Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kerajaan Fiktif, Modus Penipuan, dan Hikmah

24 Januari 2020   16:13 Diperbarui: 24 Januari 2020   16:16 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemberitaan mengenai Keraton Agung Sejagat tiba-tiba marak di media. Dua tokohnya, yaitu Toto Santoso dan Fanni Aminadia, yang menyatakan diri sebagai Raja dan Ratu. Setelah ditangani Polisi mereka mengakui jati diri mereka sebenarnya.

Ternyata Keraton Agung Sejagat mempunyai sejumlah cabang di kota lain, diantaranya di Yogya, Klaten, dan di Provinsi Lampung.

Kemudian bermunculan nama-nama lain, diantaranya Kerajaan Jipang di Blora, dan Sunda Empire di Bandung. Ada juga Negara Rakyat Nusantara. Kelompok yang ramai diperbincangkan warganet. Ada lagi Kesultanan Selaco atau Selacau Tunggul Rahayu di Tasikmalaya .

Barangkali masih panjang daftarnya kerajaan, kesultanan, maupun negara yang diduga fiktif,.

*

Kembali ke pengakuan Toto maupun Fanni, latar belakangnya tak lain sekadar untuk mengelabuhi orang, dan selanjutnya menggunakan kepercayaan orang untuk mendapatkan keuntungan sendiri.

Diberitakan, setelah sempat berbelit-belit, Fanny Aminadia sebagai Ratu Keraton Agung Sejagat akhirnya mengakui tidak memiliki garis keturunan Kerajaan Mataram, Senin. Toto Santoso yang menjadi Raja pun membuat pengakuan serupa.

"Sudah kita cek dan pastikan bahwa saudara Toto dan Fanni tidak mempunyai silsilah keturunan raja dan juga garis keturunan dari Kerajaan Mataram maupun Majapahit," kata Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Pol Iskandar Fitriana di Semarang, Senin (20/1/2020).

Penipuan yang dilakukan yaitu janji kepada para anggota akan diberi gaji dalam mata uang dolar. Sementara itu untuk mendapatkan pangkat tinggi (yang berpengaruh terhadap besarnya gaji) mereka harus membayar sejumlah uang.

Sumber lain menyebutkan, penipuan keratin fiktif itu menggunakan modus lama, yaitu menyebar dongeng seputar harta kerajaan-kerajaan di Nusantara hingga kekayaan era Presiden Sukarno. Kekayaan tersebut sangat besar jumlahnya, dan disimpan di sebuah bank di Swiss. Orang-orang yang terbujuk untuk mencairkannya harus menyetor sejumlah uang kepada pihak pemberi janji (yang akan mengurus proses pencairannya). Kisah selanjutnya suah dapat diduga: uang lenyap, janji tinggal janji.

*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun