Mohon tunggu...
Suci wahyuning robbi
Suci wahyuning robbi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Jambi

Saya suka membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Retribusi Layanan Parkir di Tepi Jalan Umum

16 Desember 2023   14:33 Diperbarui: 16 Desember 2023   15:07 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum telah menjadi topik yang hangat dan kontroversial dalam beberapa tahun terakhir. Sebagian masyarakat melihatnya sebagai langkah yang tepat dalam mengatasi masalah parkir di kota-kota padat seperti kota Malang dan Tanggerang Selatan. sementara yang lain menganggapnya sebagai pungutan yang tidak adil dan hanya bertujuan untuk mengisi kas pemerintah. Salah satu argumen yang mendorong pemerintah untuk menerapkan retribusi parkir adalah untuk mengurangi kemacetan dan meningkatkan mobilitas di kota. Dengan menerapkan tarif parkir yang tinggi, diharapkan masyarakat akan berpikir dua kali sebelum membawa kendaraan pribadi dan lebih memilih menggunakan transportasi umum. Beberapa kota yang telah menerapkan retribusi parkir masih mengalami kemacetan yang parah, bahkan dengan tarif yang tinggi. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah retribusi parkir benar-benar efektif dalam mendorong masyarakat untuk beralih ke transportasi umum. arif parkir yang seragam di seluruh kota mungkin tidak adil bagi masyarakat dengan tingkat penghasilan yang rendah. Bagi mereka, membayar tarif parkir yang tinggi hanya akan menambah beban finansial yang sudah ada. Hal ini dapat membuat mereka sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, terutama jika mereka bergantung pada kendaraan pribadi sebagai satu-satunya sarana transportasi. Meskipun dirancang untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan parkir, kebijakan ini menimbulkan sejumlah pertanyaan kritis terkait dengan dampak sosialnya. Salah satu permasalahan utama yang muncul adalah apakah retribusi pelayanan parkir ini benar-benar mencapai tujuan utamanya, yaitu meningkatkan ketersediaan tempat parkir dan mengurangi kemacetan. Dalam banyak kasus, tarif parkir yang diberlakukan cenderung lebih mirip dengan pungutan daripada insentif untuk mengurangi penggunaan mobil pribadi. Bagaimana masyarakat dapat diharapkan untuk beralih ke transportasi umum atau alternatif berkelanjutan jika biaya parkir lebih mahal daripada bahan bakar mobil?. Meskipun kebijakan ini mungkin menghasilkan pendapatan tambahan untuk pemerintah kota, pertanyaannya adalah apakah beban ini tidak terlalu berat bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Dalam banyak kasus, parkir di tepi jalan umum telah menjadi 'bisnis' yang memberatkan bagi warga yang tidak mampu. Ini bisa dianggap sebagai bentuk eksploitasi tersembunyi, di mana masyarakat harus membayar mahal hanya untuk memberikan kontribusi pada pendapatan daerah. Dalam menghadapi permasalahan ini, mungkin perlu dipertimbangkan alternatif lain dalam mengatur parkir di tepi jalan umum. Misalnya, pemerintah dapat mencari cara untuk meningkatkan kapasitas fasilitas parkir yang ada, menyediakan alternatif parkir yang lebih terjangkau, atau mengembangkan kebijakan yang mendorong penggunaan transportasi umum. Dengan pendekatan yang lebih holistik dan berkelanjutan, masalah parkir di kota-kota padat dapat diatasi tanpa harus memberatkan masyarakat dengan retribusi parkir yang tinggi.Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum telah menjadi topik yang hangat dan kontroversial dalam beberapa tahun terakhir. Sebagian masyarakat melihatnya sebagai langkah yang tepat dalam mengatasi masalah parkir di kota-kota padat seperti kota Malang dan Tanggerang Selatan. sementara yang lain menganggapnya sebagai pungutan yang tidak adil dan hanya bertujuan untuk mengisi kas pemerintah. Salah satu argumen yang mendorong pemerintah untuk menerapkan retribusi parkir adalah untuk mengurangi kemacetan dan meningkatkan mobilitas di kota. Dengan menerapkan tarif parkir yang tinggi, diharapkan masyarakat akan berpikir dua kali sebelum membawa kendaraan pribadi dan lebih memilih menggunakan transportasi umum. Beberapa kota yang telah menerapkan retribusi parkir masih mengalami kemacetan yang parah, bahkan dengan tarif yang tinggi. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah retribusi parkir benar-benar efektif dalam mendorong masyarakat untuk beralih ke transportasi umum. arif parkir yang seragam di seluruh kota mungkin tidak adil bagi masyarakat dengan tingkat penghasilan yang rendah. Bagi mereka, membayar tarif parkir yang tinggi hanya akan menambah beban finansial yang sudah ada. Hal ini dapat membuat mereka sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, terutama jika mereka bergantung pada kendaraan pribadi sebagai satu-satunya sarana transportasi. Meskipun dirancang untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan parkir, kebijakan ini menimbulkan sejumlah pertanyaan kritis terkait dengan dampak sosialnya. Salah satu permasalahan utama yang muncul adalah apakah retribusi pelayanan parkir ini benar-benar mencapai tujuan utamanya, yaitu meningkatkan ketersediaan tempat parkir dan mengurangi kemacetan. Dalam banyak kasus, tarif parkir yang diberlakukan cenderung lebih mirip dengan pungutan daripada insentif untuk mengurangi penggunaan mobil pribadi. Bagaimana masyarakat dapat diharapkan untuk beralih ke transportasi umum atau alternatif berkelanjutan jika biaya parkir lebih mahal daripada bahan bakar mobil?. Meskipun kebijakan ini mungkin menghasilkan pendapatan tambahan untuk pemerintah kota, pertanyaannya adalah apakah beban ini tidak terlalu berat bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Dalam banyak kasus, parkir di tepi jalan umum telah menjadi 'bisnis' yang memberatkan bagi warga yang tidak mampu. Ini bisa dianggap sebagai bentuk eksploitasi tersembunyi, di mana masyarakat harus membayar mahal hanya untuk memberikan kontribusi pada pendapatan daerah. Dalam menghadapi permasalahan ini, mungkin perlu dipertimbangkan alternatif lain dalam mengatur parkir di tepi jalan umum. Misalnya, pemerintah dapat mencari cara untuk meningkatkan kapasitas fasilitas parkir yang ada, menyediakan alternatif parkir yang lebih terjangkau, atau mengembangkan kebijakan yang mendorong penggunaan transportasi umum. Dengan pendekatan yang lebih holistik dan berkelanjutan, masalah parkir di kota-kota padat dapat diatasi tanpa harus memberatkan masyarakat dengan retribusi parkir yang tinggi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun