Mohon tunggu...
SUHANDOKO
SUHANDOKO Mohon Tunggu... Wiraswata

Suka makan enak, jalan-jalan, baca dan nulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional: Solusi atau Sekedar Simbol Baru?

5 September 2025   11:20 Diperbarui: 5 September 2025   11:20 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Demonstrasi Buruh (Sumber: Hasil Olahan AI Grok)

Korupsi menjadi penghambat besar. Transparency International dalam laporan 2024 mencatat Indeks Persepsi Korupsi Indonesia berada di angka 34/100, menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Angka ini menunjukkan masih masifnya praktik korupsi di berbagai lini. Korupsi dan pungutan liar secara langsung menggerogoti dana publik yang seharusnya digunakan untuk perlindungan sosial dan kesejahteraan buruh.

BPS pada Agustus 2024 mencatat jumlah angkatan kerja Indonesia mencapai 147,7 juta orang, dengan tingkat pengangguran terbuka masih berada di 4,8 persen atau sekitar 7,1 juta orang. Dari sisi upah, rata-rata upah buruh nasional hanya sekitar Rp3,3 juta per bulan. Angka ini jauh di bawah kebutuhan hidup layak di banyak kota besar. Bahkan menurut laporan Bank Dunia, sekitar 27 juta pekerja Indonesia masih berada dalam kategori rentan miskin karena upahnya hanya sedikit di atas garis kemiskinan.

Masalah ketenagakerjaan juga tidak bisa dipisahkan dari sistem hukum yang lemah. Banyak pelanggaran hak buruh yang dibiarkan tanpa sanksi tegas. Misalnya, perusahaan yang menahan upah, mempekerjakan dengan kontrak berkepanjangan, atau tidak membayar jaminan sosial sering kali hanya mendapat teguran administratif. Buruh pun semakin tidak terlindungi karena penegakan hukum lebih condong membela kepentingan modal.

Belajar dari Negara Lain

Banyak negara dapat dijadikan rujukan bagaimana masalah buruh bisa ditangani tanpa harus terus menambah lembaga baru. Negara-negara Skandinavia seperti Swedia, Norwegia, dan Denmark, misalnya, berhasil menciptakan kesejahteraan buruh melalui kombinasi tata kelola pemerintahan yang bersih, perlindungan sosial yang kuat, dan regulasi ketenagakerjaan yang tegas serta konsisten.

Di Jerman, buruh bahkan memiliki peran signifikan dalam works council, yaitu dewan pekerja yang langsung terlibat dalam pengambilan keputusan perusahaan. Sistem ini memungkinkan buruh ikut menentukan arah kebijakan perusahaan sehingga suara mereka tidak terpinggirkan. Model seperti ini membuktikan bahwa kesejahteraan pekerja lebih ditentukan oleh keberanian negara menata ulang relasi kuasa, bukan sekadar menambah lembaga di atas kertas.

Solusi Substansial: Reformasi Sistem, Bukan Tambah Lembaga

Jika pemerintah sungguh-sungguh ingin meningkatkan kesejahteraan buruh, maka solusinya tidak boleh berhenti pada pembentukan Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional. Langkah yang diperlukan jauh lebih mendasar.

Pertama, pemerintah harus berani melakukan pemberantasan korupsi dan pungutan liar di semua lini. Dana publik yang selama ini bocor akibat korupsi seharusnya bisa dialokasikan untuk memperkuat perlindungan sosial buruh, mulai dari kesehatan, pensiun, hingga perumahan. Tanpa komitmen melawan korupsi, setiap program kesejahteraan hanya akan berakhir pada kebocoran anggaran.

Kedua, negara perlu memutus praktik kongkalikong dengan oligarki. Selama kepentingan pemilik modal besar masih menjadi penentu arah kebijakan, buruh akan terus menjadi pihak yang dikorbankan. Regulasi harus dirancang dengan prinsip keberpihakan pada pekerja dan masyarakat luas, bukan semata-mata untuk menarik investasi.

Ketiga, penguatan serikat buruh independen harus menjadi prioritas. Selama ini serikat buruh sering dilemahkan, baik melalui regulasi maupun kooptasi politik. Padahal, di banyak negara, serikat buruh adalah kekuatan penyeimbang yang mampu memperjuangkan hak pekerja secara kolektif. Dengan serikat yang kuat dan independen, buruh memiliki daya tawar yang lebih setara dalam hubungan industrial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun