Mohon tunggu...
Sudomo
Sudomo Mohon Tunggu... Guru Penggerak Lombok Barat

Trainer Literasi Digital | Ketua Komunitas Guru Penggerak Lombok Barat | Duta Teknologi Kemendikbudristek 2023 | Penulis Buku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bayang di Balik Asap

10 April 2025   20:46 Diperbarui: 10 April 2025   21:44 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bocah Pedagang Asongan (Sumber: diproses menggunakan AI Grox)

"Permen seribu, rokok dua ribu!" serunya, suaranya serak, tenggelam dalam hiruk-pikuk sore itu.

Seorang perempuan duduk selonjor di trotoar seberang barikade. Perempuan yang duduk selonjor di atas tikar plastik lusuh itu adalah Sumi. Wajahnya penuh garis lelah seperti peta jalanan yang sudah usang. Jilbab hitamnya terlihat dipakai sekenanya. Baju merah panjang bermotif bunga-bunga terlihat pudar. Di depannya, kresek besar terbuka lebar, penuh botol air mineral, permen, dan rokok lintingan yang ia jajakan.  

Namun, matanya---hitam, tajam, dan dingin---tak pernah lelah bergerak, menyapu kerumunan mahasiswa yang berlarian, polisi yang berbaris, dan asap yang menari di udara. Sesekali, ia menunduk, tangannya seolah merapikan dagangan, tetapi jari-jarinya berhenti di salah satu kresek kecil di sampingnya, mengusap sesuatu yang tak terlihat.

Langit Jakarta sore itu membara merah, seperti bara yang tersisa di perapian tua. Gedung DPR menjulang di kejauhan, dikelilingi gelombang manusia yang berteriak, spanduk #Tolak RUU TNI berkibar liar bagai layar kapal yang terkoyak badai. Asap gas air mata melayang rendah, menyelinap di antara jerit dan derap sepatu bot polisi yang bergema. 

Mahasiswa Demo (Sumber: diproses menggunakan AI Grox)
Mahasiswa Demo (Sumber: diproses menggunakan AI Grox)

Di sisi lain trotoar, Bima berdiri, topi capingnya miring menaungi wajah kecilnya. Usianya 11 tahun, tubuhnya kurus seperti dahan kering, kulitnya legam terbakar matahari. Matanya hitam berkilat, tajam seperti ujung tombak. Di tangannya, ember plastik biru penuh botol air mineral berembun, es di dalamnya mencair perlahan, meninggalkan genangan di beton. Ia melirik ibunya dari kejauhan, biasa saja, seperti anak pedagang lain yang membantu mencari rezeki. Tapi hari ini, ada sesuatu di sorot mata Sumi yang tak ia kenali---dingin, penuh rahasia, seperti kolam dalam yang menyimpan bayang tak terlihat.

Bocah Pedagang Asongan (Sumber: diproses menggunakan AI Grox)
Bocah Pedagang Asongan (Sumber: diproses menggunakan AI Grox)

"Air dingin, Mas! Lima ribu!" teriak Bima pada seorang mahasiswa yang terbatuk-batuk, tangannya menggosok mata yang perih. 

Baca juga: Filosofi Bulayak

Pemuda itu, rambutnya acak-acakan dan kausnya robek di lengan, menoleh dengan wajah memerah.

"Tiga ribu boleh, Dek?" tanyanya, suaranya parau, jari-jarinya memegang dompet lusuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun