Mohon tunggu...
Achmad Suhawi
Achmad Suhawi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Politisi Pengusaha

MENGUTIP ARTIKEL, Harap Cantumkan Sumbernya....! "It is better to listen to a wise enemy than to seek counsel from a foolish friend." (LEBIH BAIK MENDENGARKAN MUSUH YANG BIJAK DARIPADA MEMINTA NASEHAT DARI TEMAN YANG BODOH)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Senjakala Nasib Ormas sebagai Komponen Cadangan

21 Januari 2021   13:59 Diperbarui: 21 Januari 2021   14:09 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Kedua model kelompok civil society tersebut memiliki begitu banyak perbedaan, mulai dari postur struktur organisasi, keanggotan, ideologi, agenda dan isu, sumber fundrising, sampai standing position dengan pemerintah.

Kehadiran sekaligus keberadaan ormas di Indonesia sesungguhnya bisa dirunut sejak pra kemerdekaan, dimana pada umumnya mengambil peran sebagai agen perubahan pada masa kolonialisme dengan agenda utama memotivasi kesadaran rakyat agar anti penjajahan, sehingga timbul keinginan untuk melepaskan diri dari praktek kolonialisme yang menindas. Oleh sebab itu, banyak sepak terjang organisasi - organisasi yang mengambil model kepanduan, partai, laskar, maupun profesi pada masa pra kemerdekaan mengambil standing position secara diametral dengan pemerintahan Hindia Belanda. Akibatnya, banyak tokoh -tokohnya di tangkap, di buang, bahkan mengalami penghilangan secara paksa.

Berbeda halnya dengan kehadiran serta eksistensi LSM, ia bisa dikaitkan dengan situasi ideologi politik dunia yang sedang mengalami Bipolar antara Liberalisme dibawah panji-panji United State of Amerika (USA) dan Kolektifisme ala Komunisme dibawah skema United State of Soviet (USS) - Republik Rakyat Tiongkok (RRT).

Dalam konteks perang dingin tersebut, kehadiran LSM lebih banyak mempromosikan nilai-nilai individualisme - liberalisme karena memang dimaksudkan untuk melakukan koreksi terhadap kebijakan pemerintah yang otoriter - militeristik dimasa orde baru, sekaligus mengisolasi kemungkinan berkembangnya paham kolektifisme ala komunisme di tanah air. Dan pada saat yang bersamaan, ormas di desain mengambil peran untuk menjadi alat pemerintah dalam memperkuat dominasi kekuasaan sekaligus sarana artikulasi kepentingan nasional dengan kesadaran kritis dari rakyat.

Relasi antara LSM dengan negara yang mengambil pola diametral tersebut dibarengi pula dengan agenda yang mereka usung, dimana secara garis besar cenderung berbeda dengan program pembangunan nasional, bahkan lebih banyak mengoreksi model pembangunan yang dipraktekkan oleh pemerintah. Walaupun kontrol yang dilakukan oleh rezim orde baru terhadap civil society sangat masif, namun sejumlah LSM bisa eksis karena jalinan relasi yang amat kuat dengan lembaga donor yang banyak di backup oleh AS dan sekutunya.

Wajar apabila kemudian sulit membedakan antara agenda civil society yang digerakkan oleh LSM dengan agenda lembaga donor, seperti USAID, UNDB, IMF, TAF, dan lain sebagainya.  Berbagai macam lembaga donor yang menggelontorkan dana kepada sejumlah LSM di tanah air umumnya mengusung isu dan agenda semacam demokratisasi, liberalisme, kesetaraan gender, HAM, Lingkungan, Clean Government and Good Governance. 

Suara LSM merupakan representasi kepentingan lembaga donor yang diatasnamakan rakyat daripada rakyat itu sendiri, apalagi LSM tidak memiliki keanggotaan secara definitif, sehingga klaim atas nama kepentingan publik merupakan propaganda lembaga donor yang mereka suarakan. Lembaga donor merupakan sponsor utama aktivitas dan kegiatan LSM, bahkan berbagai bentuk program yang mereka rencanakan membutuhkan persetujuan atau asistensi dari lembaga donor sebagai penyandang dana. 

Sulit mengharapkan LSM untuk menjadi komponen cadangan, kecuali LSM plat merah, istilah lain bagi LSM yang dibentuk serta difasilitasi oleh pemerintah. Karena LSM secara genetik tidak memiliki desain kesitu, berbeda dengan ormas. Walaupun ormas pada masa orde baru lebih banyak merepresentasikan kepentingan pembangunan nasional atau lebih mengambil peran sebagai katalisator antara kepentingan rakyat dengan pemerintah. Oleh sebab itu, gerakan yang dilakukan oleh ormas dari masa ke masa sebagai civil society memiliki dinamikanya tersendiri.

Ormas pada masa pra kemerdekaan lebih mencerminkan sebagai agen perubahan dengan agenda utama menuju Indonesia merdeka. Sedangkan pada masa orde lama gerakan ormas lebih di dominasi oleh agenda partai politik, karena memang sebagian besar ormas merupakan partai politik atau menjadi underbouw yang dimaksudkan sebagai saluran aspirasi ke salah satu partai. Akibatnya, ketegangan ideologi yang menghinggapi partai - partai politik juga dialami oleh ormas. Lain halnya dengan masa orde baru, ketika ormas lebih banyak menjadi mitra pemerintah karena memang ia di desain untuk menjadi agen pembangunan nasional. Suatu kondisi yang menjadi antiklimaks ketika reformasi dikumandangkan oleh mahasiswa dan rakyat. Akibatnya, ormas menjadi kehilangan kemandiriannya karena negara berlepas tangan dalam program pembinaan, dimana ormas sebagai instrumen pembangunan nasional tidak begitu dibutuhkan lagi. 

Dibandingkan dengan LSM yang mengambil fokus pada satu pokok permasalahan dengan mengandalkan kekuatan data melalui celah keterbukaan informasi dan kebebasan pers, sesungguhnya eksistensi ormas dengan jaringan dan anggotanya sampai ke berbagai pelosok daerah bisa diandalkan sebagai komponen cadangan. Namun, jaringan anggota yang mencapai ribuan, bahkan bisa jutaan tersebut begitu tidak terurus dengan baik maka bisa mengalami disorientasi laksana "Samurai tanpa Tuan."
Nasib Organisasi Kemasyarakatan Sebagai Komponen Cadangan.

Pemerintah baru-baru ini menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 3/2021 sebagai penjabaran pelaksanaan dari UU Nomor 23/2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional. Presiden Joko Widodo menandatangani PP tersebut pada tanggal 12 Januari 2021 dan diundangkan pada tanggal yang sama.
Di pasal 48 disebutkan bahwa Komponen Cadangan terdiri dari warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional. Sedangkan yang dimaksud dengan Komponen Cadangan merupakan sumber daya nasional yang telah disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat kekuatan dan kemampuan Komponen Utama, dalam hal ini ialah Tentara Nasional Indonesia (TNI).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun