Mohon tunggu...
Subarkah
Subarkah Mohon Tunggu... Freelance

Suka nulis, suka nonton film, suka baca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saat Kata Tak Lagi Mengalir Bebas

15 Juni 2025   05:05 Diperbarui: 15 Juni 2025   05:05 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kita semua pernah mengalaminya. Duduk diam di hadapan layar kosong, atau berdiri terpaku di tengah percakapan, sementara isi kepala penuh dengan berbagai gagasan. Pikiran-pikiran itu berdesakan minta keluar, tetapi entah mengapa lidah terasa kelu dan jemari enggan bergerak. Ada perasaan aneh yang muncul. Ingin bicara, tapi tak tahu harus mulai dari mana. Ingin menulis, tapi kata pertama saja tak kunjung hadir.

Dalam kehidupan sehari-hari yang sarat tuntutan dan komunikasi cepat, kemampuan untuk menyampaikan isi pikiran menjadi sangat penting. Namun ironisnya, justru saat kemampuan ini dibutuhkan, kita kerap kesulitan mengaksesnya. Kesulitan ini bukan hanya terjadi pada satu dua orang. Banyak dari kita mengalaminya, baik dalam bentuk tulisan maupun lisan, dalam ruang privat maupun publik.

Pertanyaannya kemudian, apa yang membuat mengungkapkan isi pikiran menjadi begitu rumit?

Mengapa Kita Sering Kesulitan Mengungkapkan Isi Pikiran?

Kesulitan dalam mengekspresikan pikiran bukanlah sesuatu yang terjadi secara kebetulan. Ia sering kali berakar pada tiga lapisan yang saling berkaitan: aspek psikologis, kondisi emosional, dan situasi lingkungan.

Dari sisi psikologis, banyak orang menghadapi rasa takut yang tak selalu disadari. Takut salah bicara. Takut dianggap tidak cukup pintar. Takut penilaian orang lain lebih keras daripada niat baik yang coba kita sampaikan. Perasaan takut inilah yang menjadi tembok pertama yang menghalangi pikiran menjelma menjadi kata.

Kemudian, emosi yang belum selesai juga ikut berperan. Kadang kita ingin bercerita, tapi hati sedang luka. Ingin mengutarakan pendapat, tetapi perasaan cemas, kecewa, atau marah belum menemukan tempat untuk diurai. Akibatnya, kata-kata yang seharusnya hadir sebagai jembatan justru tertahan karena beban emosi yang belum tertuntaskan.

Faktor lingkungan juga tidak bisa diabaikan. Tidak semua ruang memberi rasa aman untuk menjadi diri sendiri. Ada tempat-tempat yang membuat kita merasa harus tampil sempurna, harus sesuai ekspektasi, harus berbicara dengan cara yang diterima banyak orang. Dalam kondisi seperti itu, lebih mudah bagi kita untuk memilih diam daripada mengambil risiko disalahpahami.

Dengan melihat akar masalah dari tiga sisi ini, kita mulai memahami bahwa kesulitan mengekspresikan diri bukan sekadar soal teknis berbicara atau menulis. Ini adalah soal keberanian untuk hadir sepenuhnya sebagai diri sendiri, dan itu tidak selalu mudah.

Apakah Kesulitan Ini Dialami Banyak Orang?

Pertanyaan ini penting untuk direnungkan bersama. Jika kamu pernah merasa tidak mampu mengungkapkan pikiran dengan jelas, kamu tidak sendirian. Banyak orang, bahkan mereka yang terlihat percaya diri sekalipun, pernah terjebak dalam keraguan untuk menyampaikan isi hati dan pikirannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun