Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Eksposisi 1 Korintus 13:8-12 (Bagian 1)

10 Mei 2018   03:47 Diperbarui: 15 Juli 2018   03:11 744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam konteks karunia rohani dan kasih, kekekalan lebih utama daripada kesementaraan. Kasih lebih penting dibandingkan karunia rohani, karena kasih bersifat kekal. Kasih tidak berkesudahan (LAI:TB/RSV/NRSV/ESV, ayat 8a). Secara hurufiah bagian ini berbunyi: “kasih tidak pernah jatuh” (he agape oudepote piptei, bdk. kata “pipto” di 10:12). Sesuai dengan konteks yang ada (13:8, 10, 11, 13), frasa ini sebaiknya diterjemahkan “kasih tidak pernah gagal (untuk terus-menerus ada)” (KJV/ASV/NIV/NASB “love never fails”).

Mengapa kekekalan kasih lebih utama daripada kesementaraan karunia rohani? Pertama, kesementaraan karunia-karunia rohani membuktikan bahwa mereka tidak esensial. Semua karunia rohani akan musnah dan lenyap (ayat 8b). Kata dasar “katargeo” muncul beberapa kali dalam surat 1 Korintus. Allah memilih orang-orang yang dipandang tidak berarti oleh dunia untuk meniadakan apa yang berarti (1:28).  Para penguasa dunia akan ditiadakan (2:6). Perut dan makanan sebagai perwakilan dari hal-hal yang jasmaniah akan dibinasakan oleh Allah (6:13). Di akhir zaman nanti semua kuasa dan maut akan dibinasakan (15:24, 26). Pilihan kata “katargeo” (bentuk future) untuk karunia-karunia rohani menyiratkan bahwa semua itu suatu saat pasti menemui jalan buntu. Mereka suatu saat kelak akan tidak ada lagi.

Apakah ketika karunia-karunia rohani nanti sudah tidak ada, orang-orang Kristen juga turut musnah? Tentu saja tidak! Kita akan terus ada sebagai komunitas umat percaya di surga. Karakteristik kita yang esensial ditentukan oleh iman, pengharapan, dan kasih. Di 13:8 Paulus berkata: “Demikianlah tinggal ketiga hal ini: iman, pengharapan, dan kasih”.

Jenis dan karunia rohani tidak hakiki bagi kekristenan. Denominasi gereja bukan karakter kekal kekristenan. Orang-orang Kristen akan terus ada sekalipun semua ini sirna. Sebaliknya, jika kasih ditiadakan dalam kehidupan orang percaya, kita akan berhenti menjadi “Kristen”. Kasih bersifat esensial bagi kekristenan.            

Kedua, kesementaraan karunia-karunia rohani membuktikan bahwa mereka tidak sempurna. Kata sambung “sebab” di awal ayat 9 memberikan alasan mengapa karunia rohani suatu ketika akan musnah atau berhenti: “sebab pengetahuan kita tidak lengkap dan nubuat kita tidak sempurna”. Apa yang dinyatakan dalam karunia pengetahuan dan nubuat hanya sebagian (NET/KJV/NRSV “for we know in part and we prophesy in part”). Suatu saat kelak yang sempurna akan tiba. Keberadaan yang sempurna nanti berarti ketiadaan bagi yang tidak sempurna.

Penjelasan ini merupakan teguran untuk jemaat Korintus yang sering membanggakan pengetahuan mereka (8:1, 4). Mereka menganggap diri sudah dewasa secara rohani, tetapi kenyataannya justru mereka adalah bayi-bayi rohani yang masih duniawi (3:1-3). Walaupun 13:9 merupakan sebuah teguran, hal itu disampaikan dengan cara yang persuasif. Kata ganti “kita” menyiratkan bahwa Paulus pun menggolongkan diri dengan mereka yang pengetahuannya tidak sempurna.

Para penafsir menawarkan tafsiran beragam untuk menjelaskan “yang sempurna” (to teleion). Ada yang memahaminya sebagai terkumpulnya keseluruhan kitab-kitab Perjanjian Baru (kanonisasi PB di abad ke-4 M). Ada pula yang melihat to teleion sebagai kesempurnaan atau kedewasaan kehidupan Kristiani. Dua pandangan yang cukup populer ini bertentangan dengan konteks 1 Korintus 13. Ayat 12 secara eksplisit mengarah pada penggenapan segala sesuatu di akhir zaman: kita akan melihat Tuhan muka dengan muka, kita akan mengenal Dia sebagaimana kita sendiri dikenal-Nya. Jadi, to teleion mengarah pada kedatangan Kristus yang kedua kali untuk menyerahkan segala sesuatu kepada Bapa-Nya dan mengalahkan semua penguasa serta maut (15:24, 26).

Di surga kelak pengetahuan kita tentang Allah akan tetap ada, bahkan disempurnakan. Yang tidak kekal adalah sarana untuk memperoleh pengetahuan itu, misalnya melalui karunia pengetahuan dan karunia nubuat. Sarana akan musnah seiring dengan ketidakadaan segala yang jasmaniah, tetapi apa yang ingin dihasilkan melalui sarana itu akan tetap ada.

Sebagai contoh yang baik adalah telepon. Apakah kita membutuhkan telepon? Belum tentu. Semua manusia pasti membutuhkan komunikasi karena Allah menciptakan kita sebagai makhluk sosial. Sampai kapan pun komunikasi akan menjadi bagian tak terpisahkan dalam diri kita. Namun, sarana untuk melakukan komunikasi tersebut tidak selalu sama. Sarana tidak mutlak dan tidak sempurna.           

Ketiga, kesementaraan karunia-karunia rohani membuktikan bahwa mereka bukan tujuan akhir kekristenan. Kehadiran kesempurnaan eskatologis yang akan menghentikan keberadaan hal-hal yang tidak sempurna tidak lantas menjadikan hal-hal yang tidak sempurna itu sama sekali tidak berguna. Semua karunia rohani diberikan oleh Allah Tritunggal untuk membawa manfaat bagi umat Allah pada zaman ini (12:7). Paulus tidak menentang karunia-karunia rohani. Ia hanya ingin meletakkan semua itu pada posisi yang semestinya.

Jika demikian, apa fungsi karunia-karunia rohani? Apa yang salah dalam sikap jemaat Korintus yang sangat bersemangat untuk urusan karunia-karunia rohani? Kesalahan jemaat Korintus dapat diumpamakan seperti seorang turis yang menjadikan petunjuk jalan sebagai tujuan akhir. Petunjuk jalan dan rambu lalu lintas hanyalah alat bantu sementara supaya dia dapat mencapai tempat tujuan dengan selamat. Yang penting adalah tempat tujuan, bukan petunjuk jalan atau rambu lalu-lintas. Tatkala kita sudah tiba di tempat tujuan, semua petunjuk itu tidak lagi berguna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun