Mohon tunggu...
Ahmad Sugeng Riady
Ahmad Sugeng Riady Mohon Tunggu... Penulis - Warga menengah ke bawah

Masyarakat biasa merangkap marbot masjid di pinggiran Kota Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

New Normal Book

15 Juni 2020   09:52 Diperbarui: 15 Juni 2020   10:03 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: liputan6.com

Pandemi Covid 19 menjadi musuh bersama. Tidak hanya pemerintah, tapi perusahaan besar dan kecil, warung kelontong, bapak becak, ibu pedagang sayur, sampai masyarakat awam turut berkontribusi melakukan pencegahan dan menekan laju pertumbuhan Covid 19.

Kendati korban yang terpapar virus ini kian bertambah, namun kita ogah menyerah. Penyaluran bantuan kebutuhan pokok terus dilakukan, peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pelatihan-ketrampilan diberikan, dan doa yang tiada henti melulu dipanjatkan demi keselamatan bersama. Semua ini menjadi bentuk dukungan, baik yang terpapar karena covid 19, maupun usahanya yang hampir atau sudah gulung tikar.

Termasuk industri penerbitan buku yang semakin kembang kempis menjalankan geliat literasi di tengah pandemi ini. Di Koran Republika, 24 April 2020, berita dengan tajuk "IKAPI Minta Industri Perbukuan Diperhatikan Lebih Serius". Berita ini memberi alarm bahwa kondisi penerbit buku di negeri ini sedang tidak baik-baik saja. Tajuk sudah mengabarkan masalah. Penerbit buku urung selesai, kendati paceklik akan terus berlangsung beberapa waktu lagi.

Survei yang dirilis oleh Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) dari 100 penerbitan buku, sebanyak 58,2 persen mengalami penurunan penjualan lebih dari 50 persen. Hanya 4,1 persen penerbit yang penjualannya tetap stabil, selebihnya mengalami penurunan omset antara 10-50 persen.

Penurunan penjualan ini berdampak pada produksi buku yang tidak sesuai dengan rencana awal. Beberapa buku yang seharusnya sudah dicetak dan didistribusikan harus ditunda. Gaji karyawan juga dipotong. Bahkan beberapa harus ada yang di-PHK. Penerbit buku memang sedang ngos-ngosan bertahan di masa ini.

Menurut Rosidayati Rozalina Ketua IKAPI, mengatakan bahwa sebagian penerbit yang telah menjalin kerjasama dengan sejumlah dinas atau perpustakaan daerah sementara ini berhenti, karena tidak ada pesanan. Di sisi lain, pengunjung toko buku juga turun drastis. Akumulasi dari itu membuat penjualan buku mandek.


Sementara itu, dari Koran Kompas, 24 April 2020, berita berjudul "Optimalkan Pasar Buku Daring" memberi sinyal-sinyal peralihan penjualan buku dari konvensional ke digital. Peralihan ini juga menjadi alternatif solusi yang dapat menyelamatkan industri penerbitan buku dari kebangkrutan.

Kendati demikian, ditemukan beberapa persoalan seperti penerbit yang belum memiliki toko buku daring atau bekerjasama dengan toko pemasaran daring lainnya. Selain itu aneka bentuk pembajakan buku, baik digital maupun konvensional masih masif dilakukan oleh sejumlah pihak yang tidak bertanggungjawab.

Pengurus pusat IKAPI juga telah melayangkan surat ke Presiden Joko Widodo agar pemerintah membantu industri buku dan penerbitan nasional. Surat tersebut berisi usulan diantaranya berupa pengurangan pajak, subsidi kertas, dan insentif pemodalan. Usulan-usulan ini diharapkan dapat segera terjawab agar dapur penerbit buku terus mengepul.

Sejumlah tokoh memberi asa keberlangsungan penerbit buku di tengah pandemi. Simak tanggapan Eka Budianta yang dimuat di berita tersebut, "sepuluh tahun terakhir, produksi buku di Indonesia meningkat pesat, siapa pun bisa menulis dan memproduksi buku dengan mudah. Praktik cetak buku sesuai permintaan juga merajalela. Bahkan ada pula yang mau mencetak buku secara mandiri." Kita tidak boleh menuduh sembarangan ia tidak tahu dampak pandemi covid 19 yang menurunkan omset penjualan. Sebaliknya, ia justru memberi dorongan untuk terus berkarya di tengah-tengah pandemi ini.

Belakangan ini kita ketahui new normal menjadi wacana hangat yang memicu banyak pihak untuk turut buka suara. Banyak diskusi yang digelar dengan mengundang sejumlah tokoh publik. Diskusi mengemukakan banyak pendapat yang bermuara pada dua persoalan. Apakah new normal ini memang harus segera dilakukan? Atau memang tidak ada pilihan lain untuk menyelamatkan negeri ini dari krisis ekonomi selain pemberlakuan new normal?

Di satu sisi, pemerintah bersikeras menerapkan new normal dengan sejumlah protokol yang telah dibuat. Di beberapa diskusi memang terlihat pemerintah berada di posisi yang sulit, karena menjadi pihak yang paling banyak dibebani tanggung jawab dan harus mengambil keputusan dengan kalkulasi yang matang.

Sedangkan masyarakat sendiri terbelah menjadi tiga kelompok. Ada yang tahu ada pandemi kemudian taat aturan, ada juga yang tahu tapi tidak peduli sama sekali, dan ada juga yang tidak tahu sekaligus tidak peduli pada aturan kesehatan.

Lantas, apa relasi new normal dengan penerbit buku? Jika disandarkan pada teori kausalitas, penerbit buku akan selamat dari gulung tikar. Pasalnya ketika sejumlah orang kembali bekerja dan mendapatkan penghasilan, daya beli masyarakat pulih, maka omset penjualan buku akan kembali membaik.

Tapi realitasnya, sebelum pandemi ini terjadi pun, buku di masyarakat kita memang bukan prioritas. Buku belum masuk deretan kebutuhan primer yang layak disejajarkan dengan sandang, pangan, dan papan. Buku menjadi barang yang dibutuhkan dalam tempo sesaat atau malah tidak sama sekali.

Mungkin benar yang ditulis Iqbal Aji Daryono di dalam bukunya Out of the Lunch Box, "masyarakat kita bukan jenis masyarakat yang mau mengeluarkan banyak uang untuk membeli pengetahuan. Tiket konser yang harganya 300 ribu terlalu murah jika dibanding harga buku 40-80 ribu yang harus menggerutu dan mengeluh." Duh buku, nasibmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun