Mohon tunggu...
stevia oka zaki
stevia oka zaki Mohon Tunggu... Ilmuwan - Tholabul 'ilmi fii sabilillah

Dimana ada kemauan pasti ada jalannya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Harun Ar-Rasyid sebagai Khalifah Besar dan Cemerlang Bani Abbasiyah

19 Oktober 2019   00:31 Diperbarui: 19 Oktober 2019   00:37 1604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Harun ar-Rasyid juga tidak lupa memikirkan keamanan dan kesejahteraan rakyat. Harun ar-Rasyid sangat mencintai masyarakat sipil yang ada di wilayah dimana ia berkuasa sehingga tidak heran jika ia sangat menjaga serta melindungi masyarakatnya dari berbagai serangan dan ancaman eksternal. Tidak hanya itu, Harun ar-Rasyid juga selalu menghargai perbuatan baik setiap orang, juga tidak mengulur-ulur waktu pembayaran upah, dan terkenal pemurah hati. Memang apa yang dibaca seseorang akan menjadi cerminan bagi dirinya begitu pula dengan apa yang telah dibaca oleh Harun ar-Rasyid. Harun ar-Rasyid merupakan salah satu khalifah yang mencintai ilmu dan intelektualnya yang tinggi menjadikannya buku sebagai sahabat dalam hidupnya. Menurut Didin Saefuddin Buchori,2009 ia banyak membaca buku filsafat Yunani, fikih, dan hadis. Bacaan-bacaan itu telah membentuk karakternya menjadi seorang yang bijaksana.

Harun ar-Rasyid sejak kecil memang sudah dididik di dalam istana oleh keluarga Barmak. Keluarga Barmak didatangkan oleh ayah Harun ar-Rasyid karena ayahnya tahu bahwa keluarga Barmak memang terkenal dengan kecerdasannya. Sejak Harun ar-Rasyid menjabat menjadi khalifah menggantikan posisi kakaknya al-Hadi, beliau mengangkat Yahya bin Khalid sebagai tangan kanannya yaitu menjadi wazir dengan kekuasaan penuh diserahkan kepadanya.

Harun ar-Rasyid berhasil memperluas wilayahnya seluas mungkin pada masa pemerintahannya. Kekuasaanya yang terbentang dari daerah-daerah Laut Tengah di sebelah barat sampai India di sebelah Timur. Kekuasaan Harun ar-Rasyid pada masa itupun di luar dugaan karena pada masa itu kekhalifahannya berhasil meraih kejayaan. Puncak kejayaan pemerintahan Bani Abbas berada pada masa khalifah Harun ar-rasyid dan putranya, al-Ma'mun, yang disebut "Masa Keemasan Islam (The Golden Age of Islam)". Pada tahun 184 H / 800 M, Baghdad telah menjadi kota metropolitan dan kota utama bagi dunia Islam, yakni sebagai pusat pendidikan, ilmu pengetahuan, pemikiran, peradaban Islam, serta pusat perdagangan, ekonomi, dan politik (Didin Saefuddin Buchori,2009).

Namun, di dunia ini tiada yang abadi sehingga kejayaan Bani Abbas setelah digenggaman oleh para lima khalifah besar salah satunya Harun ar-Rasyid harus sirna ditelan oleh waktu. Empat khalifah setelahnya yang berkiprah pada masa pemerintahan Bani Abbas mengalami kemunduran bahkan kehancuran.

Berbagai sifat para khalifah yang tidak lagi mencerminkan suri tauladan serta semangat memperjuangkan negerinya terlihat pada masa kekhalifahan al-Amin, salah satu putra Harun ar-Rasyid.  Al- Amin adalah putra Harun ar-Rasyid dari istinya yang bernama Zubaidah, seorang wanita keturunan Arab. Sifat yang dimiliki al-Amin sangatlah berbeda dengan al-Ma'mun sehingga Harun ar-Rasyid sebagai ayahnya saja lebih mengagumi al-Ma'mun daripada al-Amin. Keduanya memiliki kepribadian yang saling bertolak belakang al-Ma'mun lebih berpengetahuan luas, memiliki sifat pemaaf, dan kurang tertarik dengan sesuatu yang sifatnya sia-sia seperti senda gurau dan hiburan yang berlebihan. Al- Ma'mun adalah anak dari wanita Persia bernama Marajil. Sedangkan al-Amin lebih suka bersenda gurau dan bermain. Melihat al-Amin yang lebih suka mengutamakan kegemarannya, akhirnya urusan kenegaraanpun  menjadi berantakan dan terbengkalai.

Tibalah masanya dimana dinasti Bani Abbasiyah diambang kemunduran dan kehancuran. Melihat pemberontakan terjadi dimana-mana akibat kekhalifahan setelah lima khalifah besar Bani Abbas harus tergantikan dengan khalifah yang kurang cakap dan lebih mementingkan kegemarannya. Sebenarnya lima khalifah besar tidak melulu berurutan berdasarkan masa jabatan yang ditempuhnya. Al-Hadi yang merupakan khalifah sebelum Harun ar-Rasyidpun juga termasuk ke dalam empat khalifah Bani Abbas yang tidak populer. 

Berikut beberapa faktor kelemahan yang menjadikan Bani Abbasiyah mundur dan hancur menurut buku karya Didin Saefuddin Buchori, 2009 pertama, luasnya wilayah kekuasaan. Akibatnya, sulit bagi khalifah dalam mengontrol kekuasaan di daerah. Kedua, munculnya dinasti-dinasti kecil yang ingin memisahkan diri. Ini adalah dampak yang harus dihadapi dari sulitnya mengontrol daerah-daerah kekuasaan yang jauh dari pusat. Ketiga, kelemahan kepemimpinan para khalifah pengganti. Sebagaimana diutarakan di atas bahwa masa kemajuan Daulah Abbasiyah dialami ketika dipimpin oleh lima khalifah pertama, yaitu as-Saffah, al-Mansur, al-Mahdi, ar-Rasyid, dan al-Makmun.

Keempat, moral dan gaya hidup para khalifah yang kurang mementingkan masalah kenegaraan. Ada beberapa khalifah yang lebih mementingkan kegemaran daripada mengelola negara. Kelima, aneksasi oleh penguasa lain, dalam hal ini dilakukan oleh Dinasti Buwaih dan Dinasti Saljuk. Keenam, akhirnya kelemahan demi kelemahan yang dialami Abbasiyah menemui riwayat akhirnya setelah terjadi serbuan bangsa Mongol yang mengakhiri kekuasaan Abbasiyah pada tahun 1258 M. Serbuan ini dipimpin oleh Hulaghu Khan yang membumiratakan Baghdad, membakar bangunan dan gedung-gedung, membuang buku-buku karya-karya intelektual Muslim di perpustakaan, dan membunuhi para penduduk Baghdad yang tidak berdosa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun