Mohon tunggu...
Sri Patmi
Sri Patmi Mohon Tunggu... Penulis - Bagian Dari Sebuah Kehidupan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis adalah Bagian dari Self Therapy www.sripatmi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Artikel Sri Patmi: Satire Penggebrak Kebutaan Dunia dari Lamellong

10 Januari 2021   14:02 Diperbarui: 10 Januari 2021   14:06 1040
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Dokumentasi Pribadi

Cerdiknya seorang Lamellong adalah membangkitkan alam bawah sadar agar tergugah dengan rasa penasaran. 

Ethos dan logos dapat dipahami dengan logika terbalik seperti ini ; jika saat itu yang mengarak bambu adalah warga biasa tanpa argumentasi dan pengaruh besar dari konsep dirinya, apakah warga lain, termasuk Lamellong sendiri yang melihat itu akan mengikuti? Pasti dianggap seperti orang sinting! 

2. Teori Semiotika Rolland Barthes

Jika dalam pembahasan sebelumnya dalam https://www.kompasiana.com/sripatmi/5ff9216a8ede487e6b783372/artikel-sri-patmi, konsep teori semiotika Ferdinand De Saussure, maka Barthes lebih kompleks menambahkan unsur penanda, petanda, denotasi, konotasi + metalanguage (mitos). Penanda yang dibawa Lamellong adalah bambu. 

Petanda yang ditunjukkan lebih dalam adalah rumpun kebersatuan yang diwujudkan melalui kokohnya yang dinamis dan lentur, di negeri China, filosofi tanaman bambu dianggap sebagai bentuk rumput yang kuat, kokoh, dinamis. 

Tak heran negeri itu disebut Negeri Tirai Bambu karena tingginya penghormatan terhadap keteguhan dan ketulusan. Sayangnya, negeri ini sudah banyak ditumbuhi pagar beton besi serta asap pabrik yang mengepul tinggi. 

Di Jepang, setelah kota Hiroshima & Nagasaki dibom oleh Sekutu, bambu adalah pohon yang pertama kali tumbuh di wilayah itu. Itulah sebabnya bambu menjadi bagian dari budaya dan menopang kebutuhan hidup masyarakat Jepang. 

Secara denotatif, bambu adalah jenis ordo rumput yang liar dan tinggi. Secara konotatif, sebagian masyarakat Jawa mengadopsi ngelmu pring "Menungsa podo eling yen tekan titi wancine bakal digotong anggo pring, bali neng ngisor lemah podo ngisor oyot pring..." yang berarti apabila manusia sudah sampai waktunya (dalam hal ini mati) juga akan diusung dengan keranda yang terbuat dari bambu menuju ke tempat peristirahatan terakhir. 

Metalanguange atau mitosnya adalah Indonesia melawan dan mengusir penjajah dengan bambu runcing, diikat dengan bhineka tunggal ika di Kitab Sutasumo Mpu Tantular. 

Setengah mitos disampaikan oleh A.H Nasution, alam Bisikan Nurani Seorang Jenderal, "di minggu-minggu pertama merdeka maka rakyat dengan bambu runcing seakan-akan pagar betis menjadi kekuatan untuk memaksa pejabat di kantor, lingkungan, pabrik, dan lain-lain agar taat kepada RI. Tapi, pada pertempuran real, bambu runcing itu lebih banyak jadi senjata semangat." . 

Bambu runcing juga dikembangkan oleh Jepang dengan sebutan Takeyari, digunakan sebagai senjata untuk menghadang pasukan payung musuh yang diterjunkan dari udara. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun