Mohon tunggu...
Stefanus Gega
Stefanus Gega Mohon Tunggu... Junior Lawyer

Kembalikan kebenaran kepada pemiliknya

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Amnesti dan Abolisi Jelang HUT RI ke-80: Menimbang Penegakan Hukum dan Keadilan

9 Agustus 2025   16:54 Diperbarui: 9 Agustus 2025   16:54 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Presiden Abdurrahman Wahid memberikan amnesti kepada Ketua Partai Rakyat Demokratik (PRD) serta aktivis HAM, Budiman Sudjatmiko, yang dipenjara pada masa Orde Baru atas tuduhan menjadi dalang kerusuhan peristiwa 27 Juli 1996.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan amnesti kepada seluruh pihak yang terlibat dalam aktivitas Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sebagai bagian dari proses perdamaian di Aceh. Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2005.

Presiden Joko Widodo memberikan amnesti kepada Saiful Mahdi, seorang dosen Universitas Syiah Kuala Aceh, yang dijerat dengan UU ITE karena mengkritik hasil penerimaan CPNS di universitas tersebut pada 2018.

Meskipun belum ada praktik pemberian amnesti dan abolisi dalam kasus korupsi, sebagian pihak mendukung kebijakan yang dikeluarkan Presiden Prabowo. Gibran Center Sulsel mendukung keputusan tersebut sebagai bentuk implementasi mekanisme konstitusional sekaligus solusi sosiologis demi menjaga harmoni kehidupan berbangsa dan bernegara. Sekretaris Gibran Center Sulsel, Illank Radjab, menyatakan, "Negara memang diberikan ruang untuk mengambil kebijakan luar biasa demi merawat keadilan dan stabilitas nasional."

Senada dengan Gibran Center Sulsel, Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) menyebut keputusan Presiden Prabowo membawa perdamaian nasional di tengah dinamika yang terjadi belakangan ini. Wakil Ketua Umum PKN, Gerry Habel Hukubun, menilai keputusan tersebut memiliki dampak positif pada tren politik saat ini. Selain itu, kebijakan ini juga memicu perdebatan sengit di media sosial.

Perdebatan terus bergulir di media sosial X, menunjukkan polarisasi yang signifikan. Akun X @nakal_33, dalam mengomentari postingan media pemberitaan @NarasiNewsroom, menyatakan, "Korupsi diganjar abolisi. Suap dibersihkan amnesti. Yang miskin dikejar bansos, yang nyolong negara malah dipeluk negara. Hukum tinggal formalitas, keadilan cuma opsi. Selamat datang di republik dagelan, di mana narasi lebih penting dari nurani." Pada postingan yang sama, akun X @negtivisme turut memberikan komentar, "Tapi untuk koruptor ini, jangan ada ampun deh." Namun, pengguna media sosial X lainnya memberikan dukungan terhadap kebijakan pemerintah sebagai upaya mendorong perdamaian nasional.

Sebagian pengguna media sosial X menilai kebijakan pemberian amnesti dan abolisi kepada kedua tokoh politik tersebut merupakan langkah strategis dalam penegakan hukum. Akun @AniAspara45265, dalam menanggapi postingan pakar hukum tata negara, Prof. Mahfud MD, yang mendukung kebijakan Presiden Prabowo, menyatakan, "Alhamdulillah. Indah banget langkah 'PS08'. Amnesti dan abolisi." Pada postingan yang sama, akun X @yohanes_endy ikut memberikan komentar, "Puji Tuhan, Alhamdulillah, sudah saatnya Pak Prabowo diangkat jadi pahlawan." Meski mendapat dukungan dari Mahfud MD, pakar hukum lain justru berbeda pendapat.

Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari, menilai bahwa pemberian abolisi dan amnesti dalam kasus korupsi seharusnya tidak dilakukan melalui jalur politik, melainkan jalur hukum formal. "Kasus ini kan kasus hukum, bukan politik," ujarnya.

Kebijakan ini juga dinilai dapat mengoyak komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Dosen Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, menyebut alasan pemberian abolisi dan amnesti tersebut sebagai upaya untuk menjaga kondusivitas politik semata. Namun, pihak Istana Kepresidenan menjelaskan lebih lanjut bahwa kebijakan tersebut diambil untuk menjunjung prinsip persatuan dan gotong royong, dengan tujuan mempersatukan seluruh elemen bangsa. Wakil Menteri Sekretaris Negara, Juri Ardiantoro, menyatakan bahwa pemberian amnesti dan abolisi dilakukan dalam rangka mempererat hubungan antarwarga negara, khususnya menjelang peringatan kemerdekaan.

Pemberian amnesti dan abolisi kepada Hasto dan Tom Lembong oleh Presiden Prabowo menjelang HUT RI ke-80 merupakan upaya ambisius pemerintah dalam merajut persatuan nasional dan rekonsiliasi politik pasca-Pemilu 2024. Namun, kebijakan ini juga memicu polarisasi tajam, di mana sebagian orang menganggap kebijakan tersebut sebagai cerminan kehadiran negara dalam penegakan hukum yang berkeadilan, sementara yang lain menunjukkan kekhawatiran mengenai implikasi hukum dari kebijakan tersebut terhadap pemberantasan korupsi dan supremasi hukum.

Oleh karena itu, untuk menjaga kepercayaan publik dan integritas sistem hukum, pemerintah harus memberikan penjelasan yang jelas, terbuka, dan berbasis fakta mengenai alasan di balik kebijakan ini, termasuk bagaimana amnesti dan abolisi diterapkan selaras dengan prinsip keadilan. Lebih jauh lagi, diperlukan pembentukan undang-undang baru yang mengatur secara ketat syarat dan prosedur pemberian amnesti dan abolisi, khususnya dalam kasus korupsi. Regulasi ini juga dapat memastikan hak prerogatif presiden tidak disalahgunakan. Dengan demikian, kebijakan serupa di masa depan dapat diimplementasikan secara adil dan tidak memicu kontroversi yang merugikan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun