Mohon tunggu...
sucahyo adiswasono@PTS_team
sucahyo adiswasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Hanya Seorang Bakul Es, Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang. Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sistem Pendidikan Nasional yang Terpasung dan Tersandera

12 Februari 2024   03:22 Diperbarui: 12 Februari 2024   03:52 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar: pixabay.com

Amanah UUD 1945 sebagaimana yang termaktub dalam Mukadimahnya, yang salah satunya adalah "Mencerdaskan Kehidupan Bangsa", merupakan bagian dari keawajiban Negara dalam memenuhi kebutuhan pendidikan bagi rakyatnya. Mencerdaskan kehidupan bangsa yang dimaksud, telah dirinci ke dalam Batang Tubuh UUD 1945, sebagai berikut:

Pasal 31 UUD 1945 sebelum Amandemen :

(1) Tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.
(2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang.

Pasal 31 UUD 1945 sesudah Amandemen IV :

(1)  Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidkan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
(3) Pemerintah mengusahkan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Selanjutnya, dari Pasal Pendidikan UUD 1945 tersebut diturunkan ke dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 yang secara eksplisit memberikan pengertian tentang Pendidikan di RI, yakni sebagai berikut :

"Pendidikan, adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik  secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak yang mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara."

"Tujuan pendidikan nasional, adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab."

Lantas, bagaimanakah fakta realita penerapan pendidikan saat ini, di negeri ini? Apakah sudah sesuai dengan pengertian tujuan di atas? Mari dicermati secara seksama ...

Sistem Pendidikan Bangsa di Negeri Ini Sudah Terinfeksi oleh Virus-Virus Kapitalisme

Sekolah, universitas, fakultas, jurusan yang favorit menjadi sangat mahal, menjadi lumbung duit bagi pengajar dan pengurus yang terlingkup di dalamnya. Bayangkan saja, untuk menjadi dokter harus menyiapkan duit milyaran rupiah, maka wajar saja bila mayoritas dokter lebih bersikap komersial daripada kemanusiaan, karena dilatarbelakangi oleh pencapaiannya yang membutuhkan modal besar. Bahkan, bila perlu, masyarakat dibuat sangat bergantung kepada dokter, agar pundi-pundi rupiah mengalir terus ke kantong mereka. Inilah fakta yang mejadikan masyarakat terjebak ke dalam pembodohan massal, menjadi tidak melek kesehatan dan ilmu pengobatan (terapi).

Sebenarnya, demikian pula terhadap fakultas dan jurusan lainnya, yang sekalipun tidak semahal fakultas kedokteran. Maka yang terjadi adalah betapa mayoritas alumnusnya hanya dalam rangka mengejar posisi, jabatan dan raihan pendapatan yang tinggi bin spektakuler.

Jadi, sistem pendidikan kita saat ini sudah tak lagi dalam rangka "Mencerdaskan Kehidupan Bangsa", namun hanya cenderung mencetak mental-mental generasi serakah, generasi-generasi kapitalis dalam melakukan pembodohan demi pembodohan terhadap masyarakat.

Materi-Kurikulum Dominan Teori

Agar waktu tempuh (durasi) pendidikan menjadi panjang, maka Materi Ajar lebih banyak dijejalkan teori-teori yang rumit, renik dan njelimet, sehingga kurang praktis, juga tidak kontekstual. Wajar saja bila peserta didik, begitu lulus, belum siap pakai. Pun demikan halnya, bahwa panjangnya waktu tempuh pendidikan, berdampak mengurangi jenjang masa usia produktif bagi masyarakat.

Apakah perlu menempuh Kuliah S-1 selama 4 (empat) hingga 7 (tujuh) tahun ? Toch, setelah lulus, pengetahuan  skill kerja masih minim? Jikalau waktu tempuh pendidikan bisa dipersingkat, kenapa hal itu tidak dilakukan ? Inilah gambaran kebodohan dan lemahnya pembuat kebijakan bangsa di negeri ini.

Waktu dan jenjang pendidikan pun dibuat sedemikan rupa menjadi panjang dengan memperbanyak teori yang kian menguras kantong masyarakat dan negara. Mayoritas dari guru-gurunya, nyata kurang berkompeten, di samping materi yang sarat dengan teori dan mayoritas guru/dosen yang memposisikan sebagai akademisi, menjadikan sang pengajar kurang menguasai hal-hal praktis.

Padahal, yang disebut Ilmu itu bukan hanya teori, namun harus mewujud dalam kenyataan. Salah satu tujuan dari pendidikan adalah arahan tentang penguasaan skill dan ketrampilan. Maka, wajarlah bila anak didik harus mencapai kelulusannya hingga belasan tahun yang ujung-ujungnya: tidak mempunyai skill kerja apapun.

Sistem Pendidikan yang Sangat Tidak Efektif dan Efisien

Anggaran pendidikan di negara kita ini, terhitung sangat besar dan boros. Pada APBN 2019, Negara menganggarkan sektor pendidikan: Rp. 500 trilyun. Dari jumlah tersebut, 60 % atau kisaran Rp. 300 trilyun, hanya untuk alokasi gaji guru dan tunjangan. Namun parahnya, hasil capaian pendidikan kita: kompetensi yang minim dan tidak sebanding dengan besarnya anggaran. Tak sebanding dengan biaya yang mahal dan waktu yang lama. Sehingga yang mengemuka dari hasil capaian di ranah pendidikan kita adalah gambaran yang lebih menampakkan kebohongan dan membodohi masyarakat.

Bagaimanakah model sistem pendidikan Pancasila sebagai sistem pendidikan seimbang yang efektif dan efisien? 

Hakikat Sistem Pendidikan Pancasila yang Efektif dan Efisien

Pendidikan, adalah sebuah proses pemberdayaan yang terdiri dari pengajaran, praktik, pelatihan dan pendampingan (disingkat P-4), terhadap manusia agar memahami dan menjalani hidup sebagai hamba Tuhan, yakni hidup secara seimbang dalam keseluruhan aspek hidup . Pemberdayaan itu sendiri merupakan transfer ilmu yang paling efektif, karena selain pengajaran, ada praktik atau pelatihan dengan porsi yang lebih besar dan pendampingan terhadap peserta didik.

Gambaran sederhana dalam proses pemberdayaan adalah sebagaimana di sebuah keluarga, yakni proses bagaimana seorang ibu mengajarkan komunikasi dan budaya-budaya kebaikan kepada sang anak yang disertai dengan pelatihan dan pendampingan yang penuh dengan kasih sayang. Nah, seperti itulah yang seharusnya dilakukan oleh seorang guru atau pendidik di sekolah atau kampus.

Sedangkan tujuan diselenggarakannya pendidikan Pancasila, adalah menghantarkan manusia agar bisa memahami dan menjalankan tugas sebagai hamba Tuhan dengan sebaik-baiknya, yakni untuk bisa hidup seimbang dalam keseluruhan aspek hidup.

A. Materi-Kurikulum Pendidikan Pancasila

Materi harus simpel dan kontekstual dengan porsi praktik dan pelatihan yang lebih besar daripada teori. Adapun garis besar isi materi dimaksud, adalah sebagai berikut :

a. Ilmu Alat :
  1) Ilmu Komunikasi
  2) Ilmu Berhitung.

b. Pemahaman diri sebagai ciptaan Tuhan: mengenali sistem biologis diri. Cara
     memperlakukan diri menurut ajaran Tuhan.

c. Pemahaman dan perlakuan terhadap sistem keseimbangan alam sebagai ciptaan Tuhan.

d. Pemahaman dan perlakuan terhadap sistem keseimbangan sosial menurut ketentuan  
    Tuhan.

e. Hubungan dan persamaan prinsip antarara ilmu alam dan sosial.

f. Ilmu Terapan.

B. Jenjang Waktu Pendidikan

Tidak perlu bertele-tele, praktis, efektif-efisien, sehingga tidak diperlukan jenjang waktu yang panjang seperti saat ini.

Berikut ini gambaran Jenjang Waktu Pendidikan dimaksud, yakni sebagai berikut :

Tahapan Dasar (Basic): 6 (enam) Tahun.

Tahapan Lanjutan I: 2 (dua) Tahun.

Tahapan Lanjutan II: 2 (dua) Tahun.

Tahapan Terapan: 2 (dua) Tahun; 1 (satu) tahun pendidikan di sekolah + 1 (satu) tahun magang di tempat-tempat usaha. Dengan selesainya pendidikan terapan, maka peserta didik sudah dinyatakan siap bekerja sesuai dengan bidangnya masing-masing.

Tahap pendidikan kerja: pendidikan di bidang kerja usaha masing-masing.

Bagi yang terbaik di tahapan ini, maka dapat direkomendasikan untuk dikirim guna menjalani pendidikan-magang di pusat atau ke mancanegara dalam rangka transfer teknologi.

Sebagai catatan tambahan, Garis Besar Isi Materi dapat dijabarkan lebih detil dan mendalam, dimana bobot dan kedalaman materi disesuaikan dengan tingkat usia masing-masing peserta didik. Materi basic dan lanjutan, adalah sebagai bekal dan rambu-rambu dalam memasuki jenjang pendidikan terapan. Materi Terapan, berisi pembekalan skill dan ketrampilan untuk siap menjalani hidup mandiri dan disampaikan pada tahap usia anak memasuki dewasa. Di Pendidikan Terapan ini, dilakukan penjurusan sesuai dengan bidang dan kebutuhan.

Model Lembaga Pendidikan Pancasila 

Sama halnya dengan sistem hukum, fungsi lembaga pendidikan harus dikelola oleh pemerintah dengan struktur hirarki, sebagai berikut :

Ketua Guru Besar Negara ======>>>>> Presiden

Ketua Guru Besar Provinsi ======>>>>> Gubernur

Ketua Guru Besar Kabupaten ======>>>>> Bupati/Walikota

Ketua Guru Besar Desa ======>>>>> Kepala Desa

Presiden adalah Ketua Guru Besar Tertinggi Negara.

Gubernur adalah Ketua Guru Besar Tertinggi di Wilayah Provinsi.

Bupati/Walikota adalah Ketua Guru Besar di Wilayah Kabupaetn/Kota

Kepala Desa adalah ketua guru besar di wilayah desa; Kepala Desa ini, membawahi langsung guru-guru yang langsung mengajar ke peserta didik.

Selanjutnya dapatlah dijelaskan secara detil terhadap struktur hirarki di atas sebagai berikut :

Presiden adalah pimpinan atau Ketua Guru Besar Negara, oleh karenanya seorang presiden harus mempunyai kapasitas yang sesuai dengan posisinya, utamanya pemahaman tentang sistem keseimbangan pada keseluruhan aspek negara. Dengan demikian, kompetensi seorang presiden di samping sebagai Kepala Lembaga Pemerintahan Negara, juga sebagai Hakim Tertinggi. Presiden juga harus mempunyai kompetensi sebagai guru besar tertinggi dan Panglima Pertahanan dan Keamanan Tertinggi. Pun demikian halnya gubernur, bupati/walikota dan seterusnya, adalah Ketua Guru Besar di masing-masing wilayah yang dipimpinnya dan harus mempunyai kompetensi yang sesuai dengan posisinya.

Presiden akan mentransfer pengetahuan kepada anggota kabinetnya dan kepada para gubernur. Selanjutnya, gubernur menindaklanjuti dengan cara membina dan mengarahkan Tim Satuan Kerjanya dan para bupati/walikota, begitu seterusnya sampai dengan tingkat desa. Kepala Desa sebagai Kepala Pendidikan/Sekolah di Desa yang membina dan mengarahkan para Tenaga Pengajar/Guru di Desa.

Tempat dan Lokasi Pendidikan

Kegiatan pendidikan bisa memanfaatkan ruangan di kantor-kantor pemerintahan apabila memadai. Namun bila dibutuhkan dan dipandang perlu, bisa di lembaga pendidikan khusus. Prinsipnya, gedung dan fasilitas pendidikan tidak perlu bermegah-megah, sederhana, dan yang penting adalah fungsinya bisa berjalan secara efektif. Khusus untuk Pendidikan Terapan, maka bisa dibangun Balai-Balai Latihan Kerja, dan mereka para peserta didik akan belajar dan berlatih selama 1 (satu) tahun, pada 1 (satu) tahun berikutnya magang di tempat-tempat usaha.

Catatatan:

Dengan banyaknya guru-guru yang tidak berkompeten dan dipangkasnya jenjang waktu pendidikan, maka akan banyak guru yang terpaksa dinonaktifkan. Mereka, selanjutnya akan diarahkan untuk terjun di sektor-sektor usaha produktif . Konsekuensinya, pemerintah akan memberikan pelatihan, permodalan usaha dan jaminan kepastian pasar. Dengan demikian, semakin banyaknya masyarakat yang terjun di sektor usaha produktif dalam sistem keseimbangan negara, maka produktivitas negara juga akan menjadi optimal, pada gilirannya akan membawa bangsa ini menjadi semakin sejahtera dalam keadilan.

Simpulan:

Model Pendidikan saat ini sangat tidak efektif dan efisien, menghabiskan anggaran besar, waktu tempuh pendidikan yang lama dan hasil capaiannya pun tidak sebanding dengan waktu dan biayanya.

Sebaliknya, sistem pendidikan Pancasila adalah rangkaian proses pemberdayaan untuk bisa menjadi hamba-hamba Tuhan sebaik-baiknya, yakni mampu menjalani Kehidupan Seimbang.

Demikianlah, gambaran Sistem Pendidikan Pancasila yang sangat profesional dan sangat menjunjung tinggi keseimbangan.

Sekian dan terima kasih. Salam Seimbang Universal Indonesia Nusantara ...

*****

Kota Malang, Februari di hari kedua belas, Dua Ribu Dua Puluh Empat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun