Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Petani, Penulis

People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Omongan Tetangga Itu Menguntungkan Lho, Berikut Cara Mengolahnya!

2 Mei 2021   07:38 Diperbarui: 2 Mei 2021   07:46 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gosip dari analisaaceh.com

Omongan antar tetangga dalam sehari-hari kita sebut dengan bergosip. Gosip sendiri artinya membicarakan orang yang tidak hadir.

Dalam sebuah studi baru yang diterbitkan dalam jurnal Social Psychological and Personality Science menemukan bahwa orang biasa menghabiskan sekitar 52 menit per hari untuk bergosip.

Mark Leary, PhD, seorang profesor psikologi dan ilmu saraf di Duke University menjelaskan kepada Health, "Bergosip adalah naluri manusia yang fundamental karena hidup kita berakar dalam dalam kelompok. Kami tidak hanya hidup dalam kelompok, tetapi kami juga bergantung pada orang-orang dalam kelompok kami untuk bertahan hidup."

Omongan tetangga terkadang sesuatu hal yang negatif. Namun, tidak menutup kemungkinan omongan itu mengandung unsur positif. Tergantung bagaimana kita mengolahnya. Namun, yang sering terjadi, kita malah menggorengnya hingga gosong.

Ada kisah yang saya perhatikan beberapa hari ini selama tinggal di rumah adik.
"Ayah kenapa, teman-teman menutup pintu ketika Lia lewat rumahnya?" tanya ponakan yang baru berusia 10 tahun.

"Iya, benar, ketika Ibu lewat mau kerja, tetangga yang ujung langsung masuk dan menutup pintu," ujar Ibunya Lia.

Saya dan adik sebagai ayah dari Lia, merasa kasihan. Anak kecil tanpa dosa harus jadi korban. Dia dijauhi teman-temannya.

Usut punya usut. Mereka sengaja menghindar dari keluarga adik Karena Ibu kami meninggal karena terpapar Covid-19.

Walaupun rumah berjauhan dengan Ibu. Keluarga adik menjalani tes rapid dan hasilnya negatif. Bahkan adik yang satu rumah pun hasil tes rapidnya negatif.

Mendapat perlakuan dikucilkan, adik minta maaf dengan musibah yang menimpa Ibu. Sehingga membuat resah lingkungan.

Kasus seperti ini bukan saja dialami keluarga adik. Sebelumnya tetangga adik terpapar covid-19. Sebut saja namanya Pak Roni.

Semua orang membicarakan kasus Pak Roni hingga banyak warga yang menjauhi karena takut tertular. Pak Roni marah-marah di WhatApps grup lingkungannya. Terjadilah perang mulut.

Kasus Ibu dan Pak Roni cepat menyebar dari mulut ke mulut. Biasanya ketika bertemu dengan salah satu tetangga, orang akan berbicara, "Tahu tidak pekan kemarin si Fulan meninggal karena Covid?" Atau bisa juga, "Tahu tidak apa yang terjadi pada si Fulan kemarin?"

Dari informasi seperti itu biasanya melebar membicarakan hal-hal lain, hingga memicu sakit hati seperti Pak Roni. Jika berkelanjutan bisa jadi terjadi pertengkaran bahkan perang fisik.

Bagi orang seperti  Pak Roni, omongan tetangga merugikan baginya. Namun, Bagi orang lain menguntungkan karena dari gosip banyak sekali yang bisa dipelajari.

Gosip akan mengajari kita tentang orang yang pembawa berita dan subjek percakapan. Kata Leary, "Saya dapat mempelajari hal-hal tentang sikap, keyakinan, dan cara Anda menghadapi orang dengan melihat siapa dan apa yang Anda gosipkan. Bahkan jika saya tidak bergabung, hanya mendengar gosip orang memberi tahu saya hal-hal tentang apa yang mereka anggap penting, apakah mereka dapat dipercaya untuk menjaga rahasia, dan sebagainya."

Baik, kasus yang saya contohkan memang tidak untuk dirahasiakan. Akan tetapi, dari kasus itu kita bisa belajar karakter masing-masing tetangga.

Selain itu, melalui omongan tetangga kita juga bisa introspeksi diri. Memperbaiki kekurangan supaya lebih baik dan bijaksana.

Jadi intinya omongan tetangga tidak selamanya baik juga tidak selalu buruk. Hadapi omongan tetangga dengan bijak. Apalagi sekarang bulan Ramadan. Kita harus lebih sabar, jangan emosional.

Kata Ibu saya, "Selama omongan tetangga tidak melukai anggota tubuh, abaikan saja, sekalipun omongan itu menyakitkan di hati."

Salam hangat,
Sri Rohmatiah

Bahan bacaan: health.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun