Mohon tunggu...
Suaib Napir
Suaib Napir Mohon Tunggu... -

Direktur Mars Institute

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Onani Demokrasi Pilwali Makassar

8 Mei 2018   06:42 Diperbarui: 4 Desember 2018   06:55 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Ada berlaksa manusia, tapi lebih banyak lagi wajah, sebab setiap orang memiliki lebih dari satu. Orang-orang lain berganti wajah dengan cepat, memasang satu setelah melepas yang lain.

Bisa kita bayangkan berapa banyak wajah yang mesti dipakai oleh para calon walikota ketika mengejar presentase suara yang tidak sedikit. Mereka harus mengganti setiap saat topeng wajahnya untuk mendapatkan dukungan dari beragam masyarakat yang berbeda.

Demikian pula sebenarnya pemilih yang kini semakin sadar harus selalu memakai topeng yang berbeda untuk calon berbeda. Karena pada dasarnya, waktu telah membentuk mereka untuk tidak mudah percaya akan segala fantasi yang ada, mereka juga butuh kepastian yang bersifat material sesuatu yang bukan sekedar janji yang membuat pemilih onani.

Inilah dilema dari demokrasi langsung yang kita hadapi dalam pilwali kota Makassar saat ini . Antara apakah akan terus beronani, atau menemukan sesuatu yang pasti. Walau sebenarnya dalam politik hanya memiliki satu kepastian yakni 'kemungkinan'.  Menurut Suaib Napir (2016) bahwa untuk menghindari Onani demokrasi maka perlu dilakukan dua strategi, strategi ofensif dan strategi defensif. Strategi ofensif yang dijalankan oleh seluruh tim pemenangan Fahmi Massiara-Lukman yang merupakan tim yang berasal dari Tim Keluarga, Tim Koalisi Partai Politik, Tim Relawan dan  Tim-tim kecil lainnya. Sementara strategi defensif yang digunakan oleh pasangan Fahmi Massiara-Lukman pada pemenangan Pilkada Majene 2015 yaitu Politik Pencitraan, dan model agenda setting pemenangan Fahmi Massiara-Lukman dalam Pilkada di Kabupaten Majene melalui pengaturan Bapak angkat per-Tempat Pemungutan Suara (TPS) diseluruh TPS untuk mengontrol pemenangan di TPS, Jaringan darah biru dan tim terpadu.

Segalanya hanyalah kemungkinan atau bisa jadi sekedar topeng wajah yang seolah-olah baik dan yang lainnya buruk. Mengairahkan atau bisa jadi menjijikkan. Karena toh pada akhirnya 'sejarah akan diputuskan' oleh rakyat sendiri saat menuju Tempat Pemungutan Suara (TPS), siapa yang akan mereka percayai. Atau juga banyak dari kita tidak akan memilih karena tak lagi percaya dari demokrasi kita, seperti kata-kata kejemuan para intelektual Eropa akan demokrasi dan politik mereka sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun