Mohon tunggu...
Sudomo
Sudomo Mohon Tunggu... Guru - Guru Penggerak Lombok Barat

Trainer Literasi Digital | Ketua Komunitas Guru Penggerak Lombok Barat | Duta Teknologi Kemendikbudristek 2023 | Penulis Buku

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Hardiknas 2023: Murid Libur, Guru Dijemur

3 Mei 2023   00:05 Diperbarui: 3 Mei 2023   00:01 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi proses pembelajaran era merdeka belajar (Dokpri)

Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang diperingati setiap tanggal 2 Mei merupakan momen yang ditunggu-tunggu aktor pendidikan. Momen ini menjadi tonggak penghargaan terhadap perjuangan pendidikan Indonesia. Sekaligus sebagai momentum refleksi terkait proses pendidikan yang telah dilaksanakan oleh berbagai pihak. 

Penetapan tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional berdasarkan pada kelahiran tokoh pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara (KHD). Semasa hidupnya KHD tidak pernah berhenti memperjuangkan pendidikan bagi kaum pribumi pada masa pendudukan Hindia Belanda. 

Perjuangan dalam bidang pendidikan terus berlanjut hingga saat ini. Terutama dilakukan oleh para guru. Masing-masing guru memiliki cara sendiri untuk berjuang dalam mencerdaskan anak bangsa. Sekecil apa pun perjuangan para guru layak dihargai. Setidaknya telah memberikan kontribusi dalam mencetak generasi bangsa yang bermartabat. 

Di era merdeka belajar saat ini, guru seakan tak henti berpacu dengan kemajuan teknologi. Guru terus bergegas untuk memperjuangkan pembelajaran yang memerdekakan bagi murid. Berbagai pengembangan diri pun dilakukan. Beragam upaya mengembangkan orang lain tak lelah dilakukan. 

Tidak salah jika pada momen ini pemerintah berlomba memberikan apresiasi kepada guru. Khususnya guru yang telah mengabdikan hidupnya di jalan pendidikan mulai dari 10 tahun lamanya. Penghargaan ini adalah Satyalancana Karya Satya bagi guru berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). 

Ada hal yang menarik tentang penghargaan ini. Kalau dilihat dari persyaratan umum dan khusus, sepertinya setiap tahun akan banyak guru PNS yang menerima penghargaan ini. Lalu, kenapa hanya ribuan saja dari sekian juta guru di Indonesia? Ini yang perlu menjadi refleksi untuk kita bersama. 

Terlepas dari itu, semoga ke depannya semua guru yang memenuhi persyaratan bisa memperoleh kesempatan sama untuk mendapatkan penghargaan tersebut. Harapannya akan ada aplikasi khusus yang memudahkan dalam pengurusan berkas usulan. Terlebih teknologi semakin maju dan Sumber Daya Manusia (SDM) semakin meningkat. Tentu melahirkan aplikasi ini tidak akan sulit. 

Masing-masing BKD bisa membuat platform yang memungkinkan guru mengunggah secara mandiri berkas-berkas tersebut. Selanjutnya berkas-berkas tersebut akan terus diperbarui sesuai perkembangan guru. Nantinya BKD hanya tinggal memantau riwayat hidup dan portofolio digital guru melalui platform tersebut. Jika memenuhi syarat bisa otomatis langsung diajukan untuk mendapatkan penghargaan. Tentunya hal ini mempertimbangkan juga faktor keamanan digital. 

Dokpri
Dokpri

Lho katanya guru pahlawan tanpa tanda jasa, kok mengharap penghargaan? Kenapa tidak? Guru juga manusia biasa yang menginginkan apresiasi. Di kelas saja guru tetap mengapresiasi hasil belajar murid, kok. Masak guru tidak boleh minta apresiasi dari atasan. 

Selain tingkat pusat, apresiasi terhadap guru sebenarnya bisa dilakukan di tingkat daerah dan sekolah. Bentuk apresiasi pastinya menyesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing. Bukan saja tentang masa pengabdian, melainkan juga prakarsa perubahan yang telah dilakukan. Jika rutin dilakukan bukan tidak mungkin guru akan berbuat lebih baik lagi. Terbayang, kan? Tidak ada apresiasi saja terus tergerak, bergerak, dan menggerakkan, apalagi ada. Iya, kan? 

Penghargaan terhadap guru saat Hardiknas tidak saja melalui pelibatan sebagai peserta upacara bendera. Namun, lebih dari itu. Bisa saja pihak pemerintah membuka ruang diskusi dengan guru setelah upacara. Pemerintah daerah bisa juga mengagendakan pertemuan dengan perwakilan guru dari organisasi profesi atau komunitas guru. 

Hal ini akan menjadi apresiasi tersendiri bagi guru. Setidaknya merasakan bahwa keberadaannya dianggap oleh pemerintah daerah. Selain itu, ada perasaan dihargai perjuangannya sebagai garda terdepan perubahan pendidikan. 

Namun, sayangnya hal itu hampir mustahil. Mayoritas daerah melaksanakan upacara bendera peringatan Hardiknas hanya sekadar seremonial. Sama sekali tidak meninggalkan kesan mendalam bagi guru. Padahal jika boleh dikatakan, Hardiknas adalah harinya para pendidik. 

Dokpri
Dokpri

Memang seistimewa apa, sih, seorang guru itu sampai-sampai ingin diistimewakan oleh pemerintah daerah? Memang apa kontribusi guru kepada daerah? Kalau secara langsung mungkin kontribusi guru terhadap kemajuan daerah tidak terlihat. Bagaimanapun juga guru, kan, bukan profesi politis. Jadi, kalau ditanya kontribusi yang menguntungkan pemerintah daerah secara finansial, ya, jawabannya mungkin tidak ada. 

Namun, kontribusi besar akan terlihat ketika berbicara tentang rapor pendidikan. Jika rapor pendidikan sekolah kurang bagus, gurulah yang dianggap kurang optimal dalam mendidik murid untuk cakap literasi dan numerasi. Namun, jika rapor pendidikan sekolah bagus, ya, tentu yang pertama kali mendapat nama adalah sekolah dan pemerintah daerah. Bukan guru. Sekali lagi, bukan guru. 

Sama halnya kalau murid berprestasi atau bermasalah. Murid berprestasi ditanya siapa orang tuanya. Namun, jika murid bermasalah, guru menjadi kambing hitam. Guru dianggap tidak mampu mengajar dan mendidik dengan baik. 

Momentum Hardiknas seharusnya bisa menempatkan guru sebagai sosok yang layak dibanggakan dan dimuliakan. Adanya sedikit saja apresiasi tentu akan menjadi obat penyembuh kelelahan beraktivitas. Selain itu akan menjadi peneduh setelah 'dijemur' selama mengikuti upacara bendera. Terlebih mereka telah rela 'mengorbankan' hak anak untuk memperoleh pendidikan karena sekolah diliburkan.

Jika ini dilakukan oleh daerah tentu tema Hardiknas 2023, bergerak bersama semarakkan merdeka belajar tidak sekadar slogan. Namun, akan menjadi bukti kolaborasi yang kuat semua aktor pendidikan. Guru menyemarakkan melalui pembelajaran yang memerdekakan. Pemerintah daerah menyemarakkan melalui wujud penghargaan nyata terhadap kinerja guru dalam mewujudkan merdeka belajar di sekolah. 

Sekali lagi, guru tidak haus penghargaan. Dihargai atau tidak, guru tetap saja akan melaksanakan tugasnya dengan sebaik mungkin. Namun, dalam hal ini SKPD dan pemerintah daerah harusnya peka terhadap kontribusi guru selama ini untuk kemajuan pendidikan daerah. Semoga ke depannya akan ada titik temu antara keinginan guru dengan kepekaan daerah terkait apresiasi ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun