Mohon tunggu...
Sri Suratmi
Sri Suratmi Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ratapan Petani Indramayu

8 Oktober 2018   19:43 Diperbarui: 8 Oktober 2018   19:47 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


Musim kemarau tahun ini sudah mulai menunjukkan keganasannya. Dari Indramayu, Jawa Barat, terdengar jerit para petani pawawija yang ladangnya kekeringan. Mereka kesulitan air karena tidak tersedianya infrastruktur pertanian berupa saluran irigasi.

Akibat kekurangan air, pertumbuhan tanaman seperti palawija, kacang hijau, kacang kedelai, cabai rawit, cabai merah, pare, kacang panjang, dan sayuran lainnya jadi tidak maksimal.

Jangan heran kalau sebentar lagi kita akan menemukan sayuran kerdil di pasaran. Atau lebih parah lagi, harga sayur dan palawija segera merangkak naik karena di sentra produksinya seperti Indramayu tadi terjadi kekeringan.

Menurut informasi yang beredar, sebetulnya masalah kekeringan di Indramayu itu sudah terjadi bertahun-tahun lamanya. Para petani pun sudah berulang kali meminta kepada pemerintah, khususnya Menteri Pertanian, agar mereka diberi bantuan berupa sumur bor. Supaya dalam masa kemarau seperti saat ini, mereka tidak kesulitan air untuk membasahi ladangnya.

Namun sampai saat ini, mereka seperti diabaikan oleh Menteri Pertanian, yang malah sibuk pencitraan. Alih-alih membantu, Menteri Pertanian Amran Sulaiman malah pernah melecehkan ganasnya dampak musim kemarau. Menurutnya, kemarau tahun ini tidak akan berpengaruh signifikan terhadap pertanian.

Mungkin agar Amran sadar akan ganasnya kemarau, ia harus seharian dijemur di Indramayu, biar tahu rasanya panas dan kering tanpa air. Biar ia juga bisa mendengar jeritan langsung petani palawija di daerah tersebut.

Karena mungkin selama ini, Amran terlena dengan mulut-mulut manis anak buahnya yang memberi laporan "Asal Bapak Senang". Contohnya soal produksi beras, Amran seolah terlena dengan informasi dari anak buahnya, lantas ngotot menyatakan Indonesia swasembada beras. Padahal kenyataannya, kita masih butuh impor untuk menjaga ketahanan pangan dan stok aman nasional.

Sungguh menggelikan bila petani dari Indramayu harus jauh-jauh jalan kaki berdemonstrasi di depan kantor Amran Sulaiman, hanya untuk meminta sumur bor demi mengairi ladangnya. Harusnya informasi-informasi seperti ini yang menjadi perhatian Menteri Pertanian, ketimbang sibuk pencitraan atau malah menyerang Menteri Perdagangan lantaran menyetujui impor beras, yang notabene atas kesepakatan bersama juga.

Kalau memang belum punya solusi, mungkin dalam waktu dekat Menteri Pertanian bisa mengganti pembisik-pembisik terdekatnya terlebih dahulu. Bukan tidak mungkin, orang-orang dekatnya yang justru membuai Amran dengan informasi wangi, ketimbang memberi tahu pahitnya kenyataan hidup petani. Seperti yang dialami petani dari Indramayu tadi.

Link Sumber Berita

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun