Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pergi Haji, Haruskah Ada Acara Pisah dan Sambut dengan Meriah?

1 Juli 2018   14:25 Diperbarui: 2 Juli 2018   11:56 3801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi: auleea.com)

Melaksanakan ibadah haji adalah perjalanan rohani sekaligus memenuhi rukun iman yang kelima bagi umat Islam yang mampu (fisik, psikis, ekonomi, sosial) untuk menjalaninya. Minat yang tinggi, kemudahan mendapatkan dana talangan dari bank, tingkat kesejahteraan yang semakin meningkat menjadi penyebab daftar tunggu untuk menunaikan ibadah haji semakin lama.

Walaupun pemerintah Saudi Arabia telah mengembalikan kuota haji bagi Indonesia tahun 2018 sebanyak 221.000 jemaah, belum berpengaruh secara signifikan dengan pengurangan daftar tunggu.

Perjalanan haji sejak mengikrarkan niat, mendaftar dengan uang Rp 25 juta, menunggu, melengkapi syarat dan ketentuan, manasik, melunasi, acara seremonial dengan pejabat, keberangkatan, perjalanan, ritual di Mekah, Medinah, Arofah, Musdalifah, Mina, kembali ke Tanah Air, semua perlu niat yang tulus, ikhlas, semata-mata karena memenuhi panggilanNya. Niat yang suci, putih, bersih untuk pergi haji tidak boleh ternoda oleh nila sedikit pun, yang dapat merusak susu sebelanga, sangat disayangkan.

Pergi haji dituntut sehat jasmani rohani, dan sangat menguras perasaan, emosi, ketika harus meninggalkan keluarga terutama anak-anak yang masih kecil, saudara, kerabat, teman kerja, tetangga. Kalau tidak ada rasa ikhlas, pasrah hanya kepada Alloh SWT, rasanya pasti sangat berat meninggalkan semuanya. Apalagi para PNS yang mendapat tunjangan kinerja, tunjangan ini itu, selama menunaikan ibadah haji tidak mendapatkan semuanya, sehingga menunda-nunda walaupun sudah mampu.

Secara matematis pergi haji itu memerlukan biaya minimum Rp 36 juta, belum yang lain (untuk keluarga yang ditinggalkan, acara lain). Namun nilai rupiah ini akan mendapat ganti dari Alloh SWT, berlipat-lipat, baik berupa materi maupun non materi (sehat, bahagia, tenteram, kelapangan hati, pasrah/berserah diri).

Oleh karena itu orang yang akan menunaikan ibadah haji ada yang mengadakan acara "walimatus safar" artinya menjamu atau pesta dalam rangka safar perjalanan haji. Acara ini tidak ada dalam tata cara ibadah haji, dan UU No.13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, namun sebagai kebiasaan yang dilakukan di Indonesia. Artinya ketika tidak mengadakan acara ini pun tidak mendapat sangsi dan tidak membatalkan niat hajinya. 

Acara yang mengundang sanak saudara, kerabat, tetangga ini dimaksudkan untuk mohon doa restu, "pamitan", dan permohonan maaf calon jama'ah haji, yang diisi pengajian tentang haji. Layaknya orang yang akan berpergian perlu "pamitan" kepada tetangga khususnya untuk "titip" keluarga di rumah selama ditinggal pergi haji. Walaupun di rumah dengan anak-anak yang masih kecil, sudah ada keluarga atau orang yang dipercaya untuk "mengasuh" dan "dititipi".

Acara pamitan dan penyambutan adalah sah-sah saja sepanjang tidak bertentangan dengan "ketertiban umum", artinya pesta meriah dengan menjamu yang berlebihan justru menghilangkan makna untuk mohon maaf, pamitan, dan mohon doa restu.

Sudah jamak dilakukan di desa-desa yang menjadi tradisi atau kebiasaan ketika orang akan pergi haji acara pamitan dan penyambutan sangat meriah, seperti hajatan dengan pasang tenda, menyewa meja kursi, dekorasi, soundsystem mengundang tamu ratusan orang dari lain desa, yang datang naik bis secara berombongan. 

Pemahamannya semakin banyak yang datang semakin banyak yang mendoakan untuk keselamatan, kelancaran, pelaksanaan ibadah hajinya. Tentu untuk penyelenggaraan ini memerlukan biaya yang tidak sedikit. Bahkan ketika berangkat pun dengan iring-iringan kendaraan dan pengawalan "voorijder" polisi. Padahal sampai di tempat pelepasan para jamaah langsung masuk tempat yang telah ditentukan, untuk mengikuti seremonial pelepasan dengan pejabat daerah.

Berbeda dengan di daerah perkotaan, acara pamitan dan penyambutan diadakan dengan sederhana, simpel, praktis, tanpa menghilangkan makna yang intinya untuk "pamitan", mohon maaf dan doa restu, serta titip keluarga dengan tetangga yang paling dekat (kiri, kanan, depan, belakang). Prinsipnya acara ini diadakan sebagai pengganti daripada harus mendatangi tetangga dan saudara satu persatu, maka diundang pada hari dan tanggal yang ditentukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun