Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Karakteristik Gereja

1 September 2018   21:55 Diperbarui: 1 September 2018   22:32 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Terlepas dari perbedaan-perbedaan kecil yang ada, gereja-gereja yang menggerakkan jemaat berbagi karakteristik yang sama. Kesamaan ciri khas ini bahkan seringkali melampaui batasan denominasi maupun teologi. Ada sembilan tanda gereja yang menggerakkan jemaat.

Kesatuan yang penuh kasih

Karena yang dibicarakan adalah gereja yang menggerakkan jemaat, perhatian utama bukan difokuskan pada apa yang dilakukan oleh rohaniwan kepada jemaat. Yang disorot adalah bagaimana masing-masing jemaat berinteraksi. Ini tentang apa yang dilakukan di antara sesama jemaat.

Kesatuan dalam gereja yang menggerakkan jemaat di Efesus 4:12 dilandaskan pada dua hal penting. Yang pertama adalah keselarasan dengan panggilan Allah (ayat 1-3). Kesatuan yang penuh kasih di antara jemaat merupakan respons terhadap panggilan Allah. Ini bukan sekadar program gereja, namun tuntutan Allah. Sebagaimana di dalam panggilan ilahi ada kasih, belas kasihan, dan pengampunan, demikian pula seharusnya tercermin dalam relasi antar orang percaya.

Yang kedua, kesatuan rohani yang fundamental dan tak berubah (ayat 4-6). Semua orang percaya paling tidak memiliki tujuh kesamaan: satu tubuh, satu Roh, satu pengharapan, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa. Perselisihan seringkali terjadi karena banyak orang lebih menyoroti perbedaan yang superfisial daripada kesamaan yang fundamental ini.

Dua pondasi di atas diwujudkan dalam keramahan (friendliness) dan pertemanan (friendship). Yang pertama berbicara tentang atmosfer sebuah gereja secara umum, terutama di mata pendatang baru. Apakah ada kehangatan dan perhatian? Apakah hal itu sudah menjadi budaya dari suatu gereja?

Yang kedua berbicara tentang relasi yang lebih khusus dan mendalam. Pertemanan melompati batasan tembok gereja, liturgi ibadah, maupun pembicaraan yang indah. Ini tentang relasi dalam kehidupan nyata yang membawa kepuasan individual dan pertumbuhan komunal. Apakah persekutuan yang ada lebih luas daripada persekutuan doa dan ibadah bersama? Apakah setiap anggota memiliki teman untuk berbagi penderitaan dan kebahagiaan?

Fokus pada karunia

Setiap gereja pasti digerakkan oleh kekuatan tertentu. Mungkin itu adalah talenta dan kharisma rohaniwan yang hebat, sistem gereja yang rapi, tradisi yang mengakar, program yang kreatif, gedung yang nyaman, atau keuangan yang melimpah. Mempunyai salah satu atau beberapa dari kekuatan ini bukanlah dosa.

Semua itu baru menjadi salah apabil dijadikan ukuran keberhasilan. Menjadi tidak kokoh, apabila tidak ada keseimbangan dengan aspek-aspek lain. Menjadi keliru, apabila tidak disertai dengan fokus yang jelas dan benar.

Sebuah gereja yang menggerakkan jemaat akan mengerahkan seluruh tenaga, pikiran, dan waktu untuk optimalisasi aset terbesar gereja, yaitu keragaman karunia/talenta jemaat. Daripada terjerumus pada rutinitas yang membosankan dan berbagai aktivitas yang melelahkan, gereja yang benar memilih untuk menjadikan pembangunan tubuh Kristus sebagai motor penggerak dinamika gereja. Ini terutama bukan masalah program gereja, melainkan upaya untuk menjadi gereja dalam arti yang sebenarnya: kumpulan orang yang sudah diselamatkan (great sinners, but humble saints) yang saling melayani.

Kesetaraan semua jemaat

Semua umat Tuhan tanpa terkecuali, baik rohaniwan maupun jemaat, baik orang tua maupun anak, baik orang kaya maupun orang miskin, memiliki begitu banyak kesamaan yang membuat mereka setara. Sama-sama orang berdosa yang ditebus secara beranugerah oleh korban Kristus yang sempurna di atas kayu salib (Rm. 3:23; 6:23). Sama-sama diberi karunia oleh Roh yang sama (1Kor. 12:7-11). Sama-sama dipercayakan mandat untuk melayani di dalam maupun di luar gereja (Kej. 1:26; Mat. 20:19-20; 1Pet. 2:9b, 12; 4:10).

Kesetaraan ini semestinya ditekankan dan diwujudkan. Tidak ada perlakuan khusus bagi jemaat tertentu yang dipandang berjasa atau berpotensi. Semua orang mendapatkan penghargaan: diterima apa adanya, dengan semestinya, dan dikembangkan sesuai potensinya.

Kesetaraan antara rohaniwan dan jemaat juga perlu untuk ditegaskan. Rohaniwan seyogianya lebih sering memandang dirinya sebagai bagian dari umat. Dengan membiasakan hal ini rohaniwan akan lebih terfokus pada kesamaan mereka dengan jemaat. Pada saat ibadah sedang berlangsung, misalnya, rohaniwan turut bernyanyi seperti jemaat yang lain. Tidak boleh ada persiapan khotbah selama pujian dinaikkan. Tidak boleh ada aktivitas lain yang bukan bagian dari ibadah.

Kesetaraan ini tentu saja bukan penolakan terhadap kepemimpinan. Dalam relasi horizontal, kepemimpinan sangat diperlukan. Sejak awal Allah sudah merancang kepemimpinan. Adam adalah kepala Hawa (Kej. 2:23; 3:20; 1Kor. 11:7-9; 1Tim. 2:13-14). Kepemimpinan bukan akibat dari kejatuhan manusia ke dalam dosa. Yang seringkali menjadi sumber masalah bukanlah kepemimpinan, melainkan kekuasaan.

Keseimbangan peranan dan pelayanan

Setiap orang memainkan beragam peranan dan pelayanan.

  • Setiap orang Kristen merupakan anggota Kerajaan Allah sekaligus sebagai anggota gereja tertentu.
  • Setiap orang adalah anggota gereja universal yang tidak terlihat (Kristus sebagai kepala gereja) sekaligus anggota gereja lokal tertentu yang terlihat (rohaniwan atau penatua awam sebagai pimpinan gereja).
  • Setiap orang Kristen dipercayakan Mandat Budaya (Kej. 1:26-27) sekaligus Amanat Agung (Mat. 28:19-20).
  • Setiap orang Kristen dipercayakan dua ladang pelayanan: gereja sekaligus dunia.

Kegagalan dalam menjaga keseimbangan semua peranan dan pelayanan di atas merupakan salah satu penghalang bagi terciptanya gereja yang menggerakkan orang awam. Beberapa orang merasa bahwa pelayanan di salah satu posisi menjadi substitusi bagi pelayanan di tempat lain. Gereja telah terjebak pada dikotomi palsu yang menghambat optimalisasi peranan dan pelayanan jemaat secara luas dan utuh.

Sikap ini tidak dapat dibenarkan. Gereja yang berkembang adalah gereja yang seimbang. Gereja yang teguh adalah yang melayani secara utuh.

Perhatian pada pengembangan jemaat

Di beberapa gereja jemaat nyaris tidak dipedulikan. Gereja hanya menyediakan ibadah-ibadah rutin. Tidak ada konseling bagi jemaat. Tidak ada visitasi dan perhatian. Tidak ada program pembinaan dan pendampingan.

Gereja-gereja yang menggerakkan jemaat tidak hanya siap memperhatikan dan menolong jemaat. Mereka justru menyiapkan jemaat untuk menolong sesamanya. Yang disebut penting adalah apa yang paling efektif dalam pengembangan jemaat. Ini tentang target yang ditujukan pada pengembangan jemaat: bagaimana mereka menjalankan peranan dan pelayanan mereka secara utuh dan seimbang.

Satu hal yang perlu digarisbawahi di sini adalah pengembangan ini harus bersifat sistemik. Strategi pengembangan lebih ke arah komunal daripada individual. Ini bukan tentang memperlengkapi setiap jemaat, melainkan memperlengkapi gereja sebagai sebuah sistem. Gereja pada akhirnya akan memperlengkapi setiap jemaat.

Keterlibatan seluruh jemaat

Gereja yang menggerakkan jemaat tidak akan berpuas diri dengan jumlah pengunjung maupun program. Ukuran keberhasilan diletakkan pada optimalisasi karunia/talenta dari semua jemaat. Yang mereka pentingkan bukanlah jumlah yang datang, melainkan yang berperan; bukan diberkati melalui sesudah mengikuti program tersebut. Kata kunci mereka adalah “seluruh”.

Berapa banyak jemaat yang dilibatkan dalam semua pelayanan gerejawi tersebut? Apakah seluruh jemaat sudah memainkan peranan mereka di luar gereja? Apakah kerohanian seluruh jemaat bertumbuh dengan baik? Apakah seluruh jemaat digerakkan oleh rasa memiliki (sense of belonging) terhadap gereja dan Kerajaan Allah?

Komitmen pada Ajaran Alkitab

Para pendukung model gereja yang menggerakkan jemaat meyakini bahwa Alkitab merupakan sumber ide, pedoman model, dan daya persuasi.

  • Sumber ide

Semua gereja yang menggerakkan jemaat meyakini bahwa model gereja seperti inilah yang diajarkan di dalam Alkitab. Mereka menolak untuk mengikuti keinginan pasar. Apa yang mereka lakukan bukan sekadar reaksi spontan dan sporadis terhadap suatu keadaan atau persoalan tertentu. Bukan apa yang diinginkan banyak orang, melainkan apa yang diinginkan Allah melalui firman-Nya di dalam Alkitab.

  • Pedoman model

Alkitab menyediakan petunjuk yang memadai tentang bagaimana gereja yang menggerakkan jemaat dapat terbentuk. Misalnya, pola kepemimpinan seperti apa yang diperlukan (Kis. 20:18-35; 1Pet. 5:1-4) atau relasi horizontal seperti apa yang diharapkan (1Kor. 12:12-31; Ef. 4:1-16). Jadi, Alkitab bukan hanya menentukan tujuan perjalanan, tetapi sekaligus peta menuju ke arah sana.

  • Daya persuasi

Alkitab menjadi senjata utama dalam memobilisasi jemaat. Firman Tuhan memberi dorongan, keyakinan, dan pengharapan bagi jemaat bahwa model gereja yang menggerakkan jemaat bukan hanya benar, melainkan pasti berhasil untuk diwujudkan. Kekuatan dari pemberdayaan seluruh jemaat berasal dari firman Tuhan sendiri.

Kepemimpinan yang menghamba

Model gereja seperti ini hanya selaras dengan model kepemimpinan yang menghamba (servant-leadership). Model kepemimpinan ini merupakan salah satu keunikan kekristenan (Mat. 20:25-28) yang bersumber dari teladan Yesus Kristus (Yoh. 13:1-15; Flp. 2:6-8), lalu diteruskan oleh para rasul (1Kor. 9:19-22). Keberhasilan dari model ini diukur berdasarkan beberapa pertanyaan berikut ini.

  1. Apakah orang yang dilayani bertumbuh sebagai pribadi?
  2. Apakah mereka - tatkala dilayani - menjadi lebih sehat, bijaksana, dan lebih bebas, sehingga nantinya juga menjadi pelayan?
  3. Apakah dampaknya bagi kelompok yang terkecil dalam masyarakat?
  4. Apakah mereka mendapatkan manfaat positif atau, minimal, tidak menjadi lebih buruk?

Ada empat manfaat kepemimpinan yang menghamba bagi pembentukan gereja yang menggerakkan jemaat.

  • Memberikan contoh konkret bagaimana melayani

Apa yang dilihat secara langsung seringkali lebih persuasif daripada yang diajarkan secara verbal. Jemaat akan termotovasi atau, paling tidak, mendapatkan ide bahwa pola pelayanan seperti itu bukanlah sekadar impian. Ada orang yang sudah lebih dahulu berhasil melakukannya.

  • Mencetak para pelayan yang menghamba

Tujuan dari kepemimpinan yang menghamba adalah membuat orang lain menjadi lebih baik. Salah satunya memiliki hati dan sikap seorang hamba. Para pemimpin yang menghamba melahirkan pemimpin-pemimpin baru yang sejenis.

  • Membentuk kultur yang suka melayani

Apabila sebuah contoh konkret diikuti oleh banyak orang, contoh itu telah menjelma menjadi bagian dari kultur. Semua orang mengadopsi prisnip dan praktik yang ada. Mereka menjadikannya sebagai sebuah kebiasaan bersama. Tanpa tekanan. Tanpa paksaan. Apa yang sebelumnya perlu dipelajari dan dilatih, kini sudah menjadi kebiasaan yang alamiah.

  • Menumbuhkan kerja sama tim

Pemimpin yang menghamba tidak hanya ada di depan untuk menunjukkan jalan dan memberikan arahan. Ia juga berada di tengah untuk bekerja sama dengan yang lain. Ia pun ada di belakang untuk memberikan semangat dan dorongan. Sikap seperti ini merupakan katalisator bagi kemitraan dan kerja sama tim yang lebih padu.

Pemuridan dalam skala kecil

Gereja memang kumpulan orang percaya. Namun, gereja lebih merupakan persekutuan daripada perkumpulan. Karena itu, gereja yang menggerakkan jemaat pasti mengedepankan pemuridan.

Yang dipentingkan adalah sebuah komunitas sebagai tempat berbagi kebenaran dan kehidupan kepada sesama dalam lingkup yang kecil. Kebenaran firman Tuhan bukan hanya digali, tetapi dibagi melalui diskusi dan pergumulan diri. Bukan hanya memuaskan rasa ingin tahu, tetapi mengembangkan diri secara menyeluruh dan utuh. Setidaknya ada empat manfaat pemuridan:

  • Membuka ruang bagi jemaat untuk menggumulkan firman Tuhan secara lebih praktis, spesifik, dan mendalam. Pertanyaan dijawab, kebingungan dijernihkan.
  • Membuka ruang bagi keterlibatan jemaat. Tidak semua jemaat mendapatkan kesempatan untuk melayani di gereja atau perkumpulan yang besar. Lagipula, beberapa karunia atau talenta yang dimiliki seseorang belum tentu cocok dengan kebutuhan ibadah. Misalnya, orang-orang tertentu yang diberi karunia menasihati (Rm. 12:8a) belum tentu pandai berbicara di depan umum.
  • Melengkapi jemaat secara efektif. Jemaat terlibat secara aktif melalui diskusi, kesakisan, dukungan, dan penggunaan karunia tertentu yang relevan.
  • Berfokus pada aspek manusia. Detail liturgi tidak lagi diributkan. Tidak ada kebutuhan yang berlebihan terhadap ruangan yang besar, musik yang indah, maupun panggung yang mewah. Pelayanan terasa lebih sederhana. Fokus lebih jelas dan benar: manusia!

Pertanyaan

  • Dari antara 9 karakteristik yang ada, berapa banyak yang sudah ditunjukkan oleh gereja Anda?
  • Karakteristik mana yang paling dominan dalam gereja Anda? Mengapa?
  • Karakteristik mana yang paling lemah dalam gereja Anda? Mengapa?

Bacaan penting:

  • Dr. Melvin Steinbron, The Lay Driven Church: How to Empower the People of Your Church to Share the Tasks of Ministry (Eugene: Wipf and Stock, 2004).
  • Sue Mallory, The Equipping Church: Serving Together to Transform Lives (Grand Rapids: Zondervan, 2001).
  • D. M. Lindsay, Friendship: Creating a Culture of Connectivity in Your Church. Gallup Research (Loveland: Group Publishing, et al. 2005).
  • Rick Warren, The Purpose Driven Church: Every Church Is Big in God’s Eyes (Grand Rapids: Zondervan, 1995).
  • R. Paul Stevens & Phil Collins, The Equipping Pastor: A System Approach to Empowering the People of God (Washington: Alban Institute, 1993).
  • Robert K. Greenleaf, Servant Leadership: A Journey into the Nature of Legitimate Power and Greatness (Mahwah, NJ: Paulist, 2002).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun