Kulturpass tidak hanya memberikan akses terhadap buku dan seni, tetapi juga membangun kebiasaan berpikir kritis, reflektif, dan apresiatif terhadap berbagai bentuk ekspresi budaya.
Namun, agar program ini benar-benar efektif, perlu ada sistem evaluasi yang memastikan bahwa dana yang diberikan digunakan sesuai tujuan.Â
Pemerintah dan pemangku kepentingan budaya harus mengawal implementasi program ini agar benar-benar berdampak pada peningkatan literasi dan apresiasi budaya, bukan sekadar hiburan semata.
Relevansi Kulturpass untuk Indonesia
Indonesia sebagai negara dengan keberagaman budaya yang sangat kaya memiliki potensi besar untuk menerapkan program serupa. Minat baca di Indonesia masih tergolong rendah, dan akses terhadap buku serta kegiatan budaya sering kali terbatas, terutama di daerah pelosok.
Dengan menghadirkan Kartu Budaya atau Paspor Literasi, remaja Indonesia bisa mendapatkan subsidi untuk membeli buku, menghadiri pertunjukan seni, atau mengunjungi situs budaya yang dapat memperkaya wawasan mereka.
Selain itu, program ini dapat membantu memperkuat industri kreatif nasional, termasuk penerbitan buku, seni pertunjukan, dan museum. Dengan meningkatnya konsumsi produk budaya oleh generasi muda, ekosistem literasi dan seni di Indonesia dapat berkembang lebih pesat.
Pemerintah, swasta, dan komunitas literasi perlu bekerja sama untuk mengadaptasi konsep ini sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat Indonesia.
Jika diterapkan dengan baik, program semacam Kulturpass dapat menjadi solusi nyata dalam meningkatkan minat baca dan literasi budaya di Indonesia.
Ini bukan sekadar subsidi, tetapi investasi untuk menciptakan generasi muda yang lebih cerdas, kreatif, dan memiliki apresiasi tinggi terhadap budaya. Sudah saatnya Indonesia mempertimbangkan kebijakan serupa demi masa depan literasi dan kebudayaan yang lebih cerah.Â
Semoga program sejenis Kulturpass bisa diadopsi di Indonesia. Apalagi program ini sejalan dengan hobby Presiden Prabowo yang identik gemar membeli dan membaca buku.