Mohon tunggu...
sri wahono
sri wahono Mohon Tunggu... Sales - Sarjana sains

Sarjana sains yang berminat kepada dunia usaha

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menatap Keindahan Mu

6 April 2021   03:57 Diperbarui: 6 April 2021   04:01 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tidak ada kebaikan yang menyerupai kebaikannya. Tidak ada keindahan seindah memandang wajahnya. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah kepada kekasiNya.

Orang orang yang berselimut.

Sesungguhnya aku berlindung dari segala bentuk ketidak tahuan yang menyelimuti afalnya dalam keterbatasan sebagai manusia.

Ilmu tafsir didalam al Quran itu berat. Bahkan seorang ahli tafsir pun sangat hati hati dan takut akan apa yang didawuhkannya sehingga tidak menusykil ayat sesuai dengan kehendak hatinya.

Tak jarang seorang waliyulloh/kekasihnya tanpa perlu banyak ayat hanya berucap dengan lembut "Alloh" Banyak sekali keajaiban yang hadir.

Derajat seorang Santri hanya yang ringan ringan saja, bahkan terkadang hanya yang lucu lucu saja. Dilakukan untuk menutupi tampilan baik dan kesan alimnya didepan umum. Padahal mungkin tingkat Kasyaf (secara umum terbagi 2 kasyaf) allohu a'lam.

Mencoba memahami tentang apa yang terjadi mengapa banyak majelis majelis sholawat, majelis majelis untuk menimba ilmu agama di pondok pesantren/muhshola langgar atau desa desa.

Tetapi ingatlah satu hal, akar itu sebaiknya lebih kuat dari pada yang tertampak, sehingga atas kebesarannya yang terlihat adalah buah, bukankah tujuan langit menurunkan hujan bukan pada airnya, tetapi agar tumbuh buahnya.

Dan bukankah rasululloh memilih menyaksikan sebuah kisah antara nabiyulloh musa ketika berinteraksi dengan nabiyulloh khidir. Mencoba mengkisahkannya.

Sementara kita, hati kita mungkin masih banyak yang menyelimutinya. Lantas bagaimana kita sanggup mesejajarkan diri untuk menukil serta men tafsir dan lanjut berbicara dengan perkataan yang ndak baik, dengan nada nada yang mungkin ritme nya mencerminkan keterbatasan kita sebagai manusia biasa.

Bukankah Tuhan yang Maha Esa sudah cukup memberikan nikmat kebahagiaan, jatah kita masing masing, lantas apakah memang seyogyanya kita masih sanggup untuk melihat atau mengkoreksi dengan nada yang mungkin tendensius terhadap kekurangan orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun