Mohon tunggu...
Siprianus Bruto
Siprianus Bruto Mohon Tunggu... Lainnya - Memikirkan apa yang akan aku lakukan, dan melakukan apa yang telah aku pikirkan. Pencinta Sastra

Berdomisili di Flores, NTT, Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Surat dari Elizabeth Teruntuk Nana Stefanus di Manggarai Timur

24 Januari 2021   08:39 Diperbarui: 24 Januari 2021   09:09 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemudian sayang,, di sini tidak ada puskesmas, banyak orang sakit lari ke dukun, yang juga tidak jelas perawatannya. Setiap kali ada yang sakit selalu digotong ke rumah dukun, dan perawatan yang seringkali saya lihat sayang,,, adalah tradisi "wuntar le iso cepa dan kedur" di seluruh tubuh penderita sebagai bentuk pengobatan tetapi banyak yang tidak tertolong. Yang paling menyedihkan adalah ibu-ibu hamil sayang,, banyak di antara mereka yang meninggal. Aku sangat sedih, sebagai seorang puan, aku tak mampu menahan air mata menyaksikan realita ini. Pikiran dan seluruh tubuh ini kacau nana Stefanus.

Nana Stefanus kekasihku,, rute di desa ini juga belum dilapisi aspal, badan jalan berlubang di mana-mana, air tergenang dan tanah longsor. Warga di sini meskipun banyak uang, namun mereka tidak berani membeli kendaraan sebab itu adalah kesia-siaan belaka atau malapetaka bagi mereka. Mereka tidak pernah   menikmati jalan yang beraspal, seringkali mereka mengutuki diri mereka, dengan kalimat fenomenal, "Tuhan, mengapa aku dilahirkan di desa ini??".

Nana Stefanus kekasihku,, listrik PLTMH maupun PLN tidak ada di sini. Warga hanya tetap mengikuti tradisi zaman dahulu, yang diberi istilah "tutung pandu" sebagai lampu pelita, untuk menerangi rumah. "Tutung pandu" itu pun hanya ketika jam makan malam,, setelah itu rumah kembali gelap. 

Jangan tanyakan PDAM, tidak ada di sini. Ada sih pipa-pipa paralon, tapi hanya hiasan saja, sebab tidak ada air yang mengalir. Warga di sini sayang,, mereka mencari sendiri sumber air di hutan yang jauh sekitar satu atau dua kilometer. Mereka menggali tanah dan menemukan air, lalu membuat bak kecil untuk menampungnya. Begitulah ceritanya Nana Stefanus kekasihku.

Nana Stefanus kekasihku,, kepala desa di sini juga pernah bercerita bahwa ia sering memproposal ke pemerintah, namun sampai sekarang belum ada kejelasan bahkan mungkin belum ditandatangani. Barangkali hal ini juga perlu sogok dengan uang, supaya pembangunannya dimulai.

Mungkin saja sayang,,, mungkin saja. Mungkin juga ini dampak dari politik identitas sayang,, hahahaa.

Oh ya,,,sayang di sini juga jaringan internet dan teman-temannya itu tidak ada, jangankan jaringan,, tower saja tidak ada sayang. Makanya aku mengambil keputusan untuk lebih baik menulisnya dalam lembaran ini. Handphone yang aku bawakan ke sini sudah menjadi penghias ruangan, mungkin akan sampai jamur. Tidak di gunakan sama sekali. Pada monitor jaringan, selalu menampilkan tanda kali atau huruf X.

Nana Stefanus kekasihku,,, meski begitu aku tetap bahagia hidup di desa ini, lebih bahagia lagi kala aku mengenangmu selalu di setiap denyut jantung ini. Hanya bayangmu yang mampu kupeluk saat tawaku berakhir dengan air mata. Sayang,,, tetap jaga hatimu di sana ya,,, jaga diri juga,, apalagi dengan kondisi yang tak menentu dan wabah covid19 yang menakutkan ini. Ingat,, makan makanan yang mengandung gizi dan olahraga secukupnya. Jangan nakal ya sayang,, awas kalau nakal.

Nana Stefanus kekasihku,, akhirnya kita tiba diujung cerita. Diakhir cerita, aku hanya berpesan untukmu  sayang,,,
JANGAN KEBANYAKAN TIDUR DI SANA DI KASUR YANG EMPUK. BANGUNLAH STEFANUS KEKASIHKU,, LIHATLAH SEKELILINGMU DENGAN MATA HATIMU. DESA KITA BELUM MAJU. BANGUNLAH DAN KERJA, BUKAN DUDUK SAMBIL MINUM MOKE LALU TIDUR.

Nana Stefanus kekasihku,,,
BANGUNLAH,, LIHAT!!
MANGGARAI TIMUR MASIH GELAP.

Ttd
Kekasihmu

Elizabeth.
Clausura, Januari 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun