Mohon tunggu...
Kapten Jack Sparrow
Kapten Jack Sparrow Mohon Tunggu... Wiraswasta - Content Creator

Instagram: stvnchaniago, Email: kecengsc@gmail.com, Youtube: FK Anime,

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Stop Salahkan Game, Ini 3 Cara Memutus "Lingkaran Setan" dari Adiksi Game Online

25 April 2021   07:35 Diperbarui: 27 April 2021   11:12 2316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak bermain game online| Sumber: Shutterstock/sezer66 via Kompas.com

Buntut kasus viral bocah cilik (bocil) yang melakukan aksi freestyle di masjid ketika ibadah sedang berlangsung, kian berlarut-larut. Oknum yang mencoba memperoleh keuntungan dengan memanfaatkan situasi pun kian bermunculan, terbukti dengan adanya petisi pemblokiran terhadap game Free Fire.

Penulis sendiri sudah memberikan tanggapan dan opini baik terhadap kasus bocil yang freestyle di masjid, maupun terhadap petisi pemblokiran game Free Fire. Bila berkenan membaca, linknya sudah saya cantumkan di akhir artikel ini.

Artikel ini sendiri penulis anggit sebagai tanggapan atas ramainya respon dan komentar netizen di laman Facebook Kompasiana, di mana artikel penulis dibagikan. Dilihat dari respon di kolom komentar, mayoritas terkesan kontra dengan opini penulis di artikel tersebut.

Posisi penulis dalam artikel sebelumnya jelas, penulis menolak pemblokiran game Free Fire, karena tidak menyelesaikan akar dari permasalahan yang sedang terjadi, yakni kesalahan pola pikir dari para bocah cilik itu sendiri.

Viral bocil freestyle di masjid yang berujung petisi blokir game free fire/change.org
Viral bocil freestyle di masjid yang berujung petisi blokir game free fire/change.org

Namun, beberapa komentar (yang kemungkinan tidak membaca artikelnya) mengatakan kalau anak mereka menjadi lupa waktu, susah diatur, berani melawan orangtua, dan banyak keluhan lainnya, dikarenakan memainkan game Free Fire ini.

Intinya, mereka sepakat bahwa game ini lebih banyak membawa dampak negatifnya dan hampir tidak ada dampak positifnya, jadi lebih baik diblokir saja.

Pertanyaan penulis, apakah dengan pemblokiran game Free Fire tersebut anak-anak Bapak/Ibu dapat secara ajaib menjadi penurut, anak yang patuh kepada orangtua, serta melakukan hal yang lebih berfaedah? Jelas, tidak!

Anggaplah penulis dapat meramal masa depan, bila game Free Fire ini diblokir, anak-anak tersebut akan lari ke game-game lain, entah itu Mobile Legends, PUBG, DOTA 2, Clash of Clans dan lainnya.

Kemudian, hal viral yang negatif akan terulang kembali, game online akan kembali disalahkan karena anak-anak yang lupa waktu, berani melawan orangtua, dan susah diatur. Itulah yang akan terjadi bila game Free Fire diblokir, istilah kerennya "Vicious Cycle" atau "Lingkaran Setan".

Lingkaran setan itu tak akan pernah hilang sebelum adanya proses "Break the Chain", yakni memutuskan rantai terjadinya lingkaran setan tersebut. Bagaimana caranya? 

Bukan bermaksud menggurui, namun orangtua harus mulai inrospeksi diri dan berhenti mengambinghitamkan game online. Berikut 3 langkah untuk memutus "Vicious Cycle" yang disebabkan oleh adiksi game online tersebut.

1. Mengecek Kembali Pondasi Pendidikan yang Diberikan pada Anak Sudah Benar

Permasalahan anak-anak yang susah diatur, lupa waktu, berani melawan orangtua, bahkan berani melakukan freestyle di masjid saat ibadah tengah berlangsung, adalah kesalahan yang dilakukan oleh anak-anak dan hanya dapat diperbaiki dengan melakukan pembenaran kepada anak-anak tersebut.

Mari menengok kembali, apakah orangtua sering mengekang kehendak anak-anak kecil tersebut, apakah orangtua sudah memberikan contoh yang baik kepada anak-anaknya, dan apakah orangtua sendiri tidak lupa waktu dengan pekerjaannya serta memberikan perhatian yang cukup terhadap si buah hati?

Pertanyaan tersebut sejatinya hanya dapat dijawab oleh orangtua itu sendiri. Ada kalanya pula orangtua merasa selalu benar sehingga menyebabkan sikap anti-kritik meski dari keluarga sekalipun, sehingga sikap tersebut diadopsi oleh si buah hati, yang secara tak langsung membuatnya menjadi anti-kritik meski dari orangtuanya sendiri.

Kendati salah, tak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri. Berhenti mengambinghitamkan sesuatu dan buatlah perubahan dari diri sendiri.

2. Batasi Lamanya Permainan Game Online, Terutama untuk Anak SD

Salah satu aksi nyata memutus "Vicious Cycle" yang disebabkan oleh adiksi game online, adalah dengan membatasi lamanya anak-anak bisa memainkan game online tersebut, terutama untuk anak SD, di mana pola pikir mereka gampang terpengaruh.

Menurut saya, jangan kekang mereka bermain game, namun berikan "syarat dan ketentuan" yang harus mereka penuhi untuk bermain game tersebut.

Misalnya, hanya boleh bermain maksimal 5 ronde dalam sehari, atau bisa juga baru boleh bermain apabila tugas sekolah sudah terselesaikan. Dan banyak ide kreatif lainnya untuk membuat "syarat dan ketentuan" dengan si buah hati.

Tidak lupa, berikan pula argumen yang logis dan masuk di akal anak-anak tersebut, mengenai mengapa orangtua harus memberlakukan "syarat dan ketentuan" tersebut.

Dengan begitu, harapannya anak-anak dapat dengan sukarela mengikut "syarat dan ketentuan" yang berlaku, sebagaimana hal tersebut juga bertujuan baik untuk perkembangan mereka sendiri.

"Bagaimana bila anak-anak tersebut menolak?" Hmm, berarti kemungkinan poin pertama belum terimplementasikan dengan baik. Atau, bisa juga ditanggapi dengan melakukan poin ketiga.

3. Arahkan Anak ke Hobinya

Apabila poin pertama sudah diimplementasikan dengan baik, namun anak-anak tetap tak bisa lepas dari game online dan segala dampak negatifnya, bisa jadi karena ia belum menemukan hobinya atau passionnya.

Ya, hal ini sejatinya pernah penulis alami selama kurang lebih 6 tahun, dari SMP hingga kuliah. Selama itulah penulis mengalami adiksi terhadap game online. Setelah penulis pikir-pikir kembali, selama 6 tahun itu penulis tak benar-benar tahu apa yang menjadi passion/hobi penulis selain game online.

Barulah di awal Agustus 2020 kemarin, penulis mengenal Kompasiana, mulai menulis, hingga sekarang menulis menjadi hobi penulis dan dapat terlepas dari adiksi game online selama 6 tahun tersebut, yang bila penulis pikir ulang sangat menyiksa fisik dan mental.

Untuk para orangtua yang merasa anak-anaknya belum memiliki passion/hobi yang ditekuni, tak ada salahnya segera membantu mereka mencarikan apa yang mereka suka. Hal ini dapat membantu mengalihkan fokus mereka dari keinginan untuk bermain game online.

Namun satu hal yang perlu diingat, jangan sekali-sekali memaksakan anak melakukan kegiatan lain yang tidak menjadi kesukaannya, hanya untuk membebaskannya dari adiksi game online. Karena terang saja, hal itu takkan berhasil, justru keinginan bermain game online akan meningkat, karena mereka malah akan menganggap game online lah yang dapat membuat mereka bahagia.

***
Itulah pembahasan singkat penulis mengenai adiksi game online kepada anak yang berujung dukungan terhadap pemblokiran salah satu game online. Kiranya kita selaku masyarakat dapat menyikapi sesuatu dengan perspektif yang lebih besar.

Akhir kata, penulis mohon maaf apabila ada kalimat yang terkesan menggurui, semoga bermanfaat.

Link Artikel 1: Viral Bocil Freestyle di Masjid, Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?

Link Artikel 2: Petisi Blokir Game Free Fire, Buntut Kasus Viral Bocil Freestyle di Masjid

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun