Mohon tunggu...
Achmad Suhawi
Achmad Suhawi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Politisi Pengusaha

MENGUTIP ARTIKEL, Harap Cantumkan Sumbernya....! "It is better to listen to a wise enemy than to seek counsel from a foolish friend." (LEBIH BAIK MENDENGARKAN MUSUH YANG BIJAK DARIPADA MEMINTA NASEHAT DARI TEMAN YANG BODOH)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

UMAT ISLAM MERAYAKAN NATAL

27 Desember 2020   22:16 Diperbarui: 25 Desember 2022   21:35 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jadi, karena mengucapkan selamat merayakan hari raya natal tidak sama dengan mengikuti Liturgi hari natal, maka mengucapkan selamat natal seyogyanya tidak bertentangan dengan Tauhid (keyakinan) umat islam dalam menyembah Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan yang tidak beranak, dan Tuhan yang tidak di peranakan.

UCAPAN SELAMAT NATAL SEBAGAI DIALOG ANTARUMAT BERAGAMA

Proses untuk menjadi pemeluk agama dari setiap umat beragama tidak sama. Di tambah dengan proses setiap individu yang satu dengan yang lainnya dalam mendapatkan hidayah boleh jadi juga tidak sama. Sebab tidak semua orang memulai dari suatu proses untuk memahami dengan jelas inti dari ajaran agama yang dianutnya. Hal semacam itu timbul karena beberapa sebab, diantaranya ada banyak orang beragama tetapi tidak mengenal Tuhannya dengan baik, lalai dalam aspek tauhid, sehingga praktek kesehariannya bertolak belakang dari ajaran Tuhan atau agama yang dianutnya.

Selain itu, ada pula yang ber-Tuhan tetapi tidak mengakui eksistensi agama mainstream dengan berbagai alasan dan pertimbangan. Kelompok ini bisa dikatakan sebagai orang yang apatis terhadap agama. Mereka merupakan kumpulan manusia beriman atau Theis yang cenderung tidak puas dengan praktek keagamaan yang lebih mendominasi narasi ketuhanan daripada ajaran Tuhan itu sendiri.

Di Indonesia mereka lebih memilih menjadi kelompok penghayat kepercayaan daripada menganut salah satu agama mainstream yang ada. 

Kelompok lainnya yaitu mereka yang menyangkal Tuhan dan menolak Agama atau lebih dikenal dengan sebutan Atheis. Kelompok ketiga ini bisa dikatakan bahwa secara formal tidak ada di Indonesia, namun dalam praktek keseharian bisa berbeda.

Bahwa tidak semua pemeluk agama pernah melalui dan mengalami proses pencarian guna mendapatkan hidayah dari Allah SWT, karena pada umumnya orang memilih menganut salah satu agama tanpa melalui proses tersebut. Wajar bila kemudian menganut agama sekedar menjadi identitas tanpa proses internalisasi. Memang ada pendapat bahwa ia telah mendapat hidayah atau pencerahan "selama dimasa kandungan" sehingga mewarisi agama orang tuanya. Akan tetapi tidak semua manusia seberuntung itu. Artinya, setiap individu bisa memeluk agama karena dipengaruhi oleh orang tua, keluarga, atau lingkungan sosial lainnya. Jadi tanpa proses pencarian secara rohani, teologis atau perjalanan spriritual dalam rangka mendapatkan hidayah.

Dan pada umumnya, umat beragama di Indonesia menjadi penganut salah satu agama melalui Tularan atau Turunan. Proses dari kedua kelompok itu biasanya mempunyai fanatisme tersendiri. Pemeluk agama secara turunan cenderung lebih fanatik daripada pemeluk agama yang secara tularan. 

Umat (pemeluk) secara tularan ialah mereka yang mendapat hidayah atau pencerahan dari Allah SWT melalui proses pencarian terlebih dahulu, sehingga menjadi penganut / pemeluk dari salah satu agama dengan kesadaran penuh. Lain halnya dengan pemeluk agama yang melalui turunan atau faktor orang tua (turunan). Oleh sebab itu, meskipun penguasaan tentang ilmu agama barangkali bisa dikatakan relatif terbatas, akan tetapi fanatisme dan militansinya tentu berbeda dengan pemeluk agama yang secara turunan. Kelompok ini akan sangat dipengaruhi oleh lingkungannya, utamanya keluarga, pendidikan, dan pergaulan.

Memang, kemudahan bagi setiap individu untuk menjadi pemeluk agama Islam memiliki hikmah dan tantangan tersendiri. Dan sekaligus menjadi penegasan terkait dengan syiar ajaran Islam bahwa hidayah atau pencerahan datangnya dari Allah SWT dan tingkat ke ketaqwaan manusia kepadaNya adalah urusan setiap individu dengan sang pencipta, sedangkan kewajiban Nabi Muhammad SAW, dan tentu saja para pengikutnya, hanyalah mensyiarkan atau sekedar menyebarluaskan kepada umat manusia, sebagaimana firman Allah SWT :


"Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk,” (QS. 28 : 56).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun