Menanam dan Tumbuh Bersama, Kolaborasi Sekolah dan Paguyuban Wali Murid dalam Mewujudkan Kebun Mini sebagai Wahana Life Skill Bertani
Dunia penuh tantangan sehingga banyak terobosan dilakukan oleh sekolah tak terkecuali SDN 01 Sepaku. Untuk mengenalkan pengalaman kepada murid, pembelajaran tidak mutlak berkonsentrasi pada kemampuan akademis tapi juga perlu mempertimbangan pengembangan keterampilan hidup yang dapat diterapkan anak dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun baru kelas 1, tapi setidaknya diberikan pengenalan dengan melibatkan orang tua untuk membantu menyukseskan program tersebut.
Program tersebut salah satunya keterampilan mengelola kebun mini sebagai bekal menumbuhkan keterampilan hidup bertani. Keterampilan ini dipandang banyak manfaatnya apalagi kondisi wilayah Sepaku dan sekitarnya sangat cocok sekali dimanfaatkan untuk mewujudkan ketahanan pangan keluarga. Dengan begitu, anak tidak hanya diajarkan bagaimana cara menanam tapi ada penanaman karakter yang disampaikan secara tak langsung yakni keuletan/ketekunan, tanggung jawab, dan kepedulian.
Setidaknya melalui kegiatan yang diinisiatif guru kelas 1 untuk mewujudkan kebun mini di belakang sekolah menjadi sarana anak belajar. Meskipun pada awalnya anak banyak melihat dan mengamati daripada kegiatan langsung. Namun secara perlahan  terbentuk kenangan yang dalam benaknya. Anak-anak belajar melalui orang tua yang mendampingi di luar jam pembelajaran sehingga tidak hanya teori yang didapatkan tapi juga pengalaman langsung dalam bentuk praktik bersama dengan bimbingan guru kelas dan orang tua. Inilah wujud nyata dari semangat yang digerakkan guru kelas yakni menanam dan tumbuh bersama.
Hal ini merupakan wujud bahwa penguatan karakter bukan merupakan tugas guru kelas semata tapi hasil kolaborasi semua pihak terutama orang tua. Keterlibatan orang tua sangat penting dalam mendukung tak sekadar menyerahkan kepada sekolah tapi mengambil peran penting agar kelak anak memiliki keinginan yang positif dalam memanfaatkan lahan yang dimiliki guna mengembangkan sektor pertanian yang tak banyak dilirik oleh generasi muda.
Beberapa hari pertemuan lalu, teringat diskusi ringan bersama murid kelas XI pada pembelajaran yang membahas ketahanan pangan lokal. Pribadi sedikit mengulik ada tidak yang berkeinginan menjadi petani di masa yang akan datang? Ternyata mindset yang terbentuk memang tak ada semangat mengarah ke sana. Di benak mereka kesulitan, kepastian harga pertanian, tidak bisa berkembang, kualitas hidup belum bisa sesuai harapan.
Bentuk tanggapan tersebut sebenarnya merupakan refleksi pribadi yang mengambil kisah hidup orang tua. Tak ada  yang salah, namun perlu diluruskan bahwa mindset tersebut tak sepenuhnya salah. Tapi setiap pekerjaan yang ditekuni memiliki tantangan sendiri sehingga melahirkan bentuk keberanian untuk menemukan jalan keluar yang inovatif demi memperoleh pencapaian keberhasilan sesuai yang diharapkan.
Melalui kegiatan pembuatan kebun mini yang mengenalkan kepada anak di usia dini perlu diapresiasi dan didukung. Sebab, sektor ini juga menyimpan potensi yang besar sebagai peluang masa depan asal dapat dikelola dengan dasar keilmuan dan manajemen yang apik sehingga anak kelak dapat tertarik mengembangkan lahan yang diwariskan oleh orang tua.Â
.
Kebun Mini sebagai Sarana Life Skill dan Media Pembelajaran
Desain kebun mini tak sekadar lahan yang dipenuhi dengan banyaknya pot-pot, polibag tanaman, dan penanaman langsung. Ia hadir sebagai laboratorium kehidupan bagi anak untuk belajar mengenal banyak hal bersama guru kelas dan orang tua tentang perencanaan dan mengeksekusi sehingga mengenal cara memilih tanaman dan merancang desain kebun. Selain itu, bersama orang tua secara rutin terjadwal akan memiliki tanggung jawab dalam merawat dan memantau pertumbuhan tanaman secara konsisten. Pemantauan tersebut bisa juga orang tua mengajak anak melakukan refleksi dengan berdialog pada anak mengenai catatan perkembangan, pengenalan masalah hingga solusi yang diberikan. Hasilnya anak mampu terdorong berpikir secara kritis dari pengalaman yang diperolehnya.
Untuk  mewujudkan itu tidaklah mudah, perlu kesadaran diri orang tua untuk ikut serta membersamai kegiatan yang digagas guru kelas. Kesibukan tak menjadi penghalang  asalkan ada kemauan maka akan ada jalan keluar. Kehadiran orang tua tentu harapan besar bagi ketercapaian program tersebut sehingga keberhasilan kebun mini yang sudah disepakati di awal tahun ajaran baru bukan tanggung jawab guru kelas tapi hasil sinergi bersama orang tua. Untuk itu guru kelas dapat mewujudkan bentuk kolaborasi yakni penyediaan sarana, pendampingan kegiatan, monitoring untuk perawatan.Â
Dengan adanya kolaborasi pihak sekolah dan orang tua tak hanya menguatkan proses pembelajaran tapi secara tak langsung dapat menguatkan hubungan emosional antara anak dan orang tua, serta membangun hubungan yang sehat antara orang tua dan sekolah. Dengan hubungan tersebut, semua masalah pendidikan dan perkembangan anak dapat disampaikan pada sekolah sehingga secara bersama-sama menemukan jalan keluar demi pencapaian karakter dan potensi yang dikembangkan.
Kebun mini yang merupakan proyek sekolah merupakan hasil kolaborasi sebagai bentuk investasi jangka panjang. Dari lahan seadanya, anak akan belajar tentang kehidupan. Meskipun nantinya tangan anak kotor tapi akan tumbuh keterampilan dan karakter, serta nilai kehidupan seperti ketekunan, kesabaran, kemandirian, kerja sama, empati, dan kecintaan pada proses bukan hanya hasil akhir.
Nilai-nilai itu akan menjadi life skill bagi anak sebagai bekal generasi tidak hanya cerdas secara akademis tapi memiliki karakter tangguh dan peduli sehingga melalui proyek yang terkesan sederhana. Tapi tak sederhana dampak yang diperoleh terutama anak memperoleh pelajaran yang besar mengenai merawat, bertumbuh, dan menghargai hidup yang dimulai dari satu benih kecil di tangan anak.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI