Mohon tunggu...
Muhammad Ayesha
Muhammad Ayesha Mohon Tunggu... Mahasiswa yang belajar di Universitas pilihan ke 2

Seorang mahasiswa yang paranoid terhadap hidup

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dolar AS dan Ketimpangan Sistem Moneter Internasional

2 Mei 2025   22:17 Diperbarui: 2 Mei 2025   22:17 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pendahuluan

Sejak berakhirnya Perang Dunia II, sistem moneter internasional telah banyak mengalami perubahan, namun satu hal yang konsisten adalah dominasi dolar Amerika Serikat (AS) sebagai mata uang utama dalam perdagangan global, penyimpanan cadangan devisa, dan instrumen transaksi keuangan lintas negara. Keistimewaan posisi dolar ini bukan sekadar cerminan kekuatan ekonomi AS, tetapi juga produk dari desain sistem keuangan global yang secara struktural cenderung menguntungkan negara tersebut. Namun, dominasi dolar yang berkepanjangan telah melahirkan ketimpangan dalam sistem moneter internasional, terutama bagi negara-negara berkembang yang menghadapi keterbatasan dalam kebijakan moneter dan keuangan mereka.

Sejarah Dominasi Dolar: Dari Bretton Woods hingga Kini

Sistem moneter internasional itu adalah kerangka keuangan global yang mengatur cara pembayaran buat transaksi antarnegara. Sistem ini nentuin gimana nilai tukar mata uang asing ditetapkan dan bagaimana pemerintah bisa mengarahkan nilai tukar itu. Kalau sistem moneter internasionalnya berjalan dengan baik, itu akan dukung perdagangan dan investasi global, serta bantu negara-negara buat beradaptasi sama perubahan ekonomi di seluruh dunia. Dari zaman standar emas sampai abad ke-20, sistem ini udah ngalamin banyak perubahan karena gejolak ekonomi di berbagai periode. Sampai sekarang, sistem ini masih jadi perhatian banyak negara yang berusaha meningkatkan efektivitasnya. Setelah sistem nilai tukar mengambang diterapkan, fluktuasi nilai tukar mata uang global jadi makin tinggi dan susah diprediksi. 

Dominasi dolar AS dimulai secara formal dengan dibentuknya sistem Bretton Woods pada tahun 1944. Dalam sistem ini, nilai tukar mata uang dunia diikat pada dolar, dan dolar sendiri dikaitkan dengan cadangan emas. Karena AS saat itu memegang sekitar dua pertiga cadangan emas dunia dan merupakan kekuatan ekonomi utama pasca perang, mata uangnya secara otomatis menjadi jangkar stabilitas sistem keuangan global.

Salah satu kejadian penting setelah runtuhnya sistem Bretton Woods adalah embargo minyak dari negara-negara OPEC di Oktober 1973, yang membuat harga minyak melonjak di tahun 1974. Diperkirakan, fluktuasi nilai tukar dolar dan mata uang lainnya akan terus berlanjut, hampir sama dengan kondisi yang terjadi dalam dua dekade terakhir. Tanpa ada patokan yang jelas, akan sulit untuk memperkirakan volatilitas nilai tukar di masa depan. Beberapa ekonom menyarankan untuk kembali pada sistem nilai tukar tetap, tapi sampai sekarang belum ada model yang ideal untuk stabilkan nilai tukar. Sistem yang ideal harus memenuhi dua kriteria utama: 1) harus bisa dipercaya, dan 2) harus punya mekanisme otomatis buat jaga stabilitas harga. 

Meskipun sistem Bretton Woods runtuh pada tahun 1971 ketika Presiden Richard Nixon menghentikan konvertibilitas dolar terhadap emas, posisi dolar tidak melemah. Sebaliknya, dolar tetap menjadi pusat dalam transaksi perdagangan, investasi, dan cadangan devisa global. Stabilitas politik AS, ukuran ekonominya, serta kedalaman dan likuiditas pasar keuangan AS terus mendukung keunggulan dolar sebagai currency of choice.

Ketimpangan Struktural dalam Sistem Moneter Internasional

Salah satu dampak utama dari dominasi dolar adalah terciptanya exorbitant privilege bagi AS. Negara ini dapat menjalankan defisit perdagangan dan fiskal tanpa tekanan yang sama seperti negara lain karena dunia membutuhkan dan menggunakan dolar secara luas. AS dapat mencetak uang untuk membiayai belanja negara dan utang luar negeri karena permintaan terhadap obligasi pemerintah AS tetap tinggi. Dalam kondisi ini, negara lain yang melakukan kebijakan serupa akan berisiko mengalami krisis nilai tukar atau pelarian modal.

Disisi lain, banyak negara berkembang harus menumpuk cadangan dolar untuk menjaga stabilitas mata uang mereka. Cadangan ini tidak jarang disimpan dalam bentuk obligasi pemerintah AS, sehingga secara tidak langsung negara-negara tersebut membiayai defisit fiskal AS. Hal ini menciptakan ketidakseimbangan karena sumber daya yang seharusnya digunakan untuk pembangunan domestik malah tersedot ke luar negeri.

Selain itu, dominasi dolar menyebabkan volatilitas global yang tinggi. Ketika bank sentral AS, The Federal Reserve, menaikkan suku bunga, dampaknya terasa di seluruh dunia. Arus modal keluar dari negara berkembang, nilai tukar mereka melemah, dan tekanan inflasi meningkat. Negara-negara ini kehilangan ruang kebijakan moneter karena harus menyesuaikan diri dengan dinamika ekonomi AS yang belum tentu sesuai dengan kondisi domestik mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun