"Iya, dulu dia tidak disetujui Ibu karena belum bekerja, sekarang dia sudah kerja di luar negeri, gajinya besar, Ibu pasti setuju," ujarnya polostrong alias polos.
Saya cerita banyak, bagaimana dulu berjodoh dengan suami. Pada awalnya tidak mencintai, membentuk sebuah visi, misi keluarga. Bagaimana menghadapi suami yang pendiam, melewati semua permasalahan. Semua saya ceritakan tujuannya supaya dia berubah pikiran untuk mempertahankan rumah tangga.
"Cobalah jangan fokus kepada mantanmu. Dia masa lalu, sebesar apapun gajinya, akan lebih berkah gaji dari suami," jurus pamungkas saya sampaikan.
Dia mengangguk. Entah anggukan mengerti atau sekadar menyenangkan. Paling tidak saya sudah berusaha mempertahankan rumah tangga Family.
Selang beberapa bulan akhirnya mereka resmi bercerai karena si perempuan lebih memilih kembali kepada mantan yang dikabarkan pulang dari Arab itu.
Dari kedua kisah tersebut, saya mengambil hikmah;
1. Jika tidak suka dijodohkan, katakan saja, tolak saja. Orang tua juga akan mengerti. Mereka akan lebih sengsara menyaksikan anaknya bercerai daripada menyaksikan jomblo.
2. Â Jika menerima perjodohan, fokus pada pernikahan, bukan fokus ke masa lalu. Kalau perlu, ikutlah kelas parenting. Berkumpul dengan orang-orang yang memiliki visi rumah tangga.
3. Â Pernikahan itu bukan main-main. Asal terima, ora cocok cerai. Dalam hubungan apapun tidak cocok itu selalu ada. Permasalahannya bagaimana kita mengolah ketidakcocokan.
Rumah tangga itu belajar seumur hidup. Karena pasangan setiap saat bisa berubah, kita pun belajar perubahan itu.
Semoga rumah tangga kita sakinah mawadah warohmah. Aamiin.