Mohon tunggu...
Asril Novian Alifi
Asril Novian Alifi Mohon Tunggu... Penulis - Writer | Learning Designer | Education Consultant

Writer | Learning Designer | Education Consultant https://linktr.ee/asrilnoa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menyimak Dongeng Dahulu, Membaca Buku Kemudian

29 Januari 2019   14:43 Diperbarui: 29 Januari 2019   14:59 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.littleredhen.in

Paul menjelaskan bahwa ragam bahasa lisan dan bahasa buku amatlah berbeda. Jika anak-anak sudah dibiasakan dengan ragam bahasa buku dengan cara dibacakan buku cerita atau mendongeng sejak dini, maka ketika kelak sudah bisa mengenal bahasa tulis, mereka tidak akan terkaget-kaget berhadapan dengan bahasa buku. Anak akan jauh lebih mudah beradaptasi dengan bahasa buku dan kemudian mencintai aktivitas membaca. Dalam buku bertebal 272 halaman tersebut, Paul menuliskaan demikian :

"Anak-anak mempelajari tata bahasa percakapan karena mereka diajak bercakap-cakap. Mereka mempelajari bahasa buku karena mereka dibacakan buku. Tetapi, keduanya merupakan sistem yang berbeda dan anak-anak perlu mengakrabi keduanya.

.............. Anak-anak tidak akan mencerap bahasa buku jika tidak diperkenalkan oleh pembaca dewasa. Kalimat-kalimat dalam buku tak ubahnya seperti cas-cis-cus bagi anak-anak yang tak pernah dibacakan buku."

Saya jadi ingat, masa kecil saya dulu tinggal disebuah rumah yang di dalamnya berisi keluarga besar. Orang tua saya belum mampu tinggal di rumah sendiri, sehingga masih harus menumpang di rumah kakek dan nenek saya dari keluarga ibu. Ibu saya adalah anak sulung dari delapan bersaudara. Sewaktu saya kecil, adik-adik ibu (Oom dan tante) saya masih pada belum menikah. Jadi, semuanya masih satu rumah dengan kakek dan nenek saya.

Saat waktu tidur malam hari tiba, saya sering ditemani para Oom dan tante saya tersebut. Saya banyak mendapatkan dongeng sebelum tidur dari mereka. Tak terkecuali dari kakek dan nenek ketika menemani saya tidur di malam-malam yang lainnya. Sebenarnya, dongeng sebelum tidur itu tak lebih dari kisah Bawang Merah -- Bawang Putih, Ande-ande Lumut, Malin Kundang, dan Kancil Mencuri Timun. Tapi, entah kenapa, meskipun diulang-ulang terus di tiap malamnya, cerita-cerita tersebut masih tetap terasa seru bagi saya.

Di malam-malam lainnya, pengantar tidur saya adalah radio merek National milik ibu, yang hanya memiliki dua tombol, yakni tombol volume dan tuning. Acara favorit ibu saya waktu itu adalah sandiwara radio Saur Sepuh dan Dendam Nyi Pelet. Karena radio tersebut diletakkan tepat di atas tempat tidur kami, mau tidak mau saya pun larut juga mendengarkan sandiwara radio tersebut.

Saya juga jadi hafal nama-nama pengisi suaranya seperti Fery Fadli, Elly Ermawati, sampai sang narator, yang suaranya sering terdengar memanggil penonton untuk segera masuk ke studio di gedung bioskop, Maria Oentoe.

Seperti yang dikatakan Paul Jennings di atas, dongeng-dongeng dan sandiwara radio tersebut adalah bekal saya untuk tidak kagok ketika bertemu dengan buku-buku cerita. Ya, buku cerita lah yang menyebabkan saya begitu menggandrungi aktivitas membaca buku di luar buku pelajaran di masa-masa selanjutnya. Lantaran sudah sering mendengarkan cerita secara lisan, saya jadi tak memiliki halangan yang berarti ketika harus beradaptasi dengan buku-buku cerita.

Karena hidup di desa yang minim akses terhadap buku, maka saya hanya bisa mendapatkan bahan-bahan bacaan dari pasar loak yang dijual secara kiloan. Buku-buku yang saya beli waktu itu tak jauh-jauh dari komik terbitan CV. Pustaka Agung Harapan, yang banyak menerbitkan komik-komik kisah nabi, serta yang paling fenomenal saat itu adalah komik Siksa Neraka, yang berhasil membuat saya susah tidur berhari-hari.

Selain komik-komik dari CV Pustaka Agung Harapan, masa kecil saya juga ditemani majalah anak-anak yang seru semacam Bobo, Aku Anak Saleh, dan Mentari Putera Harapan. Yang terakhir adalah majalah yang paling saya favoritkan. Dan mungkin juga favorit semua anak-anak di zaman itu. Cerita-cerita dalam Mentari Putera Harapan semacam Hamindalid Si Penyihir Jenaka, Super Bejo, Gino CS, dan Abu Nawas adalah yang paling saya tunggu-tunggu.

Selain cerita-cerita, ada banyak juga artikel-artikel yang sarat edukasi dalam Mentari Putera Harapan. Selain bermanfaat untuk menambah wawasan, artikel-artikel tersebut juga membantu menambah perbendaharaan kosa kata di kepala, sehingga saya sudah bisa membaca jenis-jenis bacaan lain, seperti berita dan artikel-artikel di koran dan juga buku-buku umum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun