Hanya kami berdua yang belum bisa masuk bus. Bus lain pun sudah ditutup pintunya. Terdengar suara mikrofon dari petugas haji bahwa ini bus terakhir menuju Arafah, harus dipastikan tidak ada yang tertinggal.
Lutut mulai lemas, mata pun berkaca-kaca, hanya berdoa yang saya panjatkan, "Ya Allah ampuni dosa saya, pantaskan memenuhi panggilan-Mu ya Allah."
Tiba-tiba seorang petugas haji perempuan muda menggedor-gedor kaca bus. Dia berbicara dalam bahasa Arab, dengan lantangnya seperti menyuruh sopir membuka pintu bus.
"Naik, hajah, tas saya bantu bawa," kata petugas haji setelah pintu bus depan dibuka. Melihat wajahnya, saya mengenal dia seorang petugas haji bagian konsumsi. Saya pernah berbincang  di lorong hotel dan lif.
Aah ... Siapa pun dia, saya sangat bersyukur dan berterima kasih. Â
Sepanjang perjalanan menuju Padang Arafah saya terus beristigfar, bersyukur dan membaca Talbiyah.
"Labbaikallahumma labbaik, labbaika la syarika laka labbaik. Innal hamda wan ni'mata laka wal mulk. La syarika laka."
Setelah menempuh perjalanan sekitar 2 jam dari hotel di Raudah, kloter 15 maktab 31 tiba di padang Arafah.
Wukuf di padang Arafah merupakan rukun haji yang harus dilakukan seluruh jemaah. Jika jemaah sakit bisa safari wukuf, semua rangakaian ibadah haji dilaksanakan di dalam ambulan dengan pendampingan.
Wukuf dimulai setelah masuk waktu Zuhur, diawali dengan khutbah wukuf, salat jama qashar Zuhur dan Asar berjamaah lalu zikir dan doa.
Setelah imam selesai memimpin doa bersama, jemaah berdoa dan perbanyak zikir secara mandiri hingga waktu salat Magrib tiba.
Saat wukuf di Arafah, kita sangat tunduk, merendahkan diri pada Allah Swt. memohon pengampunan dan introspeksi diri.Â
Mabit di Muzdalifah
Setelah melaksanakan wukuf di Arafah, malam 10 Dzulhijah jemaah haji menuju Muzdalifah untuk mabit. Mabit di Muzdalifah merupakan rangkaian penting dalam prosesi ibadah haji.