Mohon tunggu...
Fitria Yusrifa
Fitria Yusrifa Mohon Tunggu... -

Seseorang yang haus akan rasa sepi. Menyepi, menyendiri, lalu meratapi. Ya, hanya itu yang ia sukai selama ini

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Emak, Izinkan Aku Ikut Demo

30 Agustus 2014   08:34 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:07 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Anwar mengambil seribu langkah untuk dapat cepat sampai di rumahnya. Perutnya sudah mengeluarkan suara-suara tidak wajar. Dua hari lamanya dia tidak melahap sesuap nasipun. Jangankan melahap, melihat bentuknyapun tidak. Dua hari lamanya dia digojlog habits-habisan oleh seniornya di Universitas Pancasila Sakti. Bukan, bukan OSPEK yang iajalani, melainkan seleksi masuk “Organisasi Mahasiswa berjiwa Patriotis dan Nasionalis”(ORSIMAPLIS), yang menurut kebanyakan orang adalah organisasi paling “besar” di Indonesia. Arti kata “besar” bukan dilihat dari jumlah anggotanya, melainkan pengaruhnya dalam perkancahan politik dan jalannya pemerintahan di Indonesia. Mereka sering berunjuk rasa untuk menuntut keadilan, menuntut dihukum gantungnya para koruptor, dan masih banyak lagi.

Anwar sebenarnya tidak punya niat untuk masuk ke dalam organisasi anti pemerintah itu, organisasi yang selalu menggunakan “demo” sebagai senjata jitu dalam menyerang pemerintah. Sejak kecil, emaknya tidak pernah mengajarkan ‘kekerasan’ padanya. Anwar kecilpun baru mengerti arti kekerasan saat ia duduk di bangku SMP.

Saat itu, ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri, teman sebangkunya dihajar habis-habisan oleh kakak kelasnya yang terdiri dari enam orang. Sialnya, Anwar juga terkena imbas dari perkelahian ‘sembunyi-sembunyi’ itu. Pipinya merah lebam ditonjok oleh salah seorang kakak kelasnya yang juga menghajar teman sebangkunya.

Rasa malu, bersalah, dan takut, campur aduk menjadi satu di hati Anwar. Pulang ke rumahpun, ia merasa tidak sanggup. Ia tahu bagaimana sakitnya perasaan emak melihat luka memar di pipi anak semata wayangnya nanti. Atau mungkin, emak akan berdiam diri, tidur, lantas bangun, dan mengambil air wudhu di tengah malam. Lalu, bersujud dan menangis sepuasnya di hadapan Tuhan. Memanggil-manggil nama suaminya yang telah mendahuluinya, sambil menahan sakit di kepala, badan, dan hati sekaligus, akibat ulah putranya, Anwar. Barulah, setelah air matanya mengering, ia lantas melipat mukenah warisan ibunya dan beranjak pergi ke pawon, menyalakan tungku dan membuat emping yang akan ia jual ke pasar.

Anwar tahu betul bagaimana susahnya emak menjadi single parent. Tapi, emaknya dengan sejuta kesederhanaannya itu tidak pernah mengeluh di hadapannya. Anwar juga tahu betul bagaimana susahnya menjadi single parent yang tidak diwarisi secuilpun harta, sekeping koin, atau sejengkal tanah. Emak adalah citra baginya. Dan mungkin, emak adalah presiden di hati anwar. Dan emaklah yang membuat anwar ingin masuk dalam sendi-sendi ORSIMAPLIS.

Masuk ke dalam rumah, Anwar disambut oleh sedapnya aroma masakan emak. Ia membuka gorden pawon yang merupakan hasil ‘sulap’ emak.  Emak duduk di depan tungku dan ia tidak memperhatikan kedatangan putranya.

“Emak. . .”

Emak tidak bereaksi. Alat pendengaran emak sudah mulai trouble. Bukan hanya itu, mata beningnyapun telah rapuh dimakan usia. Tanpa pikir panjang, Anwar mendekat dan bersujud di pangkuan emak. Emak barulah menyadari putranya datang. Diusapnya rambut Anwar dengan penuh kelembutan. Ia sangat ingin bertemu putra semata wayang yang sangat dicintainya itu.

“Sudah makan, Cah bagus?”

Emak menggeser posisi duduknya. Ia memperbesar resolusi api di tungkunya pula, dengan mendorong kayu yang sudah gosong dilahap api agak masuk ke dalam tungku.

“Belum, Mak. Dua hari saya dilarang makan. Tapi, beruntung lah, Mak, saya masih diberi seember air hujan dan tanpa mikir itu kotor tidak, saya langsung aja gleg, gleg, gleg.”

Emak tersenyum mendengar cerita Anwar yang sebenarnya ngenes itu. Sejurus kemudian, Emak berdiri dan mengambil sebuah piring, lengkap dengan tiga entong nasi dan lauk berupa oseng-oseng daun so(daun pohon melinjo). Ia kembali duduk di sebelah Anwar.

“Ayo, emak suapin mau, Cah bagus?”

Anwar mengangguk cepat. Inilah sisi hebat seorang emak. Begitu perhatian dan menyayangi anaknya dengan ketulusan yang begitu besar.

“Mak,”

Anwar memasang nyali penuh dalam dirinya. Takut nanti salah mengucap kata.

Emak mengangkat wajahnya. Menatap Anwar dengan tatapan penuh kasih. Emak selalu bisa membuat hati Anwar berdenyut nyeri.

“Emak bangga enggak kalau punya anak yang bisa belain rakyat kecil kayak kita ini?”

Emak tersenyum penuh arti. Anwar menundukkan kepalanya. Ia, jelas tak mampu menerjemahkan senyuman Emaknya itu.

“Jelas bangga, Cah bagus! Tapi, bukan dengan cara demo. Malu-maluin.”

Ucapan Emak jelas mengenai hati Anwar. Panah kata-kata yang dilepaskan oleh Emak, tertancap dalam di hati Anwar. Matanya tak mampu berdialog dengan Emak dan senyumannya yang tulus itu.

“Mak, aku pamit. Maafkan aku, Mak, aku sudah janji ikut demo.”

Anwar menahan air matanya. Ia berlari meninggalkan emak yang terdiam di hadapannya. Tanpa ia tahu, Emak memandanginya sampai punggungnya tak dapat ditangkap oleh retina wanita tua itu lagi. Baginya, puteranya tetaplah pahlawan di matanya. Puteranya tetap pejuang tanpa demonstrasi di hatinya. Namun, kini ia harus rela melepasnya. Puteranya, sudah bukan miliknya lagi. Puteranya, kini, adalah milik negara. Milik rakyat. Milik bangsa.

“Aku akan tetap izinkan kamu berdemo, Nak. Harusnya kamu sabar menunggu jawabanku.”

Sayangnya, puteranya terlalu terburu-buru menyimpulkan jawabannya terdahulu. Emak hanya bisa mengikhlaskan kepergian puteranya. Bukankah memang harus begitu?

Dan, angin kembali memainkan api dalam tungku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun