Mohon tunggu...
Suciatiningsih
Suciatiningsih Mohon Tunggu... Guru

Introvert tetapi menyukai hal-hal terkait pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Financial

PHK Massal Meluas, Pengangguran Meningkat: Saatnya Bertindak!

16 September 2025   15:00 Diperbarui: 16 September 2025   14:58 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Tenaga kerja dalam pembangunan nasional merupakan faktor dinamika penting dalam menentukan laju pertumbuhan perekonomian baik dalam kedudukannya sebagai ketenagakerjan produktif maupun sebagai konsumen. Tenaga kerja merupakan faktor yang terpenting dalam proses produksi. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan manusia lah yang menggerakan atau mengoperasikan seluruh sumber-sumber tersebut untuk menghasilkan suatu barang yang bernilai dan nantinya akan berpengaruh terhadap besaran produk domestik regional bruto (PDRB) disuatu wilayah.

Permasalahan yang akan selalu dihadapi sektor ketenagakerjaan nasional adalah tingginya angka pengangguran, yang disebabkan karena berbagai faktor.  Salah satu faktor yang yang menjadi penyebab tingginya angka pengangguran di Indonesia yaitu menurunnya permintaan pasar. 

Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini merilis data Produk Domestik Bruto (PDB) untuk triwulan II-2025 tumbuh sebesar 5,12 persen (y-on-y), lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu 5,05 persen. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada kuartal II tercatat mencapai Rp 5.947 triliun. BPS menyebut pertumbuhan ekonomi secara tahunan (year-on-year/yoy) berada di angka 5,12%. Lalu dibandingkan dengan kuartal sebelumnya tercatat tumbuh 4,04%. 

Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, Moh. Edy Mahmud, mengungkapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada periode ini didorong oleh konsumsi masyarakat yang tetap terjaga. Meskipun demikian masih perlu untuk meningkatkan kembali daya beli masyarakat. 

Lemahnya daya beli ini juga berdampak pada sektor manufaktur. Awal tahun 2025, menjadi awan kelabu bagi sektor industri di Indonesia. Badai pumutusan hubungan kerja (PHK) terus meluas, yang mengakibatkan lebih dari 1.000 orang pekerja kehilangan pekerjaannya. PHK ini tidak hanya menyerbu industri kecil dan menengah, tetapi juga sampai ke industri besar. Yang paling besar adalah PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex beserta anak usahanya, yang resmi tutup pada 1 Maret 2025. Sebanyak 459 pekerja PT Sanken Indonesia terkena PHK akibat penutupan pabrik di Bekasi. Perusahaan asal Jepang ini akan menghentikan produksi sepenuhnya pada Juni 2025. Dua pabrik berlabel Yamaha juga akan menutup operasinya. Akibatnya, sebanyak 1.100 pekerja terancam kehilangan pekerjaan.

Permasalahan ini semakin pelik karena PHK massal terjadi dalam waktu yang hampir bersamaan di berbagai sektor industri. Hal ini menandakan adanya gejala sistemik yang perlu segera diatasi. Jika dibiarkan berlarut-larut, maka masalah PHK dapat menimbulkan dampak berantai, mulai dari meningkatnya angka pengangguran, menurunnya daya beli masyarakat, hingga menimbulkan keresahan sosial yang lebih luas.

Adapun pihak-pihak terdampak dengan adanya badai PHK massal ini, diantaranya:

Pekerja atau Buruh

Pekerja atau buruh merupakan pihak yang paling merasakan akibat langsung karena kehilangan pekerjaan, penghasilan, dan jaminan sosial. Kondisi ini tidak hanya mempengaruhi individu pekerja, tetapi juga keluarga mereka yang bergantung pada penghasilan tersebut.

Perusahaan

Perusahaan pun ikut terdampak karena dengan melakukan PHK, mereka kehilangan tenaga kerja yang sudah berpengalaman, sehingga berpotensi menurunkan kualitas produksi dan merusak citra perusahaan di mata publik.

Pemerintah

Pemerintah juga tidak lepas dari dampak badai PHK. Meningkatnya angka pengangguran membuat beban anggaran negara semakin berat, terutama dalam hal penyediaan bantuan sosial, subsidi, maupun program pemberdayaan masyarakat. Di sisi lain, masyarakat luas turut terdampak karena berkurangnya daya beli yang berimbas pada perlambatan roda perekonomian. Selain itu, potensi munculnya masalah sosial seperti kemiskinan, kriminalitas, dan konflik horizontal semakin besar.

 Luasnya dampak yang ditimbulkan dari PHK massal, maka segera perlu adanya langkah komprehensif yang dilakukan semua pihak dan seluruh aspek. Pemerintah dapat menyediakan program pelatihan dan peningkatan keterampilan tenaga kerja agar mereka mampu bersaing di pasar kerja. Selain itu, pemerintah juga perlu memberikan insentif bagi perusahaan yang menahan diri untuk tidak melakukan PHK serta membuka lapangan pekerjaan baru melalui pembangunan infrastruktur dan pengembangan UMKM. Dari sisi perusahaan, efisiensi biaya sebaiknya dilakukan tanpa harus melakukan PHK massal. Perusahaan juga diharapkan memberi pelatihan kepada karyawan agar mereka dapat beradaptasi dengan teknologi baru. Sementara itu, pekerja juga memiliki peran penting yaitu dengan meningkatkan kemampuan dan keterampilan yang dimiliki serta mengembangkan usaha mandiri agar tidak terlalu bergantung pada sektor formal.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun