Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

(Dongeng) Makan Siang Pak Har

24 Maret 2020   17:40 Diperbarui: 24 Maret 2020   17:50 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ular piton di dahan pohon/snopes.com

Di tengah hutan Pipi si anak ular piton sedang beristirahat. Badan si anak ular itu gemuk, terlebih pada bagian perut. Ada benjolan mirip buntalan besar. Beban itu yang membuatnya tidak banyak bergerak.

Pagi, siang dan malam Pipi tergolek di bawah pohon beringin tua saja. Bahkan kala hujan deras, dan siang yang panas. Ia tidak bersembunyi di lubangnya yang besar di dasar tebing jauh di sana. Beruntung daun-daun berjatuhan membuat lantai hutan kering dan dingin.

"Apa yang kamu tunggu di situ, Pipi. Pulanglah. Mungkin ibumu sedang mencari-carimu. . . !" ujar seekor kelinci tua dengan perasaan kasihan.

"Aku tersesat. Aku lupa jalan pulang. . . . !" jawab Pipi berbohong. "Ini pertama kali aku keluar rumah. Mungkin terlalu jauh aku bermain sehingga tersesat sampai di sini. . . . !"

Kelinci mendekat. Beberapa hewan lain berdatangan, yaitu ayam hutan, kucing, burung kakatua, dan monyet. Ayam hutan bisa terbang dari pohon ke pohon dengan bulu warna-warni menyerupai burung. Ia tertarik mendengar pembicaraan anak ular piton dengan kelinci tua.

Sementara kucing dan burung kakaktua datang kemudian setelah mendengar teriakan ayam hutan yang melengking. Teriakan seperti mengundang sesama penghuni hutan untuk berkumpul.

Keempat satwa itu mendekati Pipi si anak ular piton di atas tumpukan dedaunan yang mengering di dasar hutan.

"Tapi apa yang kamu simpan di perutmu itu?" tanya kucing dengan sangat heran. "Bukankah benda itu yang membuatmu tidak mampu bergerak?"

Tentu saja Pipi si anak piton harus berbohong lagi. Isi perut itu tak lain seekor anak kambing yang tiga hari lalu ditelannya bulat-bulat. Namun ia menceritakannya dengan cara lain.

 "Ya ya, itu bukan salahku. Seekor anak kambing menemuiku. Ia merasa ketakutan dikejar-kejar Pak Har harimau. Ia minta perlindungan padaku. . . . .!"

"Lalu?" tanya burung kakaktua dengan panasaran.

"Aku menyuruhnya bersembunyi di dalam perutku!"

"Dan ia mau?" desak burung kakaktua tidak tahu kalau ditipu.

"Aku tidak memaksanya. Ia sangat ketakutan, dan tidak tahu lagi harus bersembunyi di mana. Maka kubuka mulutku lebar-lebar. Ia masuk sendiri dengan senang hati. . . .  .!" ujar Pipi si anak piton. Dalam hati sebenarnya ia ingin segera melarikan diri. Lalu bersembunyi di lubang yang dalam. Sebab ia mendengar auman harimau di kejauhan, makin lama makin dekat. Karena rasa takut, sekujur tubuhnya gemetaran seperti orang sakit malaria.

"Kamu sedang sakit, Pipi. Tubuhmu menggigil. Apa yang dapat kami lakukan untuk membantumu mengurangi rasa sakit?" tanya burung kakak tua.

Pipi berpikir sejenak. Ia ingin menyembunyikan diri agar tidak dikenali oleh harimau.

"Kumpulkan daun-daunan yang banyak untuk menimbun tubuhku. Aku kedinginan. Mungkin saja si anak kambung sudah merasa aman dan minta keluar dari perutku. . . . . !' ujar Pipi seraya bergeser dan melingkarkan ujung ekornya.

*

Sementara itu auman Pak Har harimau terdengar semakin dekat. Kelinci, ayam hutan, kucing dan burung kakak tua harus bekerja keras mengumpulkan dedaunan. Monyet membantu dengan berlarian di dahan-dahan agar daunan tua berguguran.

Pada menit-menit terakhir sebelum harimau muncul, keempat hewan yang membantu Pipi sudah melarikan diri.

Kelinci dan kucing melompat ke lubang pohon yang dalam dan panjang, dan keluar di ujung hutan. Sedangkan ayam hutan dan burung kakaktua tinggal mengepakkan sayapnya untuk mencapai dahan tertinggi.

"Hai tunggu, kawan-kawan. . . . Apa yang tadi kalian lakukan di sini!" teriak harimau dengan suara dibuat selembut mungkin. Namun tetap saja suara auman yang keluar. Dan itu sangat menakutkan hewan apa saja yang ada di dekatnya.

"Kami hanya ngobrol saja, Pak Har. Saya pamit dulu, ada hal penting sehingga saya harus buru-buru pergi. Maafkan kami. . . . .!" sahut burung kakaktua seraya melesat ke puncak pohon, dan terbang ke sarangnya di balik bukit utara.

Harimau yang biasa dipanggil Pak Har hanya geleng-geleng kepala. Meski sudah dibuat selembut mungkin, kata-kata dan suaranya tetap saja bernada ancaman. Mereka ketakutan.

Dengan penciumannya yang tajam, harimau membaui hewan yang dapat dimangsa. Kebetulan sejak kemarin ia belum mendapatkan santapan apapun. Maka dengan sangat bernafsu ia berlarian kesana-kemari. Ia harus memastikan dari mana arah angin yang akan membawanya pada hidangan makan siangnya.

"Hahaha, jangan sembunyi kamu, Kawan. Aku melihat bayanganmu. Ayo tampakkan dirimu biar urusanku lebih mudah. . . . .!" ucap Pak Har berbohong. Pada saat itu ia berdiri di atas gundukan daun-daun. Hidungnya mengendus mangsa yang makin tajam. Namun arah angin yang berubah-ubah membuatnya ragu kemana lagi ia harus mengejar.

Tentu saja Pipi si anak ular piton diam, kaku, tak bergerak-gerak. Sedikit saja ia bergerak maka harimau yang berada di atas punggungnya akan mengetahui di mana mangsanya berada.

*

Mengetahui kawannya dalam kesulitan, seekor monyet betina bernama Simona berusaha mengalihkan perhatian Pak Har harimau. Ia keluar dari persembunyiannya di pucuk pohon Matoa. Suaranya ribut mengajak teman-teman yang lain mengikutinya. Cepat ia merosot turun, lalu berayun-ayun dari batang ke dahan. Akhirnya melompat ke atas tanah.

Melihat kelakuan monyet, perhatian Pak Har terpengaruh. Tanpa pikir panjang ia segera melompat mengejar kerumunan monyet itu.

Monyet-monyet sangat waspada. Ketika jarak semakin dekat, mereka sigap berlompatan ke atas dahan. Dan terus naik ke atas, sehingga harimau tak mampu mengejar mereka.

"Awas kalian, ya. Kalian sengaja menggodaku. . .  .!" teriak Pak Har harimau mengancam. Namun para monyet sudah jauh. Simona sangat berterima kasih pada teman-temannya. Ia mengatakan ulahnya itu untuk membantu seekor anak ular piton yang bersembunyi di tumpukan dedaunan.

Merasa sudah sangat kelaparan harimau berniat mengejar kemana saja kawanan monyet itu pergi. Namun tanpa sengaja harimau melihat sesuatu di kejauhan. Ada yang bergerak-gerak berat untuk memanjat pohon. Beberapa kali hewan panjang dengan motif batik pada kulitnya itu terjatuh karena beban berat di perutnya.

"Hahaha. . . . . . Jadi kamu yang bersembunyi dariku tadi, Kawan?" geram harimau dengan suka-cita. Dengan perlahan ia mendekati si anak ular piton.

Pipi yang kekenyangan karena seekor anak kambing berada di perutnya tak mampu melarikan diri.

"Halo, Pak Har. Aku membawa anak kambing yang sangat lezat untuk makan siangmu. Ia bersembunyi di perutku. Beri aku waktu sebentar untuk menyerahkannya padamu. . . !" ucap Pipi coba mengulur-ulur waktu.

Namun, harimau itu tidak mau ditipu. "Aku tahu betapa licik kelakuan warga ular piton, Nak.  Mana mungkin ada anak kambing dengan suka rela mau bersembunyi di dalam perutmu. Kamu sudah menipunya. Nah sekarang giliranmu untuk bersembunyi di perutku. . . .!"

Dengan sekali terkam harimau besar itu mendapatkan dua mangsa sekaligus, seekor anak ular piton dan seekor anak kambing yang masih utuh. Itu makan siang yang lezat dan sangat mengenyangkan.

Pantas saja Pak Har menikmati makannya sambil bernyanyi-nyanyi.terdengar riang sekali.  Namun, yang terdengar tetap saja suara auman berisik yang menakutkan segenap penghuni hutan.*** 

Bandung. 25 Okt 2017 -- 24 Maret 2020

Untuk cucu-cucuku: Aashka, Qiandra, Devandra, dan Alaric. Juga Helen, Clara, dan Assyifa. 

Gambar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun