengingat kapal ternak ini didesign untuk sapi agar sapi yang diangkut akan tiba ditujuan dengan kondisi baik dan segar," ujar Capt. Wisnu.
Dalam rangka efisiensi anggaran belanja Negara, lanjut Capt. Wisnu, untuk perawatan ternak atau kleder pembiayaannya dibebankan kepada masing-masing pemilik ternak.
"Dari sisi operasional teknis lapangan, kleder dari pemilik ternak lebih mengetahui karakteristik ternak yang dimilikinya," imbuhnya.
Lebih lanjut Capt. Wisnu menambahkan, untuk pendataan bobot sapi pada saat pemuatan di pelabuhan asal sampai dengan penurunan ternak di daerah tujuan serta untuk keperluan evaluasi efektifas kapal ternak maka perlu adanya timbangan ternak.
Berdasarkan penelitian yang disampaikan oleh Peternakan Australia saat seminar di IPB bogor disebutkan bahwa ternak yang dibawa oleh kapal Kargo mengalami penyusutan bobot mencapai 20 s.d 30% dan tingkat kematian mencapai 10%, tapi dengan kapal khusus ternak yang disediakan oleh Kemenhub maka tingkat penurunan bobot kurang dari 5% dan tingkat kematiannya sebesar 1%.
"Di kapal ternak juga disiapkan dokter hewan dan perawatnya agar ternaknya tetap sehat hingga sampai tujuan," tambah Capt. Wisnu.
Capt. Wisnu juga meminta agar operator kapal dan shipper untuk menerapkan sistem Infomasi Muatan dan Ruang Kapal (IMRK) agar tidak terjadi monopoli muatan.
Sementara itu, menurut Capt. Wisnu, agar dapat menekan biaya operasi yang sangat tinggi yang dibebankan kepada Negara, perlu adanya pemanfaatan muatan balik bisa berupa produk-produk atau hasil industri dari daerah konsumen ternak ke daerah penghasil ternak.
"Muatan balik yang dapat diangkut oleh kapal ternak adalah muatan yang bersifat tidak terkontaminasi oleh aroma kandang sapi dan tidak merusak kandang sapi itu sendiri dengan penerapan tarif menggunakan tarif komersial berdasarkan harga pasar," pungkasnya.
Sebagai informasi, 6 (enam) kapal ternak bernama KM. Camara Nusantara I s.d VI beroperasi dari pelabuhan pangkal di Kupang, Bima dan Celukan Bawang Bali dengan pelabuhan muat di Kupang, Waingapu, Atapupu, Wini, Bima, Badas, Lembar dan Celukan Bawang.
Adapun pelabuhan tujuan adalah Tanjung Priok, Cirebon, Bengkulu, Balikpapan, Samarinda, Banjarmasin dan Pare-Pare.
Dalam waktu beberapa tahun ke depan, dengan adanya kapal ternak, pemerintah akan mampu mengembangkan sentra-sentra peternakan di pulau-pulau tidak berpenghuni maupun pulau berpendudk yang tersedia pakan rumput berlimpah, sehingga upaya swasembada daging nasional dapat terpenuhi. Dengan demikian Indonesia akan berdaya dan tidak perlu mengimpor sapi potong. Impor mungkin masih perlu dibuka, namun khusus untuk sapi indukan untuk pengembangbiakan ternak. Â ***