Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Petani, Penulis

People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Tidak Senang dengan Perjodohan? Sah Saja Menolak

22 Mei 2021   16:02 Diperbarui: 22 Mei 2021   16:24 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber genpi.com/foto shuntterstock

Perjodohan biasanya dilakukan oleh orang tua, tetapi, ada juga perjodohan dilakukan oleh teman, saudara, sahabat. Bahkan dunia maya juga ikut berjasa bagi jomblo.

Perjodohan bagi orang-orang yang berpikir akan sukses dan bahagia. Saya katakan bagi yang berpikir. Sebab terkadang orang menerima perjodohan tanpa berpikir. Asal iya akhirnya setelah menikah berantakan.
Saya akan ambil dua kisah dari perjodohan tanpa berpikir. 

Kisah pertama pernah dialami Kakak perempuan. Dia senang menerima perjodohan yang dibuat Bapak dan sahabat lamanya.
Sahabat lama di sebuah desa, waktu sama berjuang memakmurkan desa dan masjid. Anak laki-laki sahabat Bapak tersebut adalah teman saya waktu kecil. Jadi kami sekeluarga sudah tidak asing lagi.

Namun, sejak Bapak pindah ke kota, kami tidak pernah bertemu lagi. Sesekali saja sahabat Bapak itu mengunjungi kami, sekadar memberi hasil panen. Ketika ada pembicaraan akan menjodohkan Kakak dengan anak laki-lakinya. Saya senang saja karena sudah tahu karakter keluarganya yang agamis.

Waktu itu saya berusia 22 tahun dan Kakak 25 tahun. Usia Kakak sudah diambang batas. Hampir bergelar jomblo tua.
Perjodohan lancar hingga pernikahan dan Kakak diboyong ke desanya.

Kami merasa semua baik-baik saja, tetapi ternyata rumah tangga mereka tidak baik. Setelah 3 bulan pernikahan, Bapak mendapat kabar dari temannya bahwa surat gugat cerai dari menantunya  sudah masuk ke pengadilan.

Bapak berang merasa dipermainkan oleh sahabat dan anaknya. Saya yakin sahabatnya juga tidak tahu dengan tingkah anak laki-laki itu.
"Saya menerima perjodohan hanya untuk menuruti perintah orang tua. Setelah dituruti, hak saya untuk menceraikan," kata sang menantu ketika ditanya dalam musyawarah keluarga.

Kisah kedua dialami salah satu family akhir-akhir ini. Mas Suryo itu panggilannya, dia menikah dengan perempuan yang dikenalkan oleh tetangganya. Perjodohan berjalan lancar hingga keduanya menikah. Baru beberapa bulan kemudian, gugatan cerai dilayangkan oleh istrinya Mas Suryo. 

Bukan untuk mencampuri urusan orang lain. Saya mendapat keluhan dari Mas Suryo sendiri tentang istrinya. dan diminta membujuk sang istri. Bertindak sebagai orang tua, saya janjian bertemu istrinya di sebuah kafe.

"Mbak, aku terima perjodohan itu untuk menyenangkan ibu, sebenarnya tidak mencintai Mas Suryo. Aku kira setelah pernikahan bisa mencintainya, ternyata tidak," tutur perempuan itu.

"Kamu tidak bisa mencintai Mas Suryo karena fokus sama pacarmu yang dulu, benarkah?"
Dia diam menunduk. Lama saya menunggu jawabannya.

"Iya, dulu dia tidak disetujui Ibu karena belum bekerja, sekarang dia sudah kerja di luar negeri, gajinya besar, Ibu pasti setuju," ujarnya polostrong alias polos.

Saya cerita banyak, bagaimana dulu berjodoh dengan suami. Pada awalnya tidak mencintai, membentuk sebuah visi, misi keluarga. Bagaimana menghadapi suami yang pendiam, melewati semua permasalahan. Semua saya ceritakan tujuannya supaya dia berubah pikiran untuk mempertahankan rumah tangga.

"Cobalah jangan fokus kepada mantanmu. Dia masa lalu, sebesar apapun gajinya, akan lebih berkah gaji dari suami," jurus pamungkas saya sampaikan.

Dia mengangguk. Entah anggukan mengerti atau sekadar menyenangkan. Paling tidak saya sudah berusaha mempertahankan rumah tangga Family.

Selang beberapa bulan akhirnya mereka resmi bercerai karena si perempuan lebih memilih kembali kepada mantan yang dikabarkan pulang dari Arab itu.

Dari kedua kisah tersebut, saya mengambil hikmah;

1. Jika tidak suka dijodohkan, katakan saja, tolak saja. Orang tua juga akan mengerti. Mereka akan lebih sengsara menyaksikan anaknya bercerai daripada menyaksikan jomblo.

2.  Jika menerima perjodohan, fokus pada pernikahan, bukan fokus ke masa lalu. Kalau perlu, ikutlah kelas parenting. Berkumpul dengan orang-orang yang memiliki visi rumah tangga.

3.  Pernikahan itu bukan main-main. Asal terima, ora cocok cerai. Dalam hubungan apapun tidak cocok itu selalu ada. Permasalahannya bagaimana kita mengolah ketidakcocokan.

Rumah tangga itu belajar seumur hidup. Karena pasangan setiap saat bisa berubah, kita pun belajar perubahan itu.

Semoga rumah tangga kita sakinah mawadah warohmah. Aamiin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun