Mohon tunggu...
Steven Polapa
Steven Polapa Mohon Tunggu... -

sederhana dalam bersikap, kaya dalam karya... pernah menjadi jurnalis koran, radio dan terakhir menjadi reporter Indosiar hingga akhirnya memilih jalan hidup dengan menjadi Oemar Bakrie pada sebuah sekolah dasar di daerah terpencil

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Persahabatan, Cinta, atau Kemanusiaan.... Anda Pilih Mana?

10 Juli 2010   03:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:58 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Mentari diufuk barat sore itu mulai berwarna kemerah-merahan. Itu tandanya malam hari akan segera datang. Dengan penuh kehati-hatian juga, kupacu sepeda motorku dengan kecepatan 60 km/jam, dijalanan yang begitu banyak lubangnya.

Aku bisa saja memperlambat laju motorku, atau aku memilih santai saja dalam perjalanan pulang ke rumah setelah menjalani rutinitas hariku-hariku dalam melakukan liputan. Berhubung sore itu aku sempat meliput sebuah perisitiwa, maka aku bergegas untuk pulang buat berita, capture gambar dan distreaming.

Naasnya, hujan deras turun membasahi bumi yang dari tadi siang kering kerontang karena sengatan panasnya mentari. “Wah,,, gawat nich, gimana caranya aku bisa mengirim hasil liputanku secepat mungkin, sedangkan hujan sudah turun,” gumamku dalam hati. Segera aku memarkirkan sepeda motorku didepan sebuah warung sambil menunggu hujan reda.

Sekitar 60 menit aku menunggu, hujan tidak mau mereda. Tanpa pikir panjang dan begitu pentingnya berita yang hendak aku kirim, aku langsung melanjutkan perjalanan pulang. Seluruh badanku basah kuyup, tapi isi dalam tasku sudah diamankan terlebih dahulu agar tidak basah kena hujan. Meskipun begitu, aku tidak tahan juga dengan derasnya hujan yang mengguyur sekujur tubuhku. Untuk kedua kalinya aku mampir pada sebuah halte (pondokan). Seram juga melihat halte tersebut. Sebab, disekitarnya tidak terdapat rumah penduduk. Hanya pohon-pohon yang bergoyang mengikuti alunan desiran angin malam yang disertai hujan deras. Tapi, di halte tersebut aku tidak sendirian. Ada 3 orang lainnya yang juga mampir di halte tersebut.

Dari ketiga orang tersebut, dua diantaranya adalah orang yang memiliki catatan sejarah tersendiri sepanjang karir dalam hidupku. Yakni seorang teman (teman lama juga) yang dulunya pernah menyelamatkanku. Mungkin hanya balas budi saja yang bisa aku lakukan terhadapnya. Kemudian orang kedua adalah seseorang yang begitu aku idam-idamkan setiap hari dan aku berharap bisa menjadi kekasih hatinya meskipun cintaku sudah 2 kali ditolaknya. “Hehehehe.... secara kebetulan nich... J,” Nah... yang ketiga ini adalah tetanggaku sendiri. Seorang nenek yang sudah uzur dan mulai sakit-sakitan.

Yang pastinya, ketiga orang tersebut adalah orang yang begitu aku kenal dekat. Sekitar 10 menit aku berada dihalte tersebut sambil berbincang-bincang dengan mereka. Hujan pun mulai reda, namun masih gerimis juga. Dari perbincangan kami berempat tersebut, muncullah semacam kesimpulan gitu, yang membuatku bingung.... bingung hingga aku sendiri sudah nggak tahu mau buat apa terhadap kesimpulan tersebut.

Ceritanya begini, sudah sekitar 2 jam mereka berada di halte, namun belum ada satupun kenderaan yang lewat di kawasan tersebut. Sehingga, mereka kesulitan untuk mencari tumpangan pulang. Memang di kawasan tersebut juga, pada waktu malam hari, kenderaan sudah jarang bahkan tidak ada yang melewati kawasan tersebut.

SIAPA YANG AKU ANTAR TERLEBIH DAHULU.....????

Itulah pertanyaan yang timbul. Karena hanya aku sendiri yang bawa kenderaan. Perjalanan masih membutuhkan waktu sekitar 20 menit untuk bisa sampai ditujuan. Tidak mungkin aku mengantar mereka satu persatu karena aku mau buat berita agar bisa secepatnya dikirim. Tidak mungkin juga aku bonceng secara serentak mereka bertiga.

Secara perlahan-lahan, aku mulai menganalisa dalam hati, siapa yang hendak aku bonceng pulang, tanpa harus ada yang tersakiti. Apakah temanku yang pernah menyelamatkan hidupku? Dan juga, inilah kesempatanku untuk berbalas budi kepada teman tersebut. Atau cewek yang selama ini aku idam-idamkan. Dan ketika aku mengantarnya, ini adalah peluangku untuk bisa benar-benar meyakinkannya bahwa aku siap berkorban demi dirinya. Ataukah aku harus mengantar si nenek yang sudah uzur, sakit-sakitan.

Wah...wah...wah... bingung juga sich. Masalahnya, aku harus memilih 3 unsur penting dalam karir perjalanan hidup manusia yakni unsur persahabatan, cinta kasih dan unsur kemanusiaan. Aku sendiri hendak berbuat baik. Tapi yang aku takutkan, tindakanku untuk berbuat baik, dengan cara memilih salah satu dari ketiga orang tersebut, hanya akan menyisakan luka yang teramat mendalam bagi yang lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun