Mohon tunggu...
Siprianus Bruto
Siprianus Bruto Mohon Tunggu... Lainnya - Memikirkan apa yang akan aku lakukan, dan melakukan apa yang telah aku pikirkan. Pencinta Sastra

Berdomisili di Flores, NTT, Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cempi (2)

27 Juli 2021   22:42 Diperbarui: 27 Juli 2021   22:56 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar dokpri: Jo Bukardi

Kita akan memasak umbi rindu yang pernah kita gali di ladang sapa, pada tungku cinta paling romantis di dapur hati.Untuk kesekian kalinya aku tetap memeluk doa paling tabah, agar rindu itu matang dalam bejana hati, lalu kita akan kembali ke gubuk setia untuk mencicipi cinta paling seksi dari rindu yang pernah kita jahit setelah kejatuhan kata putus di senja penuh dosa.Pada malam pekat yang dikencani butir-butir hujan ini, aku sendiri menulis sepucuk puisi di pojok kamar, sambil tersenyum memeluk seikat kembang doa di hadapan kaki Sang Maha Segala maha. Dentingan rinai hujan di luar, ku jadikan dawai kecapi untuk sebuah lagu rindu dalam dekap paling gelap akan jarak yang selalu menghiasi bola mata kita. 


Tuhan,,,
Jarak adalah cara waktu mendekatkan kita pada decak rindu paling gaduh di bumi fana penuh sandiwara.
Hujan yang mengandung dingin melahirkan rindu yang menggigit ingin.
Aku tahu itu adalah sebuah kefanaan tanpa keniscayaan, sebab sebuah tatap di zaman ini adalah sebuah kematian.
Ahk.... Semoga aku tidak salah menilainya.
Dalam sendiri di sudut sepi ini, aku ingin mengemis puisi di tepi kalimat paling puitis, memungutnya dengan penuh ingin.
Agar engkau mampu membaca bahwa betapa aku ingin mendandani tubuhmu dengan rayu paling yakin tentang hati yang tak pernah mau untuk belajar menipu. 


Tuhan,,
Sesungguhnya aku ingin berbisik atas nama  kejujuran bahwa aku akan mencintaimu dengan cara seksama dan dalam tempo seumur hidup.
Tuhan,,
Kepada-Mu puisi rindu ini kuucapkan atas nama cinta, bahwa aku mencintaimu dengan sederhana, dengan segenap akal budiku, dengan segenap hatiku.
Bahwa aku mencintaimu dengan sederhana dengan seikat mawar doa yang selalu kupeluk saat jiwa bersahabat dengan luka dan dosa. 

Clausura, Juli 2021

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun