Mohon tunggu...
Stefanus Gega
Stefanus Gega Mohon Tunggu... Junior Lawyer

Kembalikan kebenaran kepada pemiliknya

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Amnesti dan Abolisi Jelang HUT RI ke-80: Menimbang Penegakan Hukum dan Keadilan

9 Agustus 2025   16:54 Diperbarui: 9 Agustus 2025   16:54 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Stefanus Gega

Menjelang Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia ke-80, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan pemberian amnesti kepada Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, dan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong. Kebijakan yang disetujui DPR pada 31 Juli 2025 ini menuai kritik tajam dari berbagai pihak karena dianggap melemahkan penegakan hukum, khususnya pemberantasan korupsi.

Melalui Surat Presiden (Supres) Nomor 42/PRES/07/2025, Presiden Prabowo mengusulkan pemberian amnesti kepada 1.116 terpidana, termasuk Hasto Kristiyanto, yang dihukum 3,5 tahun penjara karena terlibat dalam kasus suap kepada Anggota KPU, Wahyu Setiawan, untuk meloloskan Harun Masiku menjadi Anggota DPR melalui mekanisme pergantian antarwaktu. Sementara itu, melalui Supres Nomor R43/PRES/07/2025, abolisi diberikan kepada Tom Lembong, yang sebelumnya divonis hukuman 4,5 tahun penjara dalam kasus impor gula tahun 2015--2016 dan sedang menempuh upaya hukum banding. Sesuai Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 dan UU Darurat Nomor 11 Tahun 1954, amnesti membebaskan Hasto dari hukumannya, sedangkan abolisi membebaskan Tom Lembong dari segala tuntutan hukum.

Pemerintah menyebut pemberian amnesti dan abolisi merupakan upaya perdamaian nasional dan rekonsiliasi politik pasca-Pemilu 2024. Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, menyatakan, "Sekaligus mempertimbangkan untuk membangun bangsa ini secara bersama-sama dengan seluruh elemen politik, kekuatan politik yang ada di Indonesia." Meski begitu, alasan ini tidak serta-merta diterima oleh publik. Sebaliknya, kebijakan tersebut menuai kritik keras dari berbagai pihak.

Kritik keras muncul karena kebijakan tersebut dinilai dapat melemahkan supremasi hukum. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menganggap pemberian amnesti dan abolisi semacam ini dapat menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum, khususnya dalam kasus korupsi yang seharusnya diproses melalui mekanisme peradilan yang independen. "Pemberian abolisi dan amnesti dalam perkara yang sarat muatan politik, seperti kasus yang menimpa Tom Lembong, dan dugaan tindak pidana korupsi, seperti kasus Hasto Kristiyanto, menimbulkan kekhawatiran serius," kata Direktur Eksekutif PSHK, Rizky Argama.

Kritik serupa disampaikan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW), yang menilai kebijakan Presiden Prabowo tergolong prematur dan berbahaya bagi masa depan pemberantasan korupsi serta tatanan hukum Indonesia. Peneliti ICW, Yassar Aulia, mengatakan bahwa kebijakan seperti ini dikhawatirkan akan dimanfaatkan oleh para koruptor di kemudian hari. Menurutnya, penerapan amnesti dan abolisi dalam perkara korupsi tergolong sangat jarang dipraktikkan di Indonesia, bahkan belum pernah terjadi sebelumnya.

Merujuk pada informasi yang dihimpun Tempo, sejak Presiden Sukarno hingga Presiden Joko Widodo, praktik pemberian amnesti dan abolisi pada umumnya diberikan kepada narapidana yang terlibat dalam kasus pemberontakan atau gerakan yang mengganggu stabilitas politik negara dan keamanan nasional. Berikut adalah praktik pemberian amnesti dan abolisi dalam sejarah Indonesia:

Presiden Sukarno mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 449 Tahun 1961 yang memberikan amnesti dan abolisi umum kepada pimpinan dan anggota PRRI-Permesta serta Pemberontakan Aceh.

Presiden Soeharto, melalui Keppres 1977, memberikan amnesti dan abolisi kepada para pengikut gerakan Fretilin di Timor Timur, baik di dalam maupun luar negeri.

Presiden BJ Habibie memberikan amnesti kepada 18 tahanan politik kasus demonstrasi di Timor Timur yang sebelumnya ditangkap karena menghina Presiden Soeharto.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun