Mohon tunggu...
Aditya StennoPutra
Aditya StennoPutra Mohon Tunggu... Petani - Mahasiswa

Manusia

Selanjutnya

Tutup

Money

Kondisi Buah Naga Sebelum dan Sesudah Pandemi di Banyuwangi

20 Juni 2020   08:38 Diperbarui: 20 Juni 2020   09:49 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

PENDAHULUAN

Sektor pertanian menjadi penunjang ekonomi bagi Indonesia khususnya di pedesaan. Para penduduk desa memanfaatkan lahan pertanian sebagai penunjang perekonomiannya. Pertanian menyerap +- 80 persen tenaga kerja diwilayah pedesaan maka dari itu pertanian menjadi sektor utama perekonomian pedesaan. 

Di Indonesia sektor pertanian menjadi sektor yang paling banyak di ekspor dan di impor karena sektor ini paling banyak digeluti oleh penduduk Indonesia. Meskipun sektor pertanian di Indonesia besar tetapi belum bisa mencukupi untuk konsumsi seluruh Indonesia jadi harum impor bahan pangan dari luar, regulasi pasar dunia juga yang mendorong Indonesia harus Impor bahan pangan dari luar. 

Komoditas yang banyak dibudidayakan oleh  petani di Indonesia kebanyakan bahan pokok seperti panjale (padi, jagung, kedelai), buah, sayur ada juga bahan industri seperti tebu, kelapa, kelapa sawit dimana kebanyakan komoditas itu bisa di ekspor ke negara lain seperti buah naga, jeruk, durian dan komoditas pangan lain.

Pertanian di Banyuwangi juga merupakan sektor yang dimanfaatkan masyarakat sebagai penunjang ekonominya. Pertanian di Banyuwangi difokuskan jadi dua yaitu di Utara dan Selatan meskipun petani di Banyuwangi keseluruhannya masih menanam panjale dan sayuran tetapi ada perbedaan yang signifikan untuk komoditas utamanya yaitu untuk wilayah utara karena kebanyakan di wilayah pantai petani berfokus menanam cabai, palawija, kelapa, sama mangga karena tanaman itu bisa tumbuh subur di tempat yang kurang air.

Sedangkan di wilayah paling selatan petani berfokus menanam buah naga, jeruk, pepaya, dan padi untuk wilayah selatan ke tengah bagian dataran tinggi kebanyakan petani menanam durian dan manggis. Pertanian di Banyuwangi selain menanam panjale juga berfokus untuk meningkatkan komoditas buah, banyaknya komoditas buah di Banyuwangi juga untuk menari wisatawan dari luar Banyuwangi selain tempat wisata buah di Banyuwangi juga ikut andil dalam peningkatan pariwisata di Banyuwangi.

PEMBAHASAN

Pertanian di wilayah Banyuwangi memiliki ruang lingkup yang luas mulai dari persawahan hingga perikanannya. Mulai dari nelayan di pesisir dan perkebunan di dataran tinggi. Mulai dari ikan hingga sayur dan buah dari cumi-cumi hingga durian. Setiap daerah di Banyuwangi memiliki komoditas khasnya sendiri seperti buah durian, ikan, buah jeruk, buah naga, cabai, dan lainnya setiap daerah berbeda-beda kecuali tanaman pokok seperti panjale. 

Produksi buah di Banyuwangi terbilang cukup besar terutama buah jeruk dan buah naga. Kedua buah ini banyak di temukan di Banyuwangi terutama bagian selatan, Bangorejo, Purwoharjo, Sanggar dan sekitarnya. Saat ini yang banyak digandrungi petani adalah buah naga karena perawatan yang lebih murah dari jeruk. 

Saking banyaknya petani buah naga juga semakin banyak pekerja sebagai sopir buah pickup maupun truk dan menjamurnya pedagang buah entah itu pedagang besar, pedagang ecer, hingga pedagang untuk menarik minat wisatawan di Banyuwangi. Buah naga merupakan buah yang sangat stabil dari pertumbuhannya, penyakitnya, perawatannya, hingga harganya harga dalam rata-rata setiap tahunnya. Peralatan untuk budidaya buah naga terbilang cukup simpel seperti budidaya tanaman lainnya hanya saja ditambah guntung tanaman dan semprotan untuk biggrow.

Buah naga setiap tahunnya tidak mengalami perubahan yang signifikan dan terbilang sangat stabil dimana petani masih menggunakan metode yang sama saat pemeliharaannya. Buah naga tidak terlalu minta untuk dipupuk mungkin hanya pengendalian penyakit cacar bahkan tidak banyak yang terserang penyakit ini. Perawatan rutin pada buah naga hanya penyerbukan manusia dan mengurangi cabang agar cepat berbunga. 

Perbandingan buah naga dari sebelum dan sesudah pandemi juga tidak ada perbedaan perawatannya juga sama cuma permintaan pasar yang sedikit naik. Permintaan pasar buah naga semakin naik karena masyarakat khususnya perkotaan membutuhkan buah lokal karena buah impor sedikit menurun disebabkan proses impor yang terganggu. 

Harga buah naga dari dulu sama dimana berbanding terbalik dengan ketersediaan produk jika produk melimpah harga turun dan jika produk sedikit harga bisa naik jika harganya tinggi bisa menyentuh 15-20 ribu per kilo dan saat anjlok hanya berharga 1000-3000 per kilo maka dari itu petani buah naga memasang lampu pada lahannya agar bisa berbuah saat bukan musim panennya.

KESIMPULAN

Produksi buah naga minim perubaha setiap tahunnya bahkan disaat pandemi produksinya masih sama seperti sebelum pandemi dimana petani masih menggunakan metode perawatan yang sama dengan pemupukan, PHT, penyerbukan, dan lainnya. Harga penjualan buah naga setiap tahunnya juga hampir sama dimana berbanding terbalik dengan ketersediaan produk, saat panen raya harga turu dan saat produk sedikit harga tinggi harga buah naga saat tinggi menyentuh 15-20 ribu per kilo sedangkan saat anjlok hanya 1000-3000 per kilo. 

Pembeda produksi buah naga di Banyuwangi dari sebelum pandemi ke sesudah pandemi adalah permintaan pasar dimana saat pandemi ini permintaan pasar dari buah naga meningkat karena impor yang menurun dan kementrian menyarankan mengonsumsi buah lokal untuk meningkatkan imun tubuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun