Mohon tunggu...
Achmad Suhawi
Achmad Suhawi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Politisi Pengusaha

MENGUTIP ARTIKEL, Harap Cantumkan Sumbernya....! "It is better to listen to a wise enemy than to seek counsel from a foolish friend." (LEBIH BAIK MENDENGARKAN MUSUH YANG BIJAK DARIPADA MEMINTA NASEHAT DARI TEMAN YANG BODOH)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

UMAT ISLAM MERAYAKAN NATAL

27 Desember 2020   22:16 Diperbarui: 25 Desember 2022   21:35 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Polemik mengucapkan selamat merayakan Hari Natal kepada pemeluk agama Kristen / Katolik di Indonesia seringkali menuai pro kontra dari tahun ke tahun. Ada yang menggunakan pendekatan Tauhid (hablum minallah) tetapi ada pula yang lebih melihat dengan pendekatan masalah sosial kemanusiaan (hablum minannas) sebagai dasar argumentasinya.

Hablum Minnallah ialah hubungan manusia dengan Allah SWT yang tidak bisa lagi dikompromikan, tidak boleh di usik oleh siapapun karena terkait dengan esensi agama itu sendiri. Sedangkan Hablum Minannas merupakan hubungan horisontal antara manusia dengan manusia yang lain, termasuk relasi manusia dengan kemanusiannya.

Sebagai relasi sesama manusia ia meliputi berbagai aspek seperti keyakinan, agenda, syiar, nilai-nilai, norma, dan termasuk kepentingan dari setiap individu. Oleh sebab itu, membuka cakrawala hablum minannas tidak bisa hanya dari satu dimensi atau satu sisi saja.

Sebab, pada sisi mana seseorang berpijak, pada ruang dan waktu kapan, serta dengan tingkat pemahaman seperti apa dari masing -masing individu bisa sangat mempengaruhi persepsi dan kesadaran pada setiap individu tersebut. Dan Islam menilai suatu tindakan seseorang dari niatnya, Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Arbain, menukil suatu hadist tentang keutamaan Niat,

"Bahwasanya segala perbuatan itu bergantung pada niat. Dan sesungguhnya bagi tiap-tiap orang ada (sesuatu) yang dia niatkan. Maka, barangsiapa yang hijrahnya kepada (karena) Allah dan RasulNya, maka hijrahnya kepada Allah dan RasulNya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena ingin mendapatkan dunia atau mengawini wanita, maka hijrahnya ke arah sesuatu yang ditujunya."

Namun, dalam konteks relasi kehidupan manusia, suatu niat adakalanya tidak mudah dipahami oleh manusia yang lain. Niat baik akan selalu di ikuti dengan suatu pertanyaan retoris : niat baik anda untuk siapa? Sehingga niat dalam konteks umat Islam selalu memiliki aspek tauhid dan praktis.

Aspek tauhid karena suatu niat dari setiap individu hanya individu bersangkutan dengan Allah SWT saja yang mengetahui. Sedangkan niat dalam aspek praktis merupakan relasi sesama manusia yang adakalanya disertai prasangka. Islam menjaga keseimbangan antara keduanya yaitu hablum minallah sebagai relasi vertikal antara manusia dengan Tuhannya, dan relasi hablum minannas sebagai relasi horisontal antara sesama manusia tanpa membedakan SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan) tetapi lebih sebagai anak cucu Adam AS sekaligus anak cucu umat nabi Nuh AS, dan Makhluk ciptaanNya.

MENGUCAPKAN SELAMAT NATAL DALAM TINJAUAN TAUHID


Mengucapkan Selamat Natal bagi sebagian umat Islam ada yang menempatkan bahwa tindakan itu merupakan praktek Tauhid. Jadi jangan heran apabila kemudian ada sebagian orang Islam yang menentang atau mengharamkan tindakan mengucapkan selamat natal. Orang Islam yang menentang untuk mengucapkan selamat Natal kepada umat Nasrani (Kristen / Katolik) berpegang kepada QS  112 : 3-4 yang berbunyi :

"(Allah) tidak beranak dan tidak pula di peranakan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia."

Alasan lain ialah bahwa Trinitas berbeda dengan agama wahyu yang menganut monoteis, melainkan politeis. Pemahaman bahwa Trinitas sebagai praktek politeis kemudian diikuti dengan kesadaran bahwa praktek keagamaan umat nasrani bukan lagi sebagai Ahli Kitab. Sehingga mengucapkan Selamat Natal di nilai sama dengan menyetujui praktek polities. Sementara Allah SWT telah memberikan penyangkalan atas praktek Trinitas dari sebagian Ahli Kitab sebagaimana dimaksud dalam QS. 4: 171 berikut : 


"Wahai Ahli Kitab! Janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sungguh, Al-Masih Isa putra Maryam itu adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimatNya yang disampaikan kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dariNya. Maka berimanlah kepada Allah dan rasul-rasulNya dan janganlah kamu mengatakan, (Tuhan itu) tiga, berhentilah. (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Mahasuci Dia dari (anggapan) mempunyai anak. MilikNya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan cukuplah Allah sebagai pelindung."

Jadi mereka berpendapat bahwa mengucapkan SELAMAT NATAL merupakan bentuk pengakuan bahwa Tuhan bersifat Trinitas (Tuhan Bapak / Ayah, Putra / Anak, dan Roh Kudus). Akibatnya, perbuatan memberikan ucapan selamat natal dipandang sebagai suatu sikap Musryik atau menyekutukan Allah SWT, sehingga orang yang mengucapkan selamat natal dikelompokan sebagai orang Kafir atau keluar dari Islam. 

Suatu tuduhan yang sangat keji, bahkan pendekatan tersebut lebih mirip dengan perilaku yang sering dipraktekan oleh kelompok Khawarij kepada orang Islam yang tidak sejalan dengan mereka. Praktek khawarij ini sangat berbahaya bagi umat Islam dan relasi kebangsaan di Indonesia karena dapat menimbulkan segregasi atas dasar fanatisme keyakinan kelompok.

Kelompok khawarij awal mulanya dari seseorang yang bernama Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim, orang ini menuduh Rasulullah berlaku tidak adil dalam pembagian harta rampasan perang, ucapannya membuat Umar bin Khattab atau Khalid bin Walid hendak memenggal lehernya, akan tetapi dicegah oleh Nabi Muhammad SAW.

Perilaku khas dari kelompok Khawarij diantaranya suka mengkafirkan umat Islam yang tidak sejalan dengan mereka, bahkan tidak segan untuk memberontak kepada pemerintahan kaum muslimin sekalipun, termasuk menghalalkan darah dan harta kaum muslimin, padahal se-iman.

Dan perlu diingat bahwa Republik Indonesia merupakan negara bangsa yang sangat heterogen, bukan saja dari segi agama, etnis dan adat kebiasaan yang juga sangat beragam. Interpretasi terhadap kitab suci masing- masing pun bisa beragam, bahkan perbedaan interpretasi dapat menjelma menjadi sekte - sekte, kelompok - kelompok, dan mazhab yang saling berbeda dalam sudut pandang keyakinan dan ritual keagamaan.

Wajar saja apabila kemudian ada kelompok yang berbeda pandangan, bahkan bisa bertolak belakang, antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain, termasuk soal pengucapan selamat natal dari umat Islam kepada umat Kristen.

Padahal mengucapkan Selamat Natal bagi mayoritas umat Islam di Indonesia tidak sama dengan pengakuan secara tauhid, mengakui Al-Masih sebagai Tuhan. Akan tetapi lebih kepada Hablum Minannas atau hubungan sebagai sesama manusia. Ingat, bahwa untuk melakukan pengakuan secara tauhid di setiap agama memiliki tata caranya tersendiri. Maksudnya, bila hendak mengakui bahwa Nabi Isa AS atau Al-Masih AS atau Jesus sebagai Tuhan, maka individu tersebut layak di Baptis. Orang yang meyakini Trinitas selayaknya pandangan Nasrani sudah seharusnya di Baptis. Di samping dilakukan pembaptisan maka perlu dilakukan pencatatan secara administratif, bahkan bagi umat Katolik pencatatan itu sampai dilakukan di Vatikan di Roma.

Proses itu tentu berbeda dengan tata cara menjadi penganut agama Islam yang prosesnya barangkali jauh lebih mudah daripada menjadi anggota ormas atau partai politik di Indonesia.

Untuk menjadi pemeluk agama Islam memang relatif mudah, murah dan sederhana, yakni hanya dengan cara mengikrarkan dua kalimat syahadat atau meyakini keESAan Allah SWT dan kerasullan Nabi Muhammad SAW sebagai langkah utama, tanpa perlu ada proses berbelit dan ritual rumit. 

Kemudahan pengucapan dua kalimat syahadat tersebut tidak otomatis sebangun dengan pengucapan selamat natal. Bahwa mengucapkan dua kalimat Syahadat hanyalah pengucapan, demikian halnya dengan ucapan selamat natal yang juga sekedar ucapan.

Simplifikasi semacam ini bisa menyesatkan, karena kemudahan seseorang untuk menjadi  Mualaf, kemudian diasosiasikan sama di setiap agama, apalagi bagi umat Islam yang belum bisa membedakan mana budaya, mana tata cara peribadatan (liturgi), dan mana pesta perayaan di agama lain.

Bahkan, boleh jadi dengan agamanya sendiri juga tidak begitu memahami. Sehingga gampang di provokasi untuk membangun sentimen primordial yang dapat mengganggu ukhuwah Islamiyah (saudara seiman) dan ukhuwah Watoniah (saudara sebangsa) yang seharusnya dijaga dan dirawat bersama. Oleh sebab itu, memberikan pemahaman yang utuh sekaligus menghindarkan diri dari prasangka membutuhkan keuletan sekaligus kesabaran.

Sebab itu, menarasikan pengucapan selamat natal sebagai praktek tauhid merupakan asumsi yang dinarasikan ke publik sebagai bagian dari upaya membangun fanatisme, ekstrimisme, dan eksklusifisme yang dapat menimbulkan segregasi ditengah-tengah umat Islam, bangsa dan negara. Tentu hal itu tidak sejalan dengan firman Allah SWT, berikut ini :


"Dan janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara yang baik, kecuali diantara orang-orang yang dzalim diantara mereka, dan katakanlah, kami telah beriman kepada yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhan mu satu; Dan hanya kepadaNya kami berserah diri." (QS. 29:46)

Sementara rangkaian perayaan Natal tidak ubahnya dengan Hari Raya pada umat Islam, ia memiliki acara liturgi (peribadatan) semacam sholat Ied yaitu rangkaian Misa, dimana hanya pemeluk agama Nasrani atau Kristen yang bisa mengikuti. Selebihnya adalah perayaan yang bisa dilakukan dengan cara saling berkunjung, makan atau menikmati libur bersama dengan mudik ke kampung halaman masing -masing.

Hal ini sifatnya adalah habblum minannas atau hubungan horisontal sesama manusia, jadi bisa saja terbuka untuk umum, kecuali memakan makanan yang diharamkan oleh ajaran Islam semacam memakan Babi beserta jenis makanan (olahan) atau turunan yang berasal dari jenis makanan tersebut.

Jadi perayaan natal memiliki dua aspek yaitu praktek Liturgi atau peribadatan yang berkaitan erat dengan masalah akidah masing-masing agama dan praktek sosial yang memungkinkan untuk dijalani bersama sebagai sesama manusia beragama.

Artinya, manusia beragama tidak boleh tuna sosial. Dan mengucapkan selamat merayakan hari natal merupakan praktek sosial sebagai sesama manusia. Sebab, Misa Natal sebagai Liturgi Natal bersifat sakral dan biasanya hanya dilakukan di Greja. Istilah Liturgi berasal dari bahasa Yunani, leitourgia artinya kerja bersama yang mengandung makna peribadatan kepada Allah dan pelaksanaan kasih. Istilah liturgi lebih banyak digunakan dalam tradisi Nasrani (Kristen dan Katolik). Liturgi ini sama dengan syarat dan rukun sholat bagi umat islam, baik pada sholat hari-hari raya maupun sholat Jum'at dan sholat lima waktu yang dilakukan setiap hari. Sehingga memberi atau menerima ucapan selamat natal berada diluar liturgi natal.

Narasi bahwa mengucapkan selamat natal identik dengan praktek mencampur adukan keyakinan (tauhid) sebagaimana dikhawatirkan oleh sebagian orang adalah pandangan kurang tepat dalam memahami surat Al Kafirun (QS.109). Pemahaman secara hitam putih tanpa memperhatikan konteks diturunkannya surat tersebut bisa membuat umat islam tuna sosial. Surat Al Kafirun tersebut berbunyi :

"Katakanlah (Muhammad), Wahai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku."

Perlu diketahui bahwa surat Al-Kafirun diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai jawaban tegas dari Allah SWT atas ajakan kaum Kafir Quraisy - Mekkah untuk berkompromi. Kaum Kafir Quraisy pada waktu itu menawarkan kepada Nabi Muhammad SAW agar menyembah apa yang mereka sembah selama setahun penuh dan sebagai balasannya mereka pun akan menyembah apa yang nabi Muhammad SAW sembah. Artinya terjadi pembauran secara mutlak dala

Jadi, karena mengucapkan selamat merayakan hari raya natal tidak sama dengan mengikuti Liturgi hari natal, maka mengucapkan selamat natal seyogyanya tidak bertentangan dengan Tauhid (keyakinan) umat islam dalam menyembah Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan yang tidak beranak, dan Tuhan yang tidak di peranakan.

UCAPAN SELAMAT NATAL SEBAGAI DIALOG ANTARUMAT BERAGAMA

Proses untuk menjadi pemeluk agama dari setiap umat beragama tidak sama. Di tambah dengan proses setiap individu yang satu dengan yang lainnya dalam mendapatkan hidayah boleh jadi juga tidak sama. Sebab tidak semua orang memulai dari suatu proses untuk memahami dengan jelas inti dari ajaran agama yang dianutnya. Hal semacam itu timbul karena beberapa sebab, diantaranya ada banyak orang beragama tetapi tidak mengenal Tuhannya dengan baik, lalai dalam aspek tauhid, sehingga praktek kesehariannya bertolak belakang dari ajaran Tuhan atau agama yang dianutnya.

Selain itu, ada pula yang ber-Tuhan tetapi tidak mengakui eksistensi agama mainstream dengan berbagai alasan dan pertimbangan. Kelompok ini bisa dikatakan sebagai orang yang apatis terhadap agama. Mereka merupakan kumpulan manusia beriman atau Theis yang cenderung tidak puas dengan praktek keagamaan yang lebih mendominasi narasi ketuhanan daripada ajaran Tuhan itu sendiri.

Di Indonesia mereka lebih memilih menjadi kelompok penghayat kepercayaan daripada menganut salah satu agama mainstream yang ada. 

Kelompok lainnya yaitu mereka yang menyangkal Tuhan dan menolak Agama atau lebih dikenal dengan sebutan Atheis. Kelompok ketiga ini bisa dikatakan bahwa secara formal tidak ada di Indonesia, namun dalam praktek keseharian bisa berbeda.

Bahwa tidak semua pemeluk agama pernah melalui dan mengalami proses pencarian guna mendapatkan hidayah dari Allah SWT, karena pada umumnya orang memilih menganut salah satu agama tanpa melalui proses tersebut. Wajar bila kemudian menganut agama sekedar menjadi identitas tanpa proses internalisasi. Memang ada pendapat bahwa ia telah mendapat hidayah atau pencerahan "selama dimasa kandungan" sehingga mewarisi agama orang tuanya. Akan tetapi tidak semua manusia seberuntung itu. Artinya, setiap individu bisa memeluk agama karena dipengaruhi oleh orang tua, keluarga, atau lingkungan sosial lainnya. Jadi tanpa proses pencarian secara rohani, teologis atau perjalanan spriritual dalam rangka mendapatkan hidayah.

Dan pada umumnya, umat beragama di Indonesia menjadi penganut salah satu agama melalui Tularan atau Turunan. Proses dari kedua kelompok itu biasanya mempunyai fanatisme tersendiri. Pemeluk agama secara turunan cenderung lebih fanatik daripada pemeluk agama yang secara tularan. 

Umat (pemeluk) secara tularan ialah mereka yang mendapat hidayah atau pencerahan dari Allah SWT melalui proses pencarian terlebih dahulu, sehingga menjadi penganut / pemeluk dari salah satu agama dengan kesadaran penuh. Lain halnya dengan pemeluk agama yang melalui turunan atau faktor orang tua (turunan). Oleh sebab itu, meskipun penguasaan tentang ilmu agama barangkali bisa dikatakan relatif terbatas, akan tetapi fanatisme dan militansinya tentu berbeda dengan pemeluk agama yang secara turunan. Kelompok ini akan sangat dipengaruhi oleh lingkungannya, utamanya keluarga, pendidikan, dan pergaulan.

Memang, kemudahan bagi setiap individu untuk menjadi pemeluk agama Islam memiliki hikmah dan tantangan tersendiri. Dan sekaligus menjadi penegasan terkait dengan syiar ajaran Islam bahwa hidayah atau pencerahan datangnya dari Allah SWT dan tingkat ke ketaqwaan manusia kepadaNya adalah urusan setiap individu dengan sang pencipta, sedangkan kewajiban Nabi Muhammad SAW, dan tentu saja para pengikutnya, hanyalah mensyiarkan atau sekedar menyebarluaskan kepada umat manusia, sebagaimana firman Allah SWT :


"Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk,” (QS. 28 : 56).

Jadi, adalah hak Allah SWT untuk memberikan hidayah kepada makhluknya, demikian pula, menjadi hak Allah untuk memurtadkan umatnya, sedangkan kewajiban sesama umat manusia adalah menjaga hubungan sebagai sesama anak cucu nabi Adam AS dan Umat Nabi Nuh AS selama di bumi Allah SWT. Artinya, tidak boleh ada paksaan terkait keyakinan kepada Allah SWT dalam ajaran Islam, karena kewajiban manusia sebagai mahkluk Allah hanya sebatas melakukan amar makruf nahi mungkar.

Prasyarat dalam melakukan amar makruf nahi mungkar yaitu dengan jalan kebajikan, memanusiakan manusia, simpati dan empati. Walaubagaimanapun, perbedaan itu adalah fitrah manusia sekaligus rahmat dari Allah SWT.

Jadi, mengucapkan selamat merayakan natal perlu dimaknai sebagai rangkaian dialog, komunikasi, silaturahim dan menjaga ukhuwah sekaligus empati kepada sesama makhluk ciptaan Tuhan yang sedang mensyukuri nikmatNya. Dan hal itu menjadi syiar dalam melakukan amar makruf nahi mungkar. Sebab, dengan intensitas dialog, maka kecurigaan, prasangka, distorsi komunikasi dapat dikurangi, mengingat tidak semua pemeluk agama sempat membaca kitab sucinya masing-masing. Meskipun sempat membaca belum tentu memiliki kesempatan untuk mempelajari kitab sucinya dengan baik, dan kalaupun sudah mempelajari kitab sucinya belum tentu memiliki pemahaman yang baik pula.

Artinya, kesenjangan pengetahuan dan pemahaman sangat mungkin terjadi diantara sesama umat beragama dan antarpemeluk agama. Sehingga dialog yang intens, konstruktif, serta saling mencerahkan bisa menjadi jembatan untuk membangun saling pengertian dalam rangka menciptakan harmoni, kedamaian dan toleransi sebagaimana sabda Rasulallah Muhammad SAW  :


"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Kemudian, maka hendaklah berkata baik atau diam saja. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Kemudian hendaklah menghormati tetangganya. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Kemudian, maka hendaklah menghormati tamunya." (HR. Bukhari dan Muslim).

Dari hadist tersebut di atas sangat jelas bahwa Islam mengutamakan silaturahim dengan sesama manusia tanpa perlu menilai latarbelakang keyakinan dan pemahamannya. Dan mengucapkan selamat atas perayaan keagamaan umat lain merupakan praktek keimanan kepada Allah dan hari Kemudian dalam rangka menjaga ukhuwah sebagaimana Islam menganjurkan untuk melakukan hal itu.


MERAYAKAN NATAL DALAM TINJAUAN FIQIH


Islam sebagai agama Samawi atau agama Wahyu, ajarannya berpedoman kepada firman Allah dan Hadist Nabi Muhammad SAW. Sehingga tata nilai dan tata moral kehidupan umat Islam selalu mengacu kepada Al Quran sebagai kitab suci dan Al Hadist sebagai panduan praktis. Dua sumber utama ajaran Islam adalah kedua hal tersebut. Namun karena keterbatasan manusia untuk memahami kandungan Al Qur'an dan Hadist, maka ada kaidah yang memberi ruang untuk melakukan Ijmak, Ijtihad, dan Qias sebagai sarana untuk memahami firman Allah SWT dalam merumuskan kaidah hukum

Ruang tersebut diatas sekaligus menunjukan bahwa hukum-hukum Islam merupakan konsepsi yang hidup, jauh dari kejumudan serta dapat beradaptasi dengan kemajuan zaman  dan peradaban.

Ijmak adalah kesepakatan para ulama untuk menetapkan suatu hukum agama dalam suatu permasalahan yang terjadi berdasarkan Al Qur'an dan Hadist. Sedangkan Ijtihad adalah sebuah usaha -- yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu -- untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Qur'an maupun Hadist, sepanjang menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang. Adapun Qias adalah penetapan suatu hukum yang belum ada pada masa - masa sebelumnya, namun memiliki kesamaan dalam hal : sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama.

Jumhur ulama sebenarnya membagi hukum islam kedalam dua kelompok yaitu Taklifi dan Wadh'i. Perlu diketahui bahwa Jumhur Ulama ialah para pakar hukum Islam yang bisa dipertanggung jawabkan ke mujtahidan-nya karena merupakan ulama yang jujur dan tidak pernah berdusta serta menguasai bidangnya masing-masing. Adapun hukum Taklifi adalah hukum syar'i yang mengandung pilihan antara dikerjakan atau ditinggalkan. Dimana para ulama fiqh membagi hukum taklifi menjadi 5 bagian atau dinamakan al-ahkam al-khomsah, yaitu: wajib, haram, sunnah, makruh, dan mubah. Sedangkan hukum Wadh'i merupakan hukum yang berkaitan dengan dua hal, yaitu sebab yang disebabkan. Dan hukum wadh'i sendiri dibagi menjadi tiga macam yakni : Sebab, Syarat, Mani' (penghalang).

Merujuk kepada pendekatan fiqih tersebut di atas, sesungguhnya dasar memberikan hukum tentang mengucapkan selamat merayakan hari natal kepada umat Kristen merupakan Ijtihad yang boleh dilakukan oleh setiap umat muslim sepanjang memenuhi syarat dimana produk hukumnya masuk dalam kelompok Wadh'i bukan Takfili.

Dengan demikian maka memberi ucapan selamat Natal tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Dan perlu penulis tambahkan bahwa umat islam sering berpolemik terkait dengan hukum mengucapkan selamat natal dan paskah. Dan tentu saja, perlakuan yang serupa kepada perayaan hari raya umat lain selain Nasrani pun terjadi. Namun mengucapkan selamat Natal menjadi sangat spesial karena Jesus atau Isa Al Masih atau nabi Isa AS merupakan sosok Nabi dan Rasul yang sangat penting dalam Islam. Bahkan Al Qur'an menyebutkan kisah Isa dengan sangat detail, mulai dari keluarga Imron, kelahiran sampai diangkat dan diturunkannya kembali ke dunia, termasuk mukjizat dan kenabiannya. Artinya mengimani kenabian dan kerasulan Nabi Isa AS merupakan bagian kewajiban bagi umat Islam.

Sebab umat Islam wajib mengimani Nabi dan Rasul, diantaranya ialah nabi Isa AS. Kedudukan Nabi Isa AS mendapat tempat tersendiri bagi umat Islam karena ia dinubuatkan untuk kembali ke dunia pada masa akhir zaman untuk meneruskan syariat Nabi Muhammad SAW.

Umat Islam wajib mengimani 25 orang Nabi dan Rasul. Artinya umat Islam juga harus menghormati, memuliakannya serta mengagungkan seluruh nabi dan rasulallah tersebut tanpa terkecuali. Dan apabila merujuk kepada firman Allah dalam Al Quran surat Maryam ayat 33, maka umat Islam wajib dan memiliki hak yang sama untuk merayakan hari kelahiran (Natal) dan Hari Kematian (Paskah) Nabi Isa Alaihissalam. Sebab, penyebutan nabi Isa bagi umat islam merujuk kepada sosok.yang sama dengan Roh Kudus pada umat Kristen. Dan Allah SWT melalui firmannya menyampaikan doa nabi Isa sebagai berikut :

'Dan keselamatan semoga dilimpahkan kepadaku (Isa AS), pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali” (QS. 19: 33).


Artinya, perayaan Natal dan Paskah yang dilakukan oleh umat Nasrani bagi umat Islam sejatinya perlu dipahami sebagai terkabulnya doa Nabi Isa AS atau Jesus Alaihissalam yang dipanjatkan kepada Allah SWT. Nabi Isa AS sebagai salah satu Nabi dan Rasul yang diutus oleh Allah dengan membawa syariat sekaligus mukjizat. Bahkan nabi Isa AS termasuk 4 (empat) nabi dan rasul yang diberikan kitab suci. Islam mengenal 4 Kitab Suci Allah yaitu Musa AS dengan kitab Taurat, Daud AS dengan kitab Zabur, Isa AS dengan kitab Injil, dan Nabi Muhammad SAW dengan Al Qur'an. Dan umat Islam mengakui dan mengimani semua itu, baik kenabian dan kerasulan mereka termasuk mukjizat-mukjizatnya. 

Nabi Muhammad SAW memang memiliki tempat yang lebih spesial di hati umat Islam, demikian pula dengan Nabi-nabi yang lain bagi umatnya masing-masing, sebab :

"Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya." (QS. 33:56)

Jadi mengucapkan selamat merayakan Natal sesungguhnya bagian dari mengucapkan salam kepada Nabi Isa, sehingga tidak bertentangan dengan syariat Islam, apalagi hal itu dilakukan dalam rangka merayakan kelahiran (maulid) Nabi Isa. Bahkan lebih baik dianjurkan, sebab, selain memenuhi tuntunan Al Quran juga bagian dari syiar maulid nabi, sekaligus menjaga relasi sebagai sesama penganut umat beragama. 

Memberikan penghormatan kepada semua Nabi dan Rasul merupakan printah Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW, sekaligus untuk menghindarkan diri dari pengkultusan kepada salah seorang Nabi saja. Sebab, Rasulallah Muhammad melarang kecintaan kepada baginda nabi dengan cara yang berlebihan, apalagi bila sampai menjadi pemujaan yang mengalahkan kecintaannya kepada Allah SWT, sebagaimana hadist berikut :


"Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku, sebagaimana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan memuji Isa putra Maryam. Aku hanyalah hamba-Nya. Maka katakanlah, Abdullaah wa Rasuuluhu (hamba Allah dan Rasul-Nya)." (HR. Al-Bukhari).

Dengan demikian, melakukan perayaan terhadap kelahiran nabi dan rasul merupakan bagian dari menghindarkan diri dari pengkultusan individu sebagaimana hadist di atas. Artinya, umat Islam memandang bahwa kedudukan para nabi dan rasul itu adalah sama, sehingga bisa juga diperingati dan dirayakan oleh umat Islam sebagaimana Maulid Nabi Muhammad SAW.  

***wallahu a'lam bissawab***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun